Banjarmasin (ANTARA) - Ekonom dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D mengatakan sudah saatnya Kalimantan Selatan (Kalsel) mengurangi ketergantungan pada sektor tambang yang selama ini jadi penopang perekonomian.
"Kalsel perlu melakukan transformasi struktur ekonomi dengan tidak lagi semata-mata bergantung pada ekspor batubara," kata dia di Banjarmasin.
Muttaqin menyoroti fenomena pertumbuhan ekonomi Kalsel acap kali membaik karena dorongan ekspor batubara tetapi laju pemulihan daya beli masyarakat jauh tertinggal.
Terlebih perbaikan daya beli masyarakat kini mendapat tekanan dari inflasi yang datang dari sisi suplai, yakni kenaikan harga minyak goreng, BBM dan gas elpiji.
Dia mencontohkan produksi tambang batubara pada 2021 memberikan kontribusi sebesar 1,12 persen dari 3,47 persen pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Kalsel.
Meskipun perekonomian Kalsel terangkat dengan meningkatnya ekspor batubara, ada dua masalah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah.
Pertama, perbaikan daya beli masyarakat masih lemah yang ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga Kalsel tahun 2021 hanya 0,79 persen jauh lebih rendah dibanding nasional sebesar 2,02 persen.
Bahkan sebelum pandemi COVID-19, pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga di provinsi yang terdiri dari 11 kabupaten dan dua kota itu rata-rata di atas 4 persen.
Kedua, meskipun harga batubara melonjak tajam saat ini tetapi dalam jangka panjang indeks harganya cenderung menurun. Terlebih dengan gencarnya usaha menghasilkan energi alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di masa depan.
Untuk itu, Muttaqin mengingatkan pemerintah daerah agar tidak semata mengandalkan batubara untuk menopang perekonomian dalam jangka panjang sebagaimana pengalaman jatuhnya harga batubara dari tahun 2012 hingga 2017 yang menyebabkan jatuhnya perekonomian Kalsel selama periode tersebut.
"Kondisi ini menuntut kita agar dapat memanfaatkan keuntungan dari lonjakan harga batubara untuk diinvestasikan ke sumber daya manusia dan energi alternatif," kata ekonom jebolan Universitas Birmingham Inggris itu.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Kalimantan Selatan pada Maret 2022 mencapai US$1,26 miliar naik 52,07 persen dibandingkan Februari 2021. Pada triwulan I tahun ini (Januari-Maret 2022) ekspor Kalsel meningkat 65,79 persen dibanding periode yang sama tahun 2021.
Peningkatan ekspor Kalsel tersebut didorong oleh lonjakan harga batubara di pasar global seiring dengan kenaikan harga minyak dan gas bumi dunia pada 2021 dan eskalasi perang Rusia-Ukraina saat ini.
Sebagai gambaran Harga Acuan Batubara (HAB) yang ditetapkan Menteri ESDM pada bulan April sebesar US$288,40 per ton, naik 3,80 kali lipat dibandingkan Januari 2021.
Berdasarkan kode Harmonized System (HS) 2 digit, sebanyak 79,47 persen nilai ekspor Kalsel di triwulan I 2022 berasal dari kelompok bahan bakar mineral (HS 27), yakni sebesar US$2,09 miliar atau sekitar Rp30 triliun. Sementara ekspor bahan bakar mineral pada tahun 2021 mencapai US$7,01 naik 1,77 kali lipat dibandingkan 2020.
Baca juga: Ekspor perdana sarang burung walet Kalsel tembus 1,25 miliar
Baca juga: GAPKI Kalsel hormati kebijakan larangan ekspor CPO dan turunannya