Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kalsel tersebut menyatakan hal itu saat sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang Perlindungan Anak di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala (Batola), Selasa.
Baca juga: Kalsel: Penting tambah konselor bersertifikat tangani perempuan dan anak
“Bentuk eksploitasi pada anak masih sering dijumpai di Indonesia. Padahal, larangan eksploitasi pada anak sudah diatur dalam undang-undang dan pelaku bisa dihukum," ujar Karlie.
Menurut Karlie, meskipun ada peraturan perundang-undangan, namun para pelaku seperti tak peduli terhadap hukum tersebut dan tetap melakukan eksploitasi pada anak-anak guna kepentingan pribadi.
Ia menjelaskan eksploitasi anak dengan memanfaatkan anak sesuai kehendak untuk kepentingan pribadi melalui keluarga sendiri atau orang lain bakal mengganggu tumbuh kembang fisik serta mental anak.
"Pada intinya, eksploitasi anak yaitu perbuatan yang menghilangkan hak-hak anak," ucap Karlie.
Sedangkan, bentuk eksploitasi pada anak diatur Pasal 20 dan 761 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang pencegahan tindakan kekerasan pada anak usia dini.
UU Nomor 35/2014 Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta beberapa peraturan lain sebagai pengejawantahan, termasuk Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Kalsel.
Baca juga: DP3A dan Polres kolaborasi cegah pernikahan dini di Tapin
Sementara itu, Kepala UPT PPA Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Batola Subiyarnowo selaku narasumber menjelaskan beragam kekerasan pada anak.
Subiyarnowo menyebutkan ada beberapa macam bentuk eksploitasi terhadap anak mulai dari eksploitasi ekonomi, seksual, dan sosial.
"Eksploitasi yang cukup sering ditemukan yaitu eksploitasi ekonomi dan seksual," katanya.
Subiyarnowo menjelaskan eksploitasi ekonomi pada anak dengan menyalahgunakan tenaga anak berupa dimanfaatkan secara fisik untuk bekerja demi keuntungan orang lain atau pribadi.
Pekerjaan tersebut membuat anak kehilangan hak-haknya, misalnya karena dipaksa bekerja, anak tersebut tidak bisa sekolah, jarang dikasih makan, dan sebagainya," lanjut Subiyarnowo.
Baca juga: Anggota DPRD Kalsel prihatin kasus kekerasan terhadap anak tinggi