Banjarmasin (ANTARA) - Lembaga Studi Visi Nusantara Kalimantan Selatan (LS VINUS Kalsel) menyoroti Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Nomor 731 Tahun 2025 yang menetapkan 16 dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden (Capres-Cawapres) sebagai informasi publik yang dikecualikan atau bersifat dirahasiakan.
Koordinator LS VINUS Kalsel Muhammad Arifin mengatakan dokumen yang dirahasiakan itu termasuk ijazah serta persyaratan administratif lain yang selama ini menjadi perhatian masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Baca juga: LS Vinus Kalsel siap laporkan pelanggaran Pilkada ke Bawaslu
“Dalam demokrasi, transparansi bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban. Jika dokumen persyaratan Capres-Cawapres ditutup dari akses publik, maka legitimasi Pemilu berpotensi melemah dan ketidakpercayaan masyarakat akan semakin besar,” ujar Arifin di Banjarmasin, Selasa sore.
Menurut Arifin, keputusan KPU tersebut berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang mengatur bahwa informasi berkaitan dengan kepentingan publik wajib dibuka, kecuali jika menyangkut rahasia negara, privasi individu, atau keamanan nasional.
“Persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden jelas menyangkut kepentingan publik yang luas. Dokumen-dokumen itu menjadi dasar penilaian masyarakat terhadap integritas, kredibilitas, dan kelayakan kandidat. Jika akses publik ditutup, maka kontrol masyarakat akan lumpuh,” tegasnya.
Ia menilai keputusan KPU justru berisiko menciptakan ketegangan politik menjelang Pemilu 2029 karena publik kehilangan kesempatan melakukan verifikasi independen terhadap syarat pencalonan. Hal itu bisa memicu spekulasi, hoaks, hingga polarisasi politik.
Baca juga: ULM dan KPU Kalsel kolaborasi bangun demokrasi inklusif berbasis pengetahuan
“Alih-alih menenangkan suasana, aturan ini bisa menimbulkan kecurigaan terhadap agenda tersembunyi atau keberpihakan penyelenggara Pemilu. Jika dibiarkan, legitimasi hasil Pemilu bisa dipertanyakan,” katanya.
Sebagai solusi, LS VINUS Kalsel merekomendasikan agar KPU meninjau ulang keputusan tersebut dengan tetap menempatkan prinsip keterbukaan sebagai pijakan utama.
Arifin menambahkan dokumen pokok seperti ijazah, laporan harta kekayaan, dan surat bebas pidana sebaiknya tetap dapat diakses publik melalui mekanisme tertentu.
Selain itu, LS VINUS Kalsel mendorong masyarakat sipil, akademisi, dan media untuk aktif mengawal isu ini agar tidak menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia ke depan.
“Transparansi adalah roh demokrasi. Tanpa keterbukaan, demokrasi hanya akan menjadi formalitas tanpa legitimasi yang kuat,” pungkas Arifin.
Baca juga: KPU serahkan hasil penetapan Wali Kota Banjarbaru terpilih ke DPRD untuk pelantikan
