Jakarta (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta tetap merekomendasikan pembongkaran pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta meski beberapa pulau sudah terbangun, seperti Pulau C, D, G, N.
"Sebenarnya ada dua pilihan, dibongkar atau dijadikan ruang terbuka hijau (RTH). Tetapi, kami tetap usulkan dibongkar," kata Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi di Jakarta, Senin.
Hal tersebut disampaikan menanggapi diterbitkannya izin mendirikan bangunan (IMB) oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Pulau D, salah satu pulau hasil reklamasi.
Alasan pulau reklamasi itu harus dibongkar, kata dia, karena tidak ada jaminan jika dijadikan sebagai RTH ke depannya akan terus bertahan sesuai fungsinya tersebut.
Tubagus menyampaikan langkah pertama yang harus dilakukan secara tegas adalah menghentikan segala aktivitas di pulau reklamasi dan aktivitas reklamasi.
"Jangan takut keterlanjuran untuk tidak dibongkar. Kita cenderung (menganggap) ini terlanjur, bisa rugi atau apa. Tetapi, kalau urusan negara harus tegas," katanya.
Apalagi, kata dia, menyangkut lingkungan hidup di DKI Jakarta, terutama di bagian utara Ibu Kota karena selama ini terpantau kondisinya semakin memburuk.
Selain itu, Tubagus mengingatkan konsep reklamasi Teluk Jakarta harus dihapuskan dalam segala kebijakan tata ruang, baik di tingkat pusat maupun daerah.
"Kalau (reklamasi) masih ada di seluruh kebijakan ruang, akan jadi persoalan lagi. Reklamasi harus ditarik karena akar masalahnya di situ. Tidak jelas arahnya ke mana, tetapi diberikan ruang," katanya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan tidak akan membongkar bangunan yang sudah berdiri di tanah reklamasi di Teluk Jakarta.
Dalam keterangan tertulisnya, Anies menyebutkan para pengembang telah membangun sekitar seribu unit rumah tanpa IMB yang dibangun pada periode 2015-2017 berdasarkan Pergub 206/2016.
"Pergub 206/2016 itulah yang jadi landasan hukum bagi pengembang untuk membangun. Bila saya mencabut Pergub itu, agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya, lalu membongkar bangunan tersebut maka yang hilang bukan saja bangunannya tapi kepastian atas hukum juga jadi hilang," katanya.
Apabila pergub itu dicabut, kata dia, masyarakat, khususnya dunia usaha akan kehilangan kepercayaan pada peraturan gubernur dan hukum karena pernah ada preseden seperti itu.*