Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Membangun pusat pertumbuhan ekonomi dari desa adalah salah satu strategi yang kini sedang gencar dilaksanakan pemerintah pusat dengan menggelontorkan dana yang cukup besar ke seluruh desa di Indonesia melalui APBN.
Digelontorkannya dana desa dengan target Rp1 miliar satu desa, seakan mendapatkan "durian runtuh" bagi warga dan aparat desa yang sebelumnya hanya mengelola dana tidak lebih dari Rp100 juta.
Masuknya dana yang cukup besar ke desa, disambut antusias bagi sebagian besar warga dan aparat desa, sekaligus menjadi tanda tanya besar, "untuk apa dana sebesar itu dikelola oleh desa,".
Awal dilaksanakannya program tersebut, banyak timbul kekhawatiran, karena ketidaksiapan aparatur dan masyarakat desa, dalam menerima dan mengelola dana yang nilainya cukup fantastis bagi desa tersebut, justru akan menimbulkan kasus hukum baru.
Banyak kekhawatiran, digelontorkannya dana desa, justru akan menumbuhkan pusat-pusat korupsi baru, karena ketidaktahuan aparat desa dalam memanfaatkan dana desa secara bijak.
Sehingga, pada saat dilakukan sosialisasi oleh beberapa pihak terkait, tidak sedikit pertanyaan dari kepala desa, yang menanyakan, apakah dana desa bisa dimanfaatkan untuk membeli mobil, atau sepeda motor dan lainnya.
Harapan, kebahagiaan sekaligus kekhawatiran masyarakat dan aparatur desa, tentu bisa dipahami, karena dana desa merupakan program baru yang dinilai cukup "gemerlap" dan menjanjikan, terutama bagi aparatur desa.
Sehingga, perlu upaya sungguh-sungguh dari seluruh pihak terkait, untuk membantu masyarakat mengawal dana desa, agar pemanfaatannya tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan, yaitu membangun pusat pertumbuhan ekonomi baru dari desa.
Pembangunan desa dan daerah yang kini menjadi prioritas utama pemerintahan, dengan jalan membagikan kue pembangunan yang awalnya hanya berkutat di ibu kota, akan dicoba untuk lebih diratakan ke seluruh Indonesia.
Sehingga, dengan dana tersebut, ketimpangan pendapatan dan peluang kerja antara desa dan kota, bisa segera ditutup dengan pembangunan melalui dana desa, undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN.
Hasilnya, kini sebagian besar desa telah mendapatkan sosialisasi mulai mampu memanfaatkan dana dengan bijak, sehingga tumbuh pusat-pusat ekonomi baru di desa, termasuk perbaikan infrastruktur yang memang selama ini sangat diharapkan masyarakat.
Seperti pemanfaatan dana desa di Desa Tambalang Kecil Kecamatan Sungai Pandan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Desa tersebut, menjadi salah satu potret keberhasilan masyarakat dalam mengelola dana desa untuk pembangunan infrastruktur desa berupa jalan desa dan jalan usaha tani yang sangat membantu mempermudah mobilitas masyarakat.
Dana yang dialokasikan untuk pembangunan jalan usaha tani (JUT) sepanjang 170 meter lebar 2,5 meter sebesar Rp131,2 juta lebih dan pengecoran jalan desa sepanjang 109,2 m3 yang menghubungkan Rt.02 dan Rt.03 dengan dana Rp131,1 juta lebih, adalah salah satu program pemanfaatan dana desa yang cukup sukses meningkatkan infrastruktur desa.
Hairullah, tokoh masyarakat Desa Tambalang kecil menilai, perbaikan jalan usaha tani dan Jalan desa, merupakan program yang selama ini sangat ditunggu-tunggu masyarakat, karena fungsinya yang sangat menunjang aktivitas dan pekerjaan masyarakat setempat yang sekitar 90 persen adalah bertani.
"Selama ini jalan sering kebanjiran, padahal jalan tersebut, merupakan satu-satunya jalan menuju kota kecamatan, sehingga kegiatan masyarakat untuk menjual hasil pertanian sering terganggu jika jalan tergenang banjir," kata Hairullah.
Selain itu, pembangunan jalan usaha tani, juga sangat dibutuhkan masyarakat, untuk memudahkan petani dalam mengangkut berbagai komoditas pertanian yang dihasilkan.
Sebagian besar, wilayah Hulu Sungai Utara, adalah rawa lebak, sehingga sangat membutuhkan ketersediaan sarana infrastruktur yang memadai.
