Kementerian Dalam Negeri telah membatalkan sebanyak 2.000 Peraturan Daerah di seluruh wilayah Indonesia selama 2002-2010 karena dinilai menghambat investasi dan bertentangan dengan undang-undang di atasnya.
"Pada 2002 hingga 2009, Kemendagri telah menyeleksi ribuan perda dan hasilnya sebanyak 1.033 perda dibatalkan," kata Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Saut Situmorang usai pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin dan Rudy Resnawan di Banjarmasin, Minggu.
Menurut dia, seleksi tersebu, kembli dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk mengejar program seratus hari, dan hasilnya selama 2010 sebanyak 760 Perda yang tersebar di seluruh Indonesia kembali dibatalkan.
"Sekarang masih terdapat ribuan Perda yang masih dalam proses seleksi dan diperkirakan yang akan dibatalkan juga masih banyak," katanya.
Pembatalan perda tersebut, kata dia, antara lain karena perda itu dinilai telah menghambat investasi, seperti yang terjadi di salah satu daerah yang mewajibkan kontraktor pembangunan harus setor hingga puluhan juta rupiah untuk ikut lelang.
Padahal kata dia, sesuai undang-undang, untuk ikut lelang kontraktor hanya diminta untuk membayar ganti foto copy berkas.
"Kalau yang harus difotokopi seratus lembar dan per lembarnya Rp100, maka kontraktor hanya membayar Rp10 ribu, begitu seterusnya," katanya.
Sedangkan yang terjadi di salah satu daerah, kontraktor wajib membayar hingga puluhan juta rupiah dan itu masuk dalam perda.
Selain itu, kata dia, perda yang banyak dibatalkan adalah Perda terkait pajak dan retribusi daerah yang dinilai juga menghambat investasi.
Kepala Biro Hukum Kalsel Sugiono Yaji mengatakan, selama 2010 ada dua Perda Pemprov Kalsel yang dibatalkan Mendagri yaitu Perda nomor 4 tentang tarif angkutan sungai yang dianggap bertentangan dengan undang-undang di atasnya.
Selain itu, kata dia, adalah perda tentang larangan peredaran minuman keras dan beralkohol.
"Kalau untuk kabupaten dan kota berapa perda yang dibatalkan, kita belum melakukan pengecekan," katanya.
Gubernur Kalsel Rudy Ariffin mengatakan, pihaknya akan kembali mempelajari beberapa perda yang dinilai bertentangan dengan peraturan di atasnya.
Seperti Perda tentang penarikan retribusi di Bandara Syamsudin Noor yang akan dipermasalahkan pemerintah pusat.
"Tentang Perda tarif retribusi akan kita carikan jalan keluar terbaik, karena Pemprov Kalsel memiliki andil besar terhadap pendanaan pengembangan bandara tersebut," katanya.