Rantau, (Antarnews Kalsel) - Bupati Tapin, Kalimantan Selatan, Arifin Arpan menanggapi serius tingginya kasus kekerasan dalam rumah tangga di daerah itu melalui program pendampingan terhadap anak dan korban kekerasan dalam rumah tangga.
Menurut Arifin di Rantau, Rabu, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) harus ditanggapi serius oleh seluruh pihak terkait, mengingat kasus ini menjadi salah satu penyebab terjadinya keretakan rumah tangga.
Pemerintah Kabupaten Tapin, tambah dia, akan terus berupaya menekan kasus antara lain dengan mambangun pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A).
"KDRT terjadi karena masih kurangnya pemahaman masyarakat dalam membina rumah tangga dan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat," katanya.
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat tersebut terjadi, karena masih tingginya angka pernikahan dini yang terjadi di Kabupaten Tapin, sehingga tidak sedikit anak-anak yang seharusnya masih sekolah, sudah harus membina rumah tangga,
"Rendahnya pendidikan dan KDRT itu saling berkaitan, karena pernikahan dini membuat si anak masih kurang dewasa dalam membina suatu rumah tangga, sehingga tidak menutup kemungkinan setiap persoalan rumah tangga yang terjadi diselesaikan dengan jalan kekerasan," katanya.
Melalui P2TP2A yang dibangun di desa Perintis Raya, tambah Bupati, diharapkan bisa menjadi tempat mengadu bagi masyarkat yang mengalami KDRT untuk mencari solusi terbaik melalui pendampingan oleh tim pelayanan tersebut.
Sebagian besar masyarakat korban KDRT, selama ini masih merasa malu dan takut melaporkan, sehingga pemerintah sulit untuk membantu mencarikan solusi dan memberikan pendampingan.
"Maka dengan itu, pemerintah Tapin akan terus berupaya untuk mensosialisasikan kepada masyarakat luas untuk mencegah terjadinya KDRT dan juga pernikahan dini, yang kini masih menjadi tradisi masyarakat khususnya di wilayah perdesaan.
Apabila terjadi KDRT tambah Bupati, korban jangan malu atau takut untuk segera melaporkannya ke pelayanan terpadu atau kepihak berwajib, untuk mendaptkan perlindungan sebagaimana mestinya.
Data Pengadilan Agama Rantau perceraian di Tapin di tahun 2016 sebanyak 392 kasus dan faktor ketidak harmonisan seperti KDRT menajadi faktor tertinggi dalam hal tersebut yakni sebanyak 121 perkara.
Sementara dari data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bahwa ditahun 2016 laporan tentang KDRT yang masuk sebanyak 11 laporan, namun diyakini oleh Kepala Dinasnya Rusnadi bahwa hal belum sesuai dengan apa yang ada di lapangan.
"Di luar sana saya yakin lebih banyak lagi, karena rasa malu dan takut membuat masyarkat enggan untuk melaporkannya," katanya
Menurut Arifin di Rantau, Rabu, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) harus ditanggapi serius oleh seluruh pihak terkait, mengingat kasus ini menjadi salah satu penyebab terjadinya keretakan rumah tangga.
Pemerintah Kabupaten Tapin, tambah dia, akan terus berupaya menekan kasus antara lain dengan mambangun pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A).
"KDRT terjadi karena masih kurangnya pemahaman masyarakat dalam membina rumah tangga dan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat," katanya.
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat tersebut terjadi, karena masih tingginya angka pernikahan dini yang terjadi di Kabupaten Tapin, sehingga tidak sedikit anak-anak yang seharusnya masih sekolah, sudah harus membina rumah tangga,
"Rendahnya pendidikan dan KDRT itu saling berkaitan, karena pernikahan dini membuat si anak masih kurang dewasa dalam membina suatu rumah tangga, sehingga tidak menutup kemungkinan setiap persoalan rumah tangga yang terjadi diselesaikan dengan jalan kekerasan," katanya.
Melalui P2TP2A yang dibangun di desa Perintis Raya, tambah Bupati, diharapkan bisa menjadi tempat mengadu bagi masyarkat yang mengalami KDRT untuk mencari solusi terbaik melalui pendampingan oleh tim pelayanan tersebut.
Sebagian besar masyarakat korban KDRT, selama ini masih merasa malu dan takut melaporkan, sehingga pemerintah sulit untuk membantu mencarikan solusi dan memberikan pendampingan.
"Maka dengan itu, pemerintah Tapin akan terus berupaya untuk mensosialisasikan kepada masyarakat luas untuk mencegah terjadinya KDRT dan juga pernikahan dini, yang kini masih menjadi tradisi masyarakat khususnya di wilayah perdesaan.
Apabila terjadi KDRT tambah Bupati, korban jangan malu atau takut untuk segera melaporkannya ke pelayanan terpadu atau kepihak berwajib, untuk mendaptkan perlindungan sebagaimana mestinya.
Data Pengadilan Agama Rantau perceraian di Tapin di tahun 2016 sebanyak 392 kasus dan faktor ketidak harmonisan seperti KDRT menajadi faktor tertinggi dalam hal tersebut yakni sebanyak 121 perkara.
Sementara dari data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bahwa ditahun 2016 laporan tentang KDRT yang masuk sebanyak 11 laporan, namun diyakini oleh Kepala Dinasnya Rusnadi bahwa hal belum sesuai dengan apa yang ada di lapangan.
"Di luar sana saya yakin lebih banyak lagi, karena rasa malu dan takut membuat masyarkat enggan untuk melaporkannya," katanya