Banjarmasin (Antaranews Kalsel ) - Komisi II DPRD Kalimantan Selatan bersama petani, pedagang, dan industri rotan Kalimantan atau Pepirka kembali membahas masalah ekspor rotan, terutama berkaitan dengan larangan menjual ke luar negeri komoditas tersebut.
Pembahasan larangan ekspor rotan atau Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2011 juga bersama pejabat instansi terkait tingkat provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin, Rabu.
Dalam pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi II bidang ekonomi dan keuangan DPRD Kalsel Suwardi Sarlan itu, Sekjen Pepirka Irwan Riyadi mengatakan, larangan ekspor rotan membuat petani komoditas tidak bersemangat untuk menanam atau berusaha mata dagangan tersebut.
Selain itu, bisa berdampak pada ekonomi kerakyatan serta pendatan daerah, dan bahkan dapat mempengaruhi penerimaan devisa negara, karena larangan ekspor rotan yang merupakan hasil hutan ikutan.
Padahal jika tidak ada larangan ekspor rotan banyak mendatangkan dampak positif, antara lain hutan bisa terjaga dari kebakaran, karena petani rotan akan menjaga tanamannya itu dengan sebaik-baiknya, dan pada gilirannya hutan pun dapat terhindar dari kebakaran.
Dampak positif lain dengan terbukanya kran ekspor rotan, bukan saja lingkungan hidup bisa lestari, tetapi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar, terutama petani rotan dapat meningkat.
"Bahkan dengan ekspor rotan akan menambah pendapatan asli daerah, serta penerimaan devisa negara," katanya seraya meminta kran ekspor ke RRC, Hongkong, Taiwan, Singapora dan Malaysia harus ditutup, kecuali ke Eropah dan Amerika Serikat (USA).
Sementara Ketua Pepirka Muhammad Nirwandi meyakini kalau kran ekspor rotan terbuka akan bisa mendatangkan pendapatan daerah minimal Rp150 miliar/tahun dan devisa negara Rp300 miliar/tahun.
Karenanya, Komisi II DPRD Kalsel bersama Pepirka kembali akan mendatangi kementerian terkait di Jakarta, antara lain Kementerian Perdangan, Kementerian Perindustrian serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk membicarakan masalah ekspor rotan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017
Pembahasan larangan ekspor rotan atau Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2011 juga bersama pejabat instansi terkait tingkat provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin, Rabu.
Dalam pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi II bidang ekonomi dan keuangan DPRD Kalsel Suwardi Sarlan itu, Sekjen Pepirka Irwan Riyadi mengatakan, larangan ekspor rotan membuat petani komoditas tidak bersemangat untuk menanam atau berusaha mata dagangan tersebut.
Selain itu, bisa berdampak pada ekonomi kerakyatan serta pendatan daerah, dan bahkan dapat mempengaruhi penerimaan devisa negara, karena larangan ekspor rotan yang merupakan hasil hutan ikutan.
Padahal jika tidak ada larangan ekspor rotan banyak mendatangkan dampak positif, antara lain hutan bisa terjaga dari kebakaran, karena petani rotan akan menjaga tanamannya itu dengan sebaik-baiknya, dan pada gilirannya hutan pun dapat terhindar dari kebakaran.
Dampak positif lain dengan terbukanya kran ekspor rotan, bukan saja lingkungan hidup bisa lestari, tetapi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar, terutama petani rotan dapat meningkat.
"Bahkan dengan ekspor rotan akan menambah pendapatan asli daerah, serta penerimaan devisa negara," katanya seraya meminta kran ekspor ke RRC, Hongkong, Taiwan, Singapora dan Malaysia harus ditutup, kecuali ke Eropah dan Amerika Serikat (USA).
Sementara Ketua Pepirka Muhammad Nirwandi meyakini kalau kran ekspor rotan terbuka akan bisa mendatangkan pendapatan daerah minimal Rp150 miliar/tahun dan devisa negara Rp300 miliar/tahun.
Karenanya, Komisi II DPRD Kalsel bersama Pepirka kembali akan mendatangi kementerian terkait di Jakarta, antara lain Kementerian Perdangan, Kementerian Perindustrian serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk membicarakan masalah ekspor rotan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017