Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Unit Tindak Pidana Korupsi Satuan Reserse Kriminal Polresta Banjarmasin, saat ini sedang melengkapi berkas dugaan korupsi terhadap tersangka mantan Direktur Utama Rumah Sakit Anshari Saleh (RSAS) Banjarmasin.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Banjarmasin, Kompol Afner Juwono Sik di Banjarmasin, Selasa mengatakan, saat ini pihaknya telah menetapkan mantan Direktur Utama RSAS Banjarmasin berinisial LM, menjadi tersangka.
Mantan Direktur Utama RSAS itu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tambah daya listrik di rumah sakit tersebut, sejak 16 Desember 2013.
Bukan itu saja, LM juga dikenakan wajib lapor seminggu dua kali pada Senin dan Kamis, itu dimaksudkan agar tersangka selalu dalam pengawasan pihak kepolisian.
Dalam kasus ini, penyidik juga sudah melakukan pengirimi berkas acara pemeriksaan tahap 1 ke Kejaksaan Negeri Banjarmasin, namun dikembalikan atau P19 dengan petunjuk-petunjuk yang harus dilengkapi dalam berkas tersebut.
Berkas dugaan korupsi yang dilakukan LM itu harus P19 dikarekan ada syarat materil maupun formil yang harus segera dilengkapi penyidik agar nantinya proses hukum bisa berjalan dengan baik.
"Kita saat ini sedang melengkapi berkas tersebut, sesuai dengan arahan dan petunjuk dari pihak kejaksaan, mungkin dalam waktu dekat ini, berkas tersebut akan kita serahkan lagi kepihak Kejaksaan," ucapnya.
Dikatakan, apabila nanti saat berkas itu dikembalikan ke Kejaksaan dan dinyatakan lengkap, maka selanjutnya tahap II, dimana penyidikan akan menyerahkan tersangka dan barang bukti dari dugaan korupsi tersebut.
Afner terus mengatakan, kasus ini bermula dari kinerja dilapangan pihak Unit Tindak Pidana Korupsi Polresta Banjarmasin melakukan penyelidikan proyek pengadaan tambah daya listrik di RSAS Banjarmasin.
Diketahui dari penyelidikan itu dan dari hasil pengumpulan bahan keterangan serta data yang diperoleh dilapangan, terlihat adanya mark up atau penyelewengan dana yang telah dianggaran dalam proyek tersebut.
Untuk data pengadaan tambah daya listrik tahap pertama di RSAS, diketahui dari 146 KVA menjadi 197 KVA dengan anggaran sebesar Rp 27.575.000. Namun yang dibayarkan ke pihak PLN hanya sebesar Rp 25.575.000 sehingga terjadi selisih sekitar Rp 2.000.000 dan dari selisih itu diperkirakan adanya dugaan korupsi.
Selanjutnya pengadaan daya tahap kedua, dari 197 KVA menjadi 555 KVA dengan nilai kontrak sebesar Rp 304.300.000, namun yang dibayarkan kepihak PLN hanya sebesar Rp 180.790.000 sehingga terjadi selisih sekitar Rp 123.510.000.
Atas adanya selisih itu, maka kasus yang menggunakan anggaran APBD 2011 terus berlanjut, hingga ke proses hukum yang lebih tinggi, dan dari hasil pemeriksaan BPKP terdapat kerugian negara sekitar Rp 300 juta, demikian Afner.