Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 membuat banyak sektor memutar otak untuk terus berjalan. Tak terkecuali industri perfilman melalui festival film yang tahun ini banyak beralih ke platform digital atau daring (online).
Beberapa di antaranya termasuk European Union Film Festival (EUFF) di Indonesia (Europe on Screen) dan di beberapa negara lainnya.
Veronica Flora, kurator Festival Film EU di India mengatakan transisi ini cukup menantang, mengingat ia dan penyuka film di India sudah terbiasa untuk datang ke festival dan menonton film di teater secara langsung sebelum adanya pandemi.
"Tentu kita merindukan waktu ketika kita bisa menonton film bersama di layar lebar. Tapi, di sisi lain, kita harus bisa beradaptasi dengan situasi ini, bagaimana kita bisa mendulang partisipasi masyarakat selayaknya festival film luring," kata Veronica dalam diskusi virtual, Jumat (13/11) malam.
Sependapat dengan Veronica, kurator Festival Film EU (EUFF) di Zimbabwe, Roberta Wagner, mengatakan bahwa ini adalah tahun pertama baginya untuk menghelat festival film secara daring di negara tersebut.
Menurut Roberta, meski banyak tantangan, dengan banyaknya adaptasi dan perbedaan karakteristik antara kedua format festival, membuatnya dan tim mempelajari banyak hal baru.
"Saya belajar banyak hal, termasuk lebarnya kemungkinan yang bisa kita raih melalui festival film daring. Kita bisa menemukan cara hebat untuk dapat terhubung dengan dunia, dan berpikir lebih luas lagi; meskipun kita tidak bisa membagi emosi secara langsung," kata Roberta.
Lebih lanjut, wanita asal Jerman itu mengatakan bahwa mengubah pola pikir dan kebiasaan menghadiri festival daring memang memakan waktu. Namun, dengan pihaknya yang proaktif untuk berkomunikasi dengan masyarakat hingga kedutaan besar, akhirnya bisa mendorong untuk beralih sementara ke platform digital untuk menikmati festival film.
"Dengan online, ada kesempatan untuk terhubung ke dunia, apalagi buat pembuat film lokal untuk meraih banyak orang melalui sinema. Ini adalah sesuatu yang patut untuk dirayakan," ujar Roberta.
Bicara soal sineas lokal, selama empat tahun perhelatan EUFF di negara bagian selatan Afrika itu, Roberta mengatakan pihaknya telah melibatkan pembuat film di Zimbabwe untuk belajar soal film.
"Di dua tahun pertama kami menayangkan film-film dari Eropa dengan gaya penceritaan yang beragam, dan bisa menikmatinya dengan penyuka film di Zimbabwe," kata Roberta.
"Di tahun ketiga kami berubah dan mendukung industri film di sini, meliputi program pelatihan bagi pembuat film muda bersama para pakar film," ujarnya menambahkan.
Antusiasme
Ketika disinggung mengenai antusiasme penonton di negara masing-masing, yakni Zimbabwe dan India, baik Roberta dan Veronica sepakat bahwa masyarakat menyambut baik perhelatan festival film secara digital.
Bagi Roberta di Zimbabwe, masyarakat merasa senang dan bersemangat karena EUFF yang sudah berjalan empat tahun itu masih bisa berlangsung walaupun pandemi merebak.
Cara untuk dapat meraih minat dan agar bisa terhubung dengan masyarakat pun digencarkan melalui penggunaan media sosial. Roberta mengungkapkan, media sosial mereka dioptimalisasikan mulai tahun ini, dan hasilnya positif.
"Mereka merasa bersemangat karena ada sesuatu yang akan dihelat, dan bisa akses film di festival daring dengan platform yang profesional, ini sangat positif," kata Roberta.
"Transisinya dari secara fisik ke online, lewat pihak ketiga, memang kita perlu bekerja ke bagaimana meyakinkan dan membawa penonton ke pihak ketiga itu," ujarnya menambahkan.
Bicara tentang pihak ketiga, antusiasme dari penyedia platform digital pun sama tingginya. Dalam EUFF dan Europe on Screen, Festival Scope menjadi penyedia layanan festival film daring ini.
Festival Scope adalah situs khusus untuk mengadakan festival film secara daring yang sudah digunakan beberapa festival film internasional, seperti Venice.
Meski mudah, timbul kekhawatiran bagi pecinta film untuk menonton secara daring karena bisa saja terjadi pembajakan. Kekhawatiran ini pun dinilai wajar karena banyaknya orang yang begitu passionate dengan industri dan dunia perfilman.
Menurut Matthieu Eberhardt dari Festival Scope, platformnya telah dilindungi dengan sistem untuk mencegah pembajakan (pirating).
"Sehingga sistem kita aman, dan distributor pun bisa yakin bahwa online platform itu aman untuk menyajikan film," kata Matthieu.
Masa depan festival film
Tahun 2020 akan segera berganti ke tahun 2021. Dengan kebiasaan baru yang terbentuk, seperti misalnya menonton film dari rumah tanpa harus ke bioskop atau festival, tentu membuat masyarakat bertanya-tanya bagaimana prediksi festival film ke depannya.
Menanggapi hal ini, Veronica berharap festival film nantinya bisa berjalan beriringan antara luring dan daring. Menurutnya, festival film luring masih dinilai penting karena selain menghubungkan banyak orang dan emosi, juga ikut menggerakkan industri.
"Saya berharap kita bisa memiliki keduanya di masa depan. Bagaimana pun, festival film luring memiliki pengalaman tersendiri bagi penonton, dan bukan hanya itu, tapi juga ikut menggerakkan sinema dan bioskop (teater) pada umumnya," kata Veronica.
"Penting bagi kita agar bioskop (teater) tetap ada. Agar orang-orang bisa merasakan kedekatan dan humanity. Mungkin sekarang kita masih harus melakukannya daring dahulu, namun harapannya semoga pandemi cepat usai," imbuhnya.
Veronica yang bertugas di India pun mengatakan, bahwa pada dasarnya, festival film dihelat untuk menghubungkan orang-orang melalui sinema. Itu adalah kekuatan yang dimiliki oleh film, yaitu membuat orang-orang terhubung, terikat, dan tentu saja, bersenang-senang.
"Film membuat relasi dan pengalaman tersebut. Dan kami merasa terhormat bisa membuat banyak orang di seluruh dunia menemukan cinta itu, dan berkomunikasi melalui sinema, bukan hanya bagi film Eropa, namun juga film di dunia pada umumnya," kata wanita berdarah Italia itu.
Tantangan dan festival film bertransisi ke ranah digital
Sabtu, 14 November 2020 16:05 WIB