Peredaran uang palsu terutama pecahan Rp100 ribu di Kalimantan Selatan menjelang Ramadhan 1432 Hijriah cukup meresahkan warga setempat.
Bahkan peredarannya telah berubah menjadi teror bagi pedagang, masyarakat bahkan usaha kecil mikro dan menengah.
Seorang pengusaha mie di Banjarmasin, Fadhlan, Sabtu, mengatakan, dalam dua hari berturut-turut dia mendapatkan uang palsu dengan nilai nominal Rp600 ribu saat tagihan ke beberapa pasar di Banjarmasin.
Menurut dia, uang palsu tersebut merupakan uang pecahan Rp100 ribu yang fisiknya sama persis dengan uang asli, sehingga sulit dikenali melalui mata telanjang.
"Pada saat menagih saya sudah meneliti satu persatu, bahkan membandingkan dengan uang asli, ternyata tetap saja dapat yang palsu," katanya.
Uang tersebut baru diketahui palsu, kata dia, setelah ditanyakan ke Bank Kalsel dan dilihat dengan alat pendeteksi.
"Awalnya petugas bank juga tidak menyangka bila uang tersebut palsu, setelah dilihat dengan alat pendeteksi uang, baru diketahui kalau uang tersebut palsu," katanya.
Beberapa pedagang di Pasar Lima kini juga mengaku khawatir untuk melakukan transaksi karena sering mendapatkan uang palsu yang bisa membuat mereka bangkrut.
"Kita mendapatkan satu lembar uang palsu Rp100 ribu saja, maka keuntungan kita bisa habis," kata salah seorang pedagang jagung.
Secara kasat mata, lembaran uang palsu Rp100 ribuan tersebut terlihat sama dengan yang asli, baik warna, kertas juga menggunakan garis hologram.
Bahkan garis tipis mengkilap yang hanya ada di uang asli juga ada di uang palsu, satu-satunya ciri fisik yang membedakan adalah bila disorot dengan santer tidak terlihat tulisan Bank Indonesia.
Selain itu, bila diamati lebih teliti, warna angka Rp100 ribu di pojok bawah, sedikit agak merah dibanding dengan uang asli, tetapi perbedaannya cukup samar, begitu juga dengan kertasnya, uang palsu sedikit agak mengkilap, tetapi hampir tidak ada perbedaan dengan uang ratusan ribu rupiah yang baru.
"Maraknya peredaran uang palsu saat ini benar-benar menjadi teror bagi kami, bahkan sama menakutkannya dengan teror bom beberapa waktu lalu," kata Fadhlan.
Bila kondisi tersebut dibiarkan terus terjadi, perlahan tapi pasti akan menghancurkan sebagian sendi-sendi ekonomi masyarakat.
Bagaimana tidak, gara-gara mendapatkan uang palsu, bukan hanya menghabiskan seluruh keuntungan pedagang kecil, tetapi seluruh modal usaha langsung habis dalam sekejap.
Makin Canggih
Bank Indonesia juga mengingatkan masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan peredaran uang palsu yang secara fisik dan sekilas terlihat sangat mirip dengan uang asli karena teknologi pembuatannya yang semakin canggih.
Peneliti Senior Madya BI Banjarmasin, Taufik Saleh, di Banjarmasin, Jumat, mengatakan, biasanya peningkatan peredaran uang palsu terjadi baik menjelang bulan Ramadhan maupun Idul Fitri.
"Untuk itu kami minta masyarakat lebih teliti dalam menerima uang terutama lembaran Rp100 ribu," katanya.
Kendati sebagian uang palsu yang beredar di masyarakat sangat mirip dan sulit dibedakan dengan yang asli, katanya, tidak akan pernah bisa menyamai uang asli.
Ia menjelaskan, ada beberapa ciri khusus yang dengan mudah bisa masyarakat kenali untuk membedakan uang asli dengan uang palsu asalkan warga lebih teliti dan waspada.
Pada 2010, katanya, peredaran uang palsu yang masuk ke BI sebanyak 709 lembar dan 2011 hingga Juni sebanyak 124 lembar.
"Bila dilihat dari jumlah laporan ke BI tersebut tentunya terjadi penurunan peredaran uang palsu, namun tidak menutup kemungkinan uang palsu yang beredar lebih banyak dari jumlah tersebut," katanya.
