Amuntai, (Antaranews Kalsel) - Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan menargetkan bisa menuntaskan masalah pernikahan dini atau perkawinan anak tahun 2022 melalui berbagai program yang kini terus digalakkan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) GustI Iskandariah di Amuntai Senin mengatakan kini pihaknya gencar melakukan sosialisasi tentang larangan pernikahan anak.

Sosialisasi dilakukan bekerja sama dengan tenaga penyuluh keluarga berencana dan penyuluh agama, yang selama menjadi ujung tombak penyampaian informasi kepada masyarakat.

Sosialisasj juga dilakukan melalui kerja sama dengan dinas komunikasi dan informatika dengan menayangkan informasi mengenai Undang-Undang dan bahaya perkawinan usia anak di Kominfo TV, website dan media sosial.

"Kita menargetkan di Kabupaten HSU sudah tidak ada lagi perkawinan usia anak pada tahun 2022," katanya.

Saat ini, pernikahan anak di kabupaten HSU berada di peringkat 10 terendah dibandingkan 12 kabupaten/kota di Kalsel.

Peringkat tersebut, jauh menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya, di mana tingkat pernikahan anak di HSU berada diurutan tertinggi.

Menurut Gusti, hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui ancaman pidana bagi orang tua yang mengawinkan anak di bawah usia 18 tahun.

"Kasus perkawinan usia anak yang sering kami temukan di lapangan, disebabkan stigma sosial, tekanan ekonomi dan pengaruh informasi, padahal ada ancaman pidana jika mengawinkan anak dibawah usia 18 tahun, hanya saja banyak warga belum mengetahuinya ," ujar Gusti.

Menurut dia, selain mengubah stigma sosial yang mempengaruhi tingginya perkawinan usia anak, juga pengaruh teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih memunculkan masalah pornografi dan pergaulan bebas.

"Sebenarnya kami bisa saja menerapkan ancaman pidana, namun lebih baik melakukan pendekatan kepada para orang tua dan pembinaan melalui lembaga konsultasi yang dimiliki DPPPA maupun kemenag dan dinas kesehatan," katanya.

Gusti menjelaskan, dampak negatif pernikahan usia anak seperti, kesiapan mental anak yang belum siap, dampak buruk bagi kesehatan, kualitas anak tidak terjamin.

Sebelumnya, Kepala bidang kualitas keluarga dan sistem informasi DPPPA Kalimantan Selatan (Kalsel) Ismiyati Rukyaningsih mengungkapkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka perkawinan usia anak di Kalsel tertinggi se Indonesia.

"Indonesia tertinggi kedua di Asia Tenggara sesudah Kamboja, dan Kalsel menjadi penyumbang tertinggi untuk perkawinan usia anak di Indonesia," katanya.

Pihak DPPPA Kalsel melakukan penelitian bahwa penyebab tingginya angka perkawinan usia anak di Kalsel disebabkanmasalah kemiskinan, pola asuh.

Selain itu, budaya dan teknologi informasi yang mudah diperoleh sehingga memudahkan akses fornografi yang mengakibatkan terjadinya seks bebas dikalangan remaja.

Ismiyati mengatakan, DPPPA Kalsel melakukan `Roadshow` ke 13 kabupaten/kota untuk melakukan pelatihan tenaga penyuluh dan sosialisasi kepada tokoh agama dan masyarakat.

Pihaknya juga mengajak pejabat Pemda, tokoh ulama dan masyarakat, LSM dan media setempat menandatangani deklarasi komitmen dan dukungan dalam upaya mencegah perkawinan usia anak.

"Semua pihak harus bekerja sama dan menunjukkan kepedulian serta komitmen untuk menekan angka perkawinan usia anak ini," tandasnya.

Ismiyati mengapresiasi berbagai upaya yang dilakukan Pemkab HSU, melalui DPPPA untuk upaya pemenuhan dan perlindungan anak dan keluarga dengan mewujudkan Kabupaten Layak Anak, membentuk Pusat Konseling Keluarga (Puspaga) dan lainnya.


 

Pewarta: Eddy Abdillah

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018