Melbourne (ANTARA) - Australia pada Minggu meminta China menanggapi ajakan bertemu untuk membahas sejumlah isu dagang dan menurunkan tensi antara dua negara tersebut.
Dua negara itu mulai bersitegang saat Canberra mendorong komunitas internasional menyelidiki asal muasal jenis baru virus corona (SARS-CoV-2), yang diyakini berasal dari Kota Wuhan, China.
Setelah adanya seruan dari Australia itu, China menunda impor daging sapi dari empat perusahaan pengolah utama di Negeri Kangguru. China juga berencana mengenakan tarif besar pada impor gandum Australia.
China pun menuduh Australia melakukan "trik yang picik".
Baca juga: Perjanjian ekonomi Indonesia-Australia CEPA berlaku 5 Juli 2020
Setelah adanya aksi balasan China, Canberra meminta Beijing untuk duduk bersama membahas masalah tersebut.
Saat wawancara dengan televisi Australian Broadcasting Corp (ABC), Minggu, Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham mengatakan pihaknya telah mengajak China membahas isu dagang antar dua negara.
"Ajakan itu belum dianggapi sampai saat ini," kata Birmingham pada tayangan ABC berjudul "Insiders". "Kami terbuka untuk berdiskusi, meskipun harus membahas masalah yang sulit," ujar dia.
Birmingham mengatakan Australia berhak mengadukan kebijakan China itu ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), khususnya jika Beijing mengenakan tarif pada gandum Australia.
Canberra dan Beijing bersitegang setelah China dituduh mencampuri urusan dalam negeri Australia. Sementara itu, Australia juga khawatir terhadap pengaruh China yang kian besar di kawasan Pasifik.
Baca juga: Jika pandemi belum selesai, Australia Open tahun depan dibatalkan
Usulan menyelidiki asal-usul SARS-CoV-2 banyak disuarakan ke publik saat Presiden Amerika Serikat banyak mengkritik China mengenai penanggulangan wabah. Trump mengatakan Beijing harus menghadapi konsekuensinya apabila China "menyadari mereka bertanggung jawab" terhadap pandemi tersebut.
Canberra mendesak penyelidikan terhadap pandemi, yang diyakini berasal dari pasar satwa liar di Kota Wuhan, China. Desakan itu secara politis tidak ditargetkan langsung ke Beijing.
Australia kemungkinan akan bergabung dengan negara lain untuk mendorong adanya penyelidikan mengenai COVID-19. Permintaan penyelidikan kemungkinan akan disuarakan saat Dewan Kesehatan Dunia bertemu pada minggu depan di Swiss untuk sidang tahunan pertama sejak pandemi COVID-19.
Dewan Kesehatan Dunia merupakan badan pembuat kebijakan dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
COVID-19 telah menjangkit lebih dari 4,6 juta jiwa dan menyebabkan lebih dari 310.000 orang meninggal dunia. Pandemi juga melumpuhkan kehidupan kota-kota besar dan membuat perekonomian terpuruk.
Australia sejauh ini berhasil menahan mengendalikan penyebaran virus dengan memberlakukan langkah cepat dan ketat seperti pemeriksaan yang masif dan aturan pembatasan sosial. Kebijakan itu tetap diberlakukan, meskipun membebani keuangan negara.
Australia, negara dengan populasi 25 juta jiwa, mencatat 7.036 orang tertular COVID-19. Dari angka itu, 98 orang meninggal dunia. Jumlah kematian di Australia jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan angka korban jiwa di kawasan Amerika Utara dan Eropa.
Sementara itu, pemerintah pada Sabtu menyebut lebih dari satu juta orang di Australia telah menjalani uji COVID-19.
Setelah jumlah pasien positif mulai turun, Australia mulai melonggarkan pembatasan sosial. Sebagian besar negara bagian memperbolehkan warga kembali berkumpul dan mengizinkan beberapa pub, mal, taman, dan pantai kembali dibuka setelah menjalani karantina selama beberapa minggu.
Sumber: Reuters
Australia minta China menanggapi ajakan bertemu bahas isu dagang
Minggu, 17 Mei 2020 16:29 WIB