Menurut Taufik, peredaran uang palsu merupakan kejahatan ekonomi karena bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya kehancuran ekonomi bila tidak segera dilakukan tindakan pencegahan.
"Seharusnya tersangka uang palsu dihukum cukup berat sehingga bisa menimbulkan efek jera," katanya.
Berdasarkan pengamatan, masih maraknya peredaran uang palsu di Kalsel terjadi karena beberapa hal, pengetahuan masyarakat terhadap ciri-ciri uang palsu masih cukup minim tidak seimbang dengan perkembangan teknologi cetak uang palsu.
Selain itu, keuntungan dari peredaran uang palsu masih cukup menggiurkan bisa berpuluh-puluh kalilipat dibanding dengan uang asli.
Sebagaimana kasus yang berhasil ditangkap di Kabupaten Banjar, tersangka membeli uang palsu sebanyak Rp10 juta dan bisa mendapatkan uang palsu hingga Rp24 juta.
Bila uang palsu tersebut dibelanjakan, tersangka selain mendapatkan barang yang diinginkan, tidak menutup kemungkinan dia akan mendapatkan uang kembalian berupa uang asli.
Artinya pedagang mengalami kerugian berlipat, selain kehilangan uang kembalian juga kehilangan barang.
Sosialisasi
Upaya mencegah meluasnya peredaran uang palsu, kata Taufik, BI telah bekerja sama dengan kepolisian dan pihak terkait lainnya terkait dengan razia dan tindakan tegas lainnya terhadap pengedar uang palsu.
Pihaknya juga terus melakukan sosialisasi baik di lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, pemerintah, swasta, sekolah, dan lainnya tentang ciri uang asli dan uang palsu.
Khusus di pasar terutama kepada para pedagang, katanya, pihaknya telah menurunkan layanan kas keliling untuk memberikan sosialisasi secara langsung tentang ciri-ciri uang asli dan palsu.
"Yang pasti bila ada masyarakat yang menemukan uang palsu silakan langsung lapor ke polisi maupun ke BI akan langsung ditindaklanjuti," katanya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Banjarmasin, Kompol Andi Adnan mengatakan peredaran uang palsu saat ini semakin marak apalagi menjelang bulan puasa.
Menurut dia, ada beberapa tempat yang rawan terjadinya peredaran uang palsu antara lain pasar tradisional, super market dan warung-warung tempat adanya transaksi jual-beli.
Dari hasil razia yang telah dilakukan kata dia, pihaknya berhasil mengungakap jaringan uang palsu antara lain dilakukan oleh tiga mahasiswa yang sedang melakukan jual beli uang palsu di salah satu tempat hiburan malam di Banjarmasin.
Selain itu Satuan Reserse Polresta Banjarmasin juga sempat mengungkap pembuatan uang palsu dengan cara menggunakan mesin scaning dan printer.
"Sudah beberapa kali terungkap peredaran uang palsu tersebut yang pembuatannya dengan menggunakan mesin scaning dan printer," katanya.
Berdasarkan informasi dari BI uang rupiah memiliki ciri-ciri berupa tanda-tanda tertentu yang bertujuan mengamankan uang rupiah dari upaya pemalsuan.
Secara umum, ciri-ciri keaslian uang rupiah dapat dikenali dari unsur pengaman yang tertanam pada bahan uang dan teknik cetak yang digunakan, yaitu tanda air (Watermark) dan "electrotype" pada kertas uang terdapat tanda air berupa gambar yang akan terlihat apabila diterawangkan ke arah cahaya.
Benang Pengaman (Security Thread) ditanam di tengah ketebalan kertas atau terlihat seperti dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke bawah, dapat dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah sinar ultraviolet dengan satu warna atau beberapa warna.
Selanjutnya, cetak "Intaglio" yaitu Cetakan yang terasa kasar apabila diraba kemudian gambar saling isi (Rectoverso) yaitu pencetakan suatu ragam bentuk yang menghasilkan cetakan pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan saling mengisi jika diterawangkan ke arah cahaya.
Tinta Berubah Warna (Optical Variable Ink) hasil cetak mengkilap (glittering) yang berubah-ubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Tulisan mikro (Micro Text) yaitu tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar.
Tinta tidak tampak (Invisible Ink) hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar di bawah sinar ultraviolet.
Gambar Tersembunyi (Latent Image) yaitu teknik cetak dimana terdapat tulisan tersembunyi yang dapat dilihat dari sudut pandang tertentu./B