Batola Kalsel (ANTARA) - Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) H Karlie Hanafi Kalianda menyatakan prihatin melihat fakta eksploitasi terhadap anak masih saja terjadi.
Karlie mengatakan masalah tersebut saat menggelar sosialisasi peraturan perundang-undangan/peraturan daerah atau Sosper di RT 06 Desa Purwosari I (sekitar 35 km barat Banjarmasin) Kecamatan Tamban Kabupaten Barito Kuala (Batola), Jumat.
“Bentuk-bentuk eksploitasi pada anak masih sering dijumpai di Indonesia. Padahal, larangan eksploitasi pada anak sudah diatur dalam undang-undang dan pelaku bisa dihukum," ujarnya.
Wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel III/Batola itu mengaku heran, meski ada peraturan perundang-undangan, para pelaku seperti tak acuh pada hukum tersebut dan tetap melakukan eksploitasi pada anak-anak guna kepentingannya sendiri.
Ia menjelaskan, eksploitasi pada anak perbuatan yang memanfaatkan anak sesuai kehendak untuk kepentingan dirinya sendiri oleh keluarga atau orang lain dan perbuatan tersebut mengganggu tumbuh kembang fisik dan mental anak.
"Pada intinya, eksploitasi anak yaitu perbuatan yang menghilangkan hak-hak anak," lanjut Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kalsel itu.
Ia menambahkan, sedangkan bentuk-bentuk eksploitasi pada anak dan Undang Undang (UU) yang mengatur antara lain Pasal 20 UU Nomor 35 Tahun 2014, Pasal 76l UU Nomor 35 Tahun 2014, pencegahan tindakan bullying pada anak usia dini.
Baca juga: Bupati tekankan pencegahan eksploitasi anak pada peringatan HAN 2023
UU 35/2014 Perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta beberapa peraturan lainnya, termasuk Perda Kalsel Nomor 11 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, lanjut Karlie.
Sedangkan narasumber Kepala Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Anak (UPT PPA) Dinas Pengendalian Penduduk , Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Batola H Subiyarnowo , menjelaskan bentuk-bentuk eksploitasi pada anak.
"Bentuk-bentuk eksploitasi pada anak terdiri mulai dari eksploitasi ekonomi, seksual, dan sosial. Eksploitasi yang cukup sering ditemukan yaitu eksploitasi ekonomi dan seksual," jelasnya.
Ia menambahkan. sedangkan eksploitasi ekonomi pada anak dengan menyalahgunakan tenaga anak berupa nemanfaatkan fisiknya untuk bekerja buat keuntungan orang yang mengeksploitasinya.
Pekerjaan semua itu membuat anak kehilangan hak-haknya, semisal karena paksaan bekerja, anak tersebut tidak bisa sekolah, jarang mendapat makan, dan sebagainya.
Menurut dia, pekerjaan tersebut juga seharusnya belum bisa oleh seorang anak. "Mirisnya berdasarkan International Labour Organization (ILO) atau organisasi buruh sedunia, sekitar 168 juta orang menjadi pekerja anak dan sekitar 85 juta anak melakukan pekerjaan yang berbahaya," ungkapnya.
Ia menambahkan, eksploitasi seksual pada anak yaitu kegiatan yang melibatkan anak untuk melakukan aktivitas seksual yang belum mereka pahami, sebagai contoh perbuatan menelanjangi anak untuk produk pornografi dan memperkerjakan anak dalam bisnis prostitusi.
“Selain itu, mengarahkan anak pada kata pornografi, asusila, atau perkataan porno lainnya termasuk ke dalam eksploitasi seksual pada anak,” demikian Subiyarnowo.
Kegiatan sosialisasi peraturan perundangan tentang perlindungan anak ini mendapat sambutan antusias dari masyarakat sekitar khususnya kaum ibu, mereka menyimak dengan serius materi demi materi yang disampaikan.
Selain mayoritas kaum ibu, sosialisasi juga dihadiri Ketua RT 06, Desa Purwosari I Mugiono, sejumlah tokoh masyarakat dan pemuka agama.