Wakil Wali Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Hj Ananda menyatakan penting sistem pelayanan publik yang berempati, tidak hanya mengedepankan kecanggihan teknologi, tapi tetap ada sentuhan manusia.

Ananda pada kegiatan program edukasi pengembangan SDM di bidang layanan publik berbasis digital yang digelar di Aula Kayuh Baimbai, Senin, menyatakan, di tengah sistem serba otomatis, pemerintah tak boleh kehilangan sisi kemanusiaan.

"Sekarang hampir semua bisa diselesaikan dari ujung jari. Tapi di balik semua kemudahan itu, ada satu hal yang tidak boleh hilang: sentuhan manusia," ujarnya.

Menurut dia, pelayanan publik digital bukan hanya tentang efisiensi, tetapi juga tentang hubungan. 

Ananda bahkan menyebut masyarakat sebagai “bestie” atau teman yang perlu dirangkul, bukan sekadar dilayani.

Baca juga: Pemkot Banjarmasin raih tiga penghargaan pelayanan publik
 

"Mereka bukan robot. Mereka sahabat kita, warga kota kita, atau kalau kata anak muda sekarang, bestie kita. Teknologi bisa menciptakan sistem yang sempurna, tapi hanya manusia yang bisa menciptakan hubungan yang bermakna," ujarnya.

Sebagaimana dalam tema kegiatan ini, kata Ananda, "Service Excellent di Era Digital: Menghadirkan sentuhan manusia dalam teknologi", karena semua harus melihat ulang esensi pelayanan. 

Ananda membagikan pengalaman pribadinya semasa menjadi pramugari haji Garuda Indonesia.

"Dari situ saya belajar bahwa pelayanan sejati lahir dari empati, bukan sekadar kecepatan," ujarnya.

Baca juga: Banjarmasin bangun sistem pengadaan tutup celah korupsi
 

"Waktu itu saya belajar bahwa pelayanan bukan cuma soal keterampilan, tapi soal hati. Dari situ saya sadar, kadang warga tak butuh solusi cepat, mereka hanya ingin didengarkan," ucapnya.

Ananda menyatakan pentingnya mengubah pola komunikasi dalam pelayanan publik.

"Kita ubah kata ‘tidak tahu’ menjadi ‘sebentar, saya bantu carikan informasinya’, dan ‘tidak bisa’ menjadi ‘saya bantu carikan solusinya’. Satu kalimat kecil bisa membuat warga merasa dihargai," ujarnya.

Dia menuturkan, pelayanan publik berbasis digital harus tetap mengandung empati. Walau chatbot dan aplikasi bisa menjawab cepat, interaksi manusia tetap menjadi faktor kunci.

"Di dunia yang serba otomatis, satu-satunya hal yang tidak bisa digantikan mesin adalah perasaan manusia. Karena masyarakat bukan objek pelayanan, mereka adalah partner kita dalam membangun kota," demikian ucap Ananda.
 

Pewarta: Sukarli

Editor : Mahdani


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2025