Barabai (ANTARA) - Tiga Penari wanita berlakon sebagai simbolik dari pohon-pohon dari kehijauan bukit Meratus yang dieksploitasi oleh tangan-tangan serakah dan tak bertanggungjawab yang digambarkan dengan penari laki-laki yang menggergaji dan menebang kehijauan meratus.
Hingga menyebabkan satwa-sastwa langka seperti burung dan orang utan kehilangan tempat tinggal, termasuk masyarakat asli suku dayak Meratus yang kehilangan tanahnya, hingga berdampak ke seluruh kota khususnya di Hulu Sungai Tengah (HST) dan Kalsel umumnya.
Bila Meratus telah tiada, maka hilanglah juga ritual-ritual adat masyarakat Meratus seperti Aruh Adat batandik dan babangsai yang digambarkan dalam beberapa adegan tarian dalam seni pertunjukkan tersebut.
Endingnya, para penonton diajak untuk membayangkan apabila Meratus telah tiada, maka dampak bencana yang mengerikan akan terjadi di masa depan.
Itulah pemandangan yang disuguhkan sekelompok seniman dari HST di Panggung Terbuka Bachtiar Sanderta Taman Budaya Provinsi Kalimantan Selatan pada Gelar Pesona Budaya Banjar, yang dikemas oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan UPTD Taman Budaya Provinsi Kalsel, Minggu malam (29/9).
Diiringi perpaduan alat musik tradisional dan modern, seperti Kanung, babun, bedug, panting, simbal, tamborin, kulipat, bas dan biola, kolaborasi para seniman yang tergabung dalam binaan Dewan Kesenian Kabupaten (DKK) HST ini sukses menampilkan pertunjukan seni berjudul Rag Rag Guy dan berhasil memukau ratusan pasang mata penonton yang memadati lokasi tempat pertunjukan.
Rama Darussalam yang merupakan ide lelakon pertunjukan seni ini mengatakan, pihaknya mencoba menyuguhkan pertunjukan seni kontemporer tari berlakon dengan mengambil tema Save Meratus yang saat ini digaungkan oleh masyarakat di HST.
"Bukit Meratus adalah paru-paru dunia yang tersisa, yang kini masih dipertahankan keberadaannya di Kalsel khususnya di HST. Di mana di dalamnya terdapat kekayaan budaya adat leluhur dan sekaligus penyeimbang kehidupan sebagai alam hutan tropis yang tersisa dan sepatutnya kita jaga bersama sehingga kekayaan warisan leluhur ini tidak hilang," ujar Rama saat setelah penampilannya selesai.
Pemilik Sanggar Kumbang Banaung HST ini, juga mengatakan bahwa bagaimana jika bukit Meratus dieksploitasi, apa yang terjadi dengan budaya dan alam kehijauan yang ada di hunjurannya.
"Apakah masih bisa menjadi penyeimbang kehidupan sebagai benteng terakhir menghindari bencana yang terjadi kelak akan menimpa anak cucu kita di masa depan," katanya.
Oleh karena itu melalui pertunjukkan seni ini, pihaknya menggambarkan kearifan lokal, adat budaya dan alam kehidupan yang ada di perbukitan Meratus HST yang harus selalu dijaga.
Sementara itu, ketua harian DKK HST, A Yani yang secara langsung menyaksikan penampilan seniman binaannya mengungkapkan rasa terima kasih dengan adanya kesempatan yang diberikan pihak Taman Budaya kepada DKK HST untuk tampil berpartisipasi dalam rangkaian acara Gelar Budaya Banjar tersebut.
"Kami merasa bangga dan sangat berterima kasih sekali karena ini merupakan momen yang bisa dimanfaatkan rekan-rekan pegiat seni pertunjukan untuk menunjukkan eksistensinya sekaligus membawa nama daerah dan DKK sendiri," ungkapnya.
Pegiat seni yang juga saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan Kabupaten HST ini juga mengapresiasi kepada para seniman yang telah menyajikan pertunjukan apik membawa isu penyelamatan meratus dalam garapannya.
"Terima kasih untuk pertunjukkan kolaborasi para maestro seni, yang tampil memukau membawa isu penyelamatan meratus. Dan ini sebuah bukti bahwa seluruh eleman masyarakat HST saat ini berusaha bersama-sama menyuarakan save meratus dan menolak segala bentuk eksploitasi pegunungan meratus," ujar.