Banjarmasin (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin, Kalimantan Selatan melakukan pendekatan restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif sebagai upaya nyata untuk menyelamatkan korban penyalahguna narkoba yang tertangkap agar tak asal dijebloskan dalam penjara.
"Saya tekankan jaksa harus lebih cermat dan teliti lagi, jika memang memenuhi syarat untuk RJ, maka perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika didorong untuk rehabilitasi," kata Kajari Banjarmasin Indah Laila di Banjarmasin, Kamis.
Dijelaskan dia, Jaksa Agung telah membuat terobosan RJ untuk perkara narkotika dengan syarat ketat. Antara lain tersangka tidak terlibat jaringan pengedar, baru pertama kali ditangkap dan barang bukti narkotika tidak lebih dari satu gram.
Asesmen juga dilakukan untuk memastikan seseorang benar-benar sebagai pecandu yang harus disembuhkan melalui program rehabilitasi medis.
Indah mengatakan pemidanaan selama ini tidak menyelesaikan masalah. Justru hanya memicu over kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan yang mayoritas dijejali terpidana kasus narkotika.
Untuk itulah sebagai pelaksanaan asas dominus litis, jaksa dapat bercermin perkara diteruskan atau tidak dengan melihat semua fakta yang ada.
"Jadi selain tugas penuntutan, jaksa juga punya peran pencegahan yang kini terus dikuatkan untuk sama-sama menyelamatkan generasi bangsa dari bencana narkoba," kata dia.
Meski diakui dia pula, Kejaksaan tidak bisa berdiri sendiri dalam semangat mengedepankan pendekatan keadilan restoratif, khususnya dalam perkara narkotika mengingat keterbatasan sarana untuk tempat rehabilitasi medis yang standar bagi proses penyembuhan para pecandu.
"Kami terus menjalin komunikasi dengan Kepolisian dan BNN untuk mencari solusi terbaik penanganan narkotika ini sembari berharap adanya bantuan pemerintah daerah mewujudkan balai rehabilitasi sesuai standar," ujar dia.