Dr. Amalia Rezeki, dosen muda berprestasi dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yang dikenal sebagai penyelamat satwa endemik Pulau Kalimantan, bekantan bicara proyek solusi berbasis alam pada Forum Atmos Talk 2024 di Kuala Lumpur.
"Melalui forum ini diharapkan muncul solusi terhadap upaya mitigasi perubahan iklim global, khususnya yang berfokus pada sektor kehutanan berbasis lahan," kata Amel, sapaan akrab Amalia Rezeki kepada ANTARA di Banjarmasin, Selasa.
Baca juga: Gubernur Kalsel Apresiasi Bank Kalsel berikan layanan kepada penyandang disabilitas
Bertempat di Kuala Lumpur, pada forum internasional dengan tema "Insight From Nature Based Solution Project in Malaysia and Opportunies for Climate Technology” itu Amel memaparkan materi wawasan pendekatan kolaborasi dari program restorasi mangrove dan konservasi keanekaragaman hayati di Kalimantan Selatan.
Dia menyebut urbanisasi dan pembangunan yang pesat di Asia Tenggara telah mempengaruhi keragaman hayati yang tinggi dan ekosistemnya yang unik.
Kemudian secara langsung melalui penggunaan lahan hutan untuk pembangunan infrastruktur dan secara tidak langsung melalui jejak ekologis.
Adapun urgensi hal itu berupa tantangan sosial ekologis global terutama krisis keanekaragaman hayati dan iklim.
Baca juga: SBI "banjir" ucapan dari dunia saat satu dasawarsa Hari Bekantan
"Untuk itu diperlukan perubahan transformasional di Asia Tenggara guna mengatasi perubahan iklim sekaligus menghasilkan dampak sosial dan ekonomi yang positif," tutur peraih Kalpataru 2022 dan ASEAN Youth Eco-champions Award (AYECA) 2019 itu.
Forum Atmos Talk 2024 yang diselenggarakan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Malaysia bekerja sama dengan “Fairatmos“, yaitu sebuah perusahaan teknologi iklim terkemuka di dunia yang berbasis di Asia Tenggara.
Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hermono menyampaikan terima kasih atas kesediaan Amalia Rezeki dapat menghadiri sekaligus menjadi narasumber pada acara diskusi Forum Atmos Talk 2024.
Dia pun mengapresiasi terhadap upaya pelestarian bekantan (Nasalis larvatus) serta memulihkan ekosistem lahan basah khususnya mangrove riparian yang dilakukan Amalia Rezeki dan timnya di Indonesia.
Baca juga: Mahasiswa Newcastle University ikut sekolah konservasi di Pulau Curiak
"Amel adalah pegiat lingkungan di Kalimantan Selatan yang melaksanakan program restorasi mangrove dan telah berhasil memulihkan ekosistem lahan basah di kawasan Pulau Curiak di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan tempat habitat bekantan di luar kawasan konservasi," ujarnya.
Pada forum ini turut hadir beberapa pembicara utama seperti Dr. Hartini binti Nasir selaku Wakil Menteri Bidang Perubahan Iklim Kementerian Sumber Daya Alam dan Keberlanjutan Lingkungan Hidup Malaysia dan Natalia Rialucky selaku CEO and Founder of Fairatmos.
Adapun pembicara dari kalangan akademisi Prof. Azlizam Azis selaku Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Putra Malaysia.
Kemudian dari profesional Dr. Wei-nee Chen selaku Bursa Carbon Exchange, Dr. Renard Siee dari Yinson Holdings Berhad dan Tan Sri Nazir Razak selaku Ketua Dewan Bisnis Malaysia Indonesia.
Baca juga: Angkasa Pura I tanam ratusan mangrove rambai di Pulau Curiak
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024
"Melalui forum ini diharapkan muncul solusi terhadap upaya mitigasi perubahan iklim global, khususnya yang berfokus pada sektor kehutanan berbasis lahan," kata Amel, sapaan akrab Amalia Rezeki kepada ANTARA di Banjarmasin, Selasa.
Baca juga: Gubernur Kalsel Apresiasi Bank Kalsel berikan layanan kepada penyandang disabilitas
Bertempat di Kuala Lumpur, pada forum internasional dengan tema "Insight From Nature Based Solution Project in Malaysia and Opportunies for Climate Technology” itu Amel memaparkan materi wawasan pendekatan kolaborasi dari program restorasi mangrove dan konservasi keanekaragaman hayati di Kalimantan Selatan.
Dia menyebut urbanisasi dan pembangunan yang pesat di Asia Tenggara telah mempengaruhi keragaman hayati yang tinggi dan ekosistemnya yang unik.
Kemudian secara langsung melalui penggunaan lahan hutan untuk pembangunan infrastruktur dan secara tidak langsung melalui jejak ekologis.
Adapun urgensi hal itu berupa tantangan sosial ekologis global terutama krisis keanekaragaman hayati dan iklim.
Baca juga: SBI "banjir" ucapan dari dunia saat satu dasawarsa Hari Bekantan
"Untuk itu diperlukan perubahan transformasional di Asia Tenggara guna mengatasi perubahan iklim sekaligus menghasilkan dampak sosial dan ekonomi yang positif," tutur peraih Kalpataru 2022 dan ASEAN Youth Eco-champions Award (AYECA) 2019 itu.
Forum Atmos Talk 2024 yang diselenggarakan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Malaysia bekerja sama dengan “Fairatmos“, yaitu sebuah perusahaan teknologi iklim terkemuka di dunia yang berbasis di Asia Tenggara.
Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hermono menyampaikan terima kasih atas kesediaan Amalia Rezeki dapat menghadiri sekaligus menjadi narasumber pada acara diskusi Forum Atmos Talk 2024.
Dia pun mengapresiasi terhadap upaya pelestarian bekantan (Nasalis larvatus) serta memulihkan ekosistem lahan basah khususnya mangrove riparian yang dilakukan Amalia Rezeki dan timnya di Indonesia.
Baca juga: Mahasiswa Newcastle University ikut sekolah konservasi di Pulau Curiak
"Amel adalah pegiat lingkungan di Kalimantan Selatan yang melaksanakan program restorasi mangrove dan telah berhasil memulihkan ekosistem lahan basah di kawasan Pulau Curiak di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan tempat habitat bekantan di luar kawasan konservasi," ujarnya.
Pada forum ini turut hadir beberapa pembicara utama seperti Dr. Hartini binti Nasir selaku Wakil Menteri Bidang Perubahan Iklim Kementerian Sumber Daya Alam dan Keberlanjutan Lingkungan Hidup Malaysia dan Natalia Rialucky selaku CEO and Founder of Fairatmos.
Adapun pembicara dari kalangan akademisi Prof. Azlizam Azis selaku Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Putra Malaysia.
Kemudian dari profesional Dr. Wei-nee Chen selaku Bursa Carbon Exchange, Dr. Renard Siee dari Yinson Holdings Berhad dan Tan Sri Nazir Razak selaku Ketua Dewan Bisnis Malaysia Indonesia.
Baca juga: Angkasa Pura I tanam ratusan mangrove rambai di Pulau Curiak
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024