Inspektur Kabupaten HSU, Abdul Hamid mengatakan berdasarkan hasil pengawasan dan monitoring pejabat Inspektorat menilai pemanfaatan dana desa untuk perbaikan dan pembangunan sarana infrastruktur di Desa Tambalang Kecil salah satu yang terbaik.
Sementara pihak Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa (BPMPD) Dwi Hadi Saputera mengatakan, beberapa proyek fisik yang dikerjakan melalui dana desa sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
"Seandainya tidak ada dana desa ini tentu masih banyak sarana infrastruktur yang belum terbangun, sedang dana daerah sangat terbatas," katanya.
BUMDes
Bukan hanya mampu mendorong percepatan pembangunan infrastruktur desa, dana desa juga telah terbukti mampu meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pengembangan badan usaha miliki desa (BUMDes).
Seperti yang terjadi di Desa Palimbangan Kecamatan Haur Gading Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan terbilang cukup sukses membangun dan mengembankan Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes dengan menggunakan bantuan dana desa dari pemerintah pusat.
Dengan dana awal Rp150 juta di tahun 2015, kini BUMDes As Syifa tersebut, telah berkembang pesat dengan omzet perbulan mencapai Rp400 juta.
Bendahara Bumdesa, Nida mengatakan, melalui pencapaian omzet sebanyak itu, BUMDes sudah mampu menggaji pengurus dan mempekerjakan beberapa masyarakat desa.
Saat ini, BUMDes As Syifa yang berdiri sejak 28 September 2015, telah mampu mengembangkan usaha budi daya ikan di kolam rawa sekaligus menyewakan kolam ikan kepada petani.
Selain itu, pengurus juga menyewakan perahu atau sampan dan usaha pengepul kerajinan rotan dari perajin sekitar.
Kepala Desa Palimbangan Sabirin selaku pembina BUMDes As Syifa menjelaskan, kehadiran BUMDes ini mampu memotivasi masyarakat agar berani memulai usaha melalui pinjaman modal dan pembinaan dari BUMDes.
Khusus usaha perikanan, Bumdes mengembangkan usaha ikan patin, yang biasanya akan dipanen setelah enam bulan. Disela menunggu panen, biasanya pengurus fokus pada usaha penyewaan kolam ikan dan perahu.
"Warga desa yang masih menganggur, kita berikan pekerjaan sebagai pengawas kolam budi daya ikan yang akan disewakan," katanya.
BUMDes juga membantu pembinaan dan meningkatkan keterampilan perajin dan perluasan pemasaran produk kerajinannya, di antaranya melalui kerja samapelatihan dengan Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan.
"Melalui BUMDes pemasaran produk kerajinan tidak lagi melalui tengkulak, sehingga perajin kini lebih banyak mendapat keuntungan dari hasil pemasaran produk kerajinan, karena BUMDes As Syifa langsung yang bertindak sebagai pengepul," terangnya.
Dikatakannya, untuk unit usaha kerajinan memang belum mendapat laba besar karena masih dalam tahap pembinaan perajin, khususnya masih terkendala dalam pemasaran yang lebih luas.
Apa yang dilakukan BUMDes As Syifa, menjadi salah satu model sekaligus gambaran jelas, bahwa BUMDes akan berperan besar dalam menggerakkan perekonomian desa, seandainya dikelola dengan penuh tanggung jawab dan profesional.
Banyak hal yang bisa dikerjakan, melalui berbagai program yang telah ditetapkan bersama oleh masyarakat desa melalui musyawarah, untuk menentukan pembangunan prioritas yang benar-benar diperlukan oleh masyarakat desa.
Sehingga pembangunan desa, akan menjadi pembangunan yang benar-benar menyentuh kepentingan dan dikehendaki oleh masyarakat desa, bukan pembangunan yang dijalankan berdasarkan kepentingan pejabat atau penguasa, yang hanya sekadar mengejar target dan proyek.
Tentu, menjalankan program ini, bukanlah hal yang mudah, karena tidak semua aparat dan masyarakat desa, memiliki kesadaran dan kemampuan yang sama, namun demikian melalui kerja keras seluruh pihak dan dukungan sungguh-sungguh dari pemerintah, program ini akan benar-benar mampu menjadi jalan bagi pembangunan desa yang lebih baik.
Sebab, seluruh program bukan hanya diawasi langsung oleh masyarakat, tetapi dilaksanakan dan diprogramkan sendiri oleh masyarakat.