Amuntai, (Kalsel.Antaranews) - Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau BP3A Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan beberapa pekan terakhir menerima pengaduan dari masyarakat terkait pelecehan seksual.
Kepala BP3A Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Gusti Iskandariah di Amuntai, Rabu, mengatakan pihaknya menerima sejumlah pengaduan atau laporan dari masyarakat diantaranya terkait pelecehan seksual.
"Pengaduan masyarakat tentang pelecehan seksual kita teruskan ke Pusat Informasi dan Konseling Keluarga untuk diselesaikan secara kekeluargaan," ujar Gusti.
Gusti mengatakan, sebenarnya berbagai kasus keluarga sudah bisa diselesaikan di tingkat desa melalui Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Keluarga di desa dan keluarahan, namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya.
"Selain kasus pelecehan seksual, lebih banyak lagi pengaduan tentang kasus perebutan anak," kata Gusti.
Gusti mengatakan, sebenarnya di masyarakat masih banyak terjadi kasus pelecehan bahkan kekerasan seksual yang tidak dilaporkan. Hal ini disebabkan sebagian masyarakat masiih tabu mengangkat isu atau kasus seperti ini, sebagian lagi malu untuk melaporkannya.
"Ada pula masyarakat yang tidak melaporkan, karena bingung harus melaporkan kemana selain ke kepolisian, biasanya masyarakat agak takut melaporkan kasus pelecehan seksual kepada pihak kepolisian karena berbagai pertimbangan," kata Gusti.
Gusti bersyukur karena Pemda HSU melalui BP3A sudah membentuk kelembagaan PIK Keluarga guna mencegah dan mengurangi terjadinya kasus keluarga, salah satunya seperti kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang marak diberitakan terjadi akhir-akhir ini.
Ia mengakui, meski secara kelembagaa sudah terbentuk, namun PIK keluarga masih perlu dikuatkan dan disosialisasikan kepada masyarakat.
"Tahun ini kita berencana melakukan penguatan kelembagaan dan menggiatkan sosialisasi keberadaan PIK keluarga," katanya.
Namun terbatasnya anggaran, lanjutnya, membuat kegiatan sosialisasi dan penguatan kelembagaan PIK keluarga dilakukan secara bertahap setiap tahunnya yang dimulai sebanyak 34 desa/ keluarahan.
Gusti bersyukur, perhatian pemerintah pusat khususnya Presiden Joko Widodo terhadap persoalan perlindungan perempuan dan anak mulai meningkat seperti yang tercantum dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2014 di mana persoalan perlindungan perempuan dan anak menempati prioritas kedua sesudah
ketenagakerjaan.
"Dulu dalam Undang-undang tersebut persoalan perlindungan perempuan dan anak masih diprioritaskan diurutan ke 17, tetapi sekarang menempati prioritas kedua yang mendapat penanganan serius oleh pemerintah," tandasnya.