Banjarmasin (ANTARA) - Anggota DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) Karlie Hanafi Kalianda kembali sosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Kabupaten Barito Kuala atau Batola.
"Kita perlu menyosialisasikan Perda tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak agar perempuan kita ke depan lebih berdaya serta anak-anak betul-betul terlindungi,' ujarnya melalu telepon seluler, Ahad.
Wakil rakyat asal daerah pemilihan (Dapil) Kalsel III/Batola berharap, tidak ada atau setidaknya meminimalkan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak bagi konstituennya.
Wakil rakyat yang juga dosen perguruan tinggi swasta di Banjarmasin, bergelar sarjana, magister dan doktor ilmu hukum itu menyatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjamin kesejahteraan setiap warga negaranya termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia (HAM).
"Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhal atas perlindungan dari kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi, tegas laki-laki kelahiran Banjarmasin yang beberapa kali menjadi anggota DPRD Kalsel tersebut.
Mantan aktivis mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin itu menambahkan, anak sebagai tunas bangsa, potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri dan sifat khusus.
Oleh karenanya anak-anak sebagai generasi bangsa wajib mendapatkan perlindungan dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM, tegas Karlie Hanafi Kalianda.
Sementara Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Batola Hj Harliani selaku narasumber menjelaskan tentang Desa Ramah Perempuan Dan Peduli Anak (DRPPA).
"DRPPA merupakan desa yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak dalam tata kelola penyelenggaraan, pemerintahan desa, pembangunan desa, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa yang dilakukan secara terencana, menyeluruh dan berkesinambungan," ujarnya.
Ia menambahkan, fesa harus memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat khususnya perempuan dan anak, terlindungi dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi serta tersedianya sarana dan prasarana publik yang ramah perempuan dan anak.
Selain itu, dia mengharapkan, DRPPA dapat memperkecil kesenjangan gender serta meningkatkan peran aktif perempuan dalam bidang politik, ekonomi dan dalam pengambilan keputusan.
Ia menjelaskan yang dimaksud pemberdayaan perempuan adalah upaya pemampuan perempuan untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial, budaya.
"Kesemua itu agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu terlibat dalam pembangunan," jelasnya.
Sedangkan yang dimaksud perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan pemenuhan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi,.
“Setiap perempuan dan anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dam diskriminasi seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945,” tegas Harliani.
Sebagai catatan data pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kalsel menunjukkan tingkat kekerasan terhadap perempuan dan di "Bumi Seijaan" atau daerah pertanian pasang surut tersebut mengalami kenaikan dalam tiga tahun terakhir.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Batola pada Tahun 2020 tercatat 26 kasus, Tahun 2021 sebanyak 34 kasus dan Tahun 2022 meningkat menjadi 65 kasus
Kegiatan sosialisasi 14 April lalu itu didominasi kaum ibu sebagai peserta, dan terlihat hadir Camat Tamban Agus Supriadi, sejumlah kepala desa, ketua RT , tokoh masyarakat serta masyakat umum lainnya.