New York (ANTARA) - Wall Street melemah tajam pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena aksi jual berkelanjutan pada saham teknologi menyeret pasar secara luas lebih rendah dengan investor membuang Big Tech dan saham pertumbuhan lainnya dalam menghadapi kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah.
Indeks Dow Jones Industrial Average terperosok 323,54 poin atau 0,94 persen, menjadi menetap di 34.002,92 poin. Indeks S&P 500 terpangkas 56,58 poin atau 1,30 persen, menjadi berakhir di 4.300,46 poin. Indeks Komposit Nasdaq ditutup anjlok 311,21 poin atau 2,14 persen, menjadi 14.255,48 poin.
Sembilan dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di wilayah negatif, dengan sektor teknologi dan jasa komunikasi masing-masing merosot 2,36 persen dan 2,11 persen, memimpin penurunan. Sementara itu, sektor energi terangkat 1,63 persen, menjadikannya kelompok dengan kinerja terbaik.
Baca juga: Wall Street dibuka lebih rendah
Penutupan S&P 500 dan Nasdaq adalah yang terendah sejak Juli. Indeks S&P 500 kini telah jatuh sekitar 5,0 persen dari rekor penutupan tertinggi pada 2 September. Namun, lebih dari setengah saham S&P 500 telah turun 10 persen atau lebih dari level tertinggi 52 minggu, termasuk 71 saham yang turun lebih dari 20 persen.
Apple, Microsoft, Amazon dan Alphabet, empat perusahaan paling berharga di pasar saham AS, masing-masing terpuruk lebih dari 2,0 persen.
Facebook, perusahaan kelima yang paling berharga, merosot hampir 5,0 persen setelah aplikasi dan platform berbagi foto Instagram tak berfungsi untuk jutaan penggunanya, menurut situs pelacakan pemadaman Downdetector.com.
“Untuk Big Tech, ini adalah hal jangka pendek hingga menengah, bagian dari proses koreksi. Suku bunga jelas terlalu rendah, sebagian besar karena kebijakan bank sentral, dan sekarang karena investor mengantisipasi kebijakan tersebut dicabut kembali, suku bunga bergerak mendekati nilai riilnya,” kata Jack Ablin, kepala investasi di Cresset Wealth Advisors di Palm Beach, Florida.
Imbal hasil pemerintah AS naik karena investor khawatir tentang kurangnya perbaikan plafon utang di Kongres AS dan menantikan rilis data ketenagakerjaan September minggu ini, yang dapat membuka jalan bagi pengurangan pembelian aset Federal Reserve.
Presiden Joe Biden mengatakan dia tidak dapat menjamin pemerintah tidak akan melanggar batas utang 28,4 triliun dolar AS kecuali Partai Republik bergabung dengan Demokrat dalam pemungutan suara untuk menaikkannya, karena Amerika Serikat menghadapi risiko gagal bayar bersejarah hanya dalam dua minggu.
Data terbaru menunjukkan peningkatan belanja konsumen, percepatan aktivitas pabrik dan pertumbuhan inflasi yang meningkat telah memicu spekulasi bahwa Federal Reserve dapat mulai memperketat kebijakan moneter akomodatifnya lebih cepat dari yang diperkirakan.
Indeks-indeks utama Wall Street terpukul pada bulan September, dilanda kekhawatiran termasuk nasib rancangan undang-undang belanja infrastruktur besar-besaran dan kehancuran China Evergrande Group yang terlilit hutang.
Menakutkan investor lebih lanjut, Presiden Federal Reserve St. Louis James Bullard memperingatkan bahwa inflasi dapat tetap tinggi untuk beberapa waktu.
Beberapa kantong pasar menikmati lonjakan, dengan indeks energi dan utilitas S&P 500 keduanya menguat.
Saham Merck & Co naik 2,1 persen. Saham Merck juga naik pada Jumat (1/10/2021) di tengah berita bahwa perusahaan sedang mengembangkan obat antivirus oral pertama untuk COVID-19.
Tesla Inc menguat 0,8 persen setelah pembuat kendaraan listrik itu melaporkan rekor pengiriman kuartalan yang mengalahkan perkiraan.
Negosiator perdagangan AS Katherine Tai berjanji untuk mulai melepaskan beberapa tarif yang dikenakan oleh mantan Presiden Donald Trump pada barang-barang dari China, sambil menekan Beijing dalam pembicaraan "terang-terangan" dalam beberapa hari mendatang atas kegagalannya untuk menepati janji yang dibuat dalam kesepakatan perdagangan Trump dan mengakhiri kebijakan industri yang berbahaya.