Komisi IV Bidang Kesra Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Selatan (Kalsel) berharap 20 persen "mandatory spending'" maksimalkan untuk fungsi pendidikan.

Sekretaris Komisi IV Firman Yusi saat dikonfirmasi di Banjarmasin, Selasa, menyatakan berkonsultasi dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Ditjen PAUD Dikdasmen Kemendikbudristek) Republik Indonesia.

Ia menegaskan Komisi IV serta anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kalsel berharap pemerintah provinsi (Pemprov) setempat agar memperhatikan mandat anggaran 20 persen benar-benar sepenuhnya hanya untuk fungsi pendidikan.

“Karena kita melihat sesungguhnya problem-problem pendidikan di Kalsel masih banyak yang harus sama-sama diselesaikan, salah satunya melalui dukungan anggaran. Jadi  kami mau Pemprov lebih fokus kepada membiayai fungsi pendidikannya," tegas Firman.

Menurut wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel V/Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Balangan dan Kabupaten Tabalong itu, persoalan kemudian apakah APBD membiayai urusan pendidikan, DPRD barangkali sepakat, tetapi fungsi pendidikan sendiri agar tetap 20 persen.

Ia menambahkan, harapan Komisi IV bukan tanpa alasan, yaitu keinginan kuat penggunaan anggaran penuh untuk fungsi pendidikan dalam rangka percepatan capaian, mengingat saat ini rata-rata lama bersekolah masyarakat Kalsel 8,3 tahun yang artinya penduduk Kalsel tidak tamat Sekolsh Menengah Pertama (SMP.).

"Oleh karena itu, agar Kementerian Pendidikan bisa terlibat langsung dalam proses evaluasi APBD Provinsi Kalsel,"  harap alumnus Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin yang berkampus di Banjarbaru tersebut.

Kemudian terkait implementasi kurikulum merdeka dalam kebijakan merdeka belajar, Anggota Komisi IV H. Abd. Hasib Salim mengatakan, saat ini penerapan di Indonesia, salah satunya Kalsel memang belum maksimal.

“Soal kurikulum merdeka, memang baru percobaan. Jadi beberapa sekolah belum menerapkan, tapi hanya sekolah-sekolah yang memang sanggup untuk melaksanakan, itu pun ternyata di lapangan kan belum sepenuhnya sesuai harapan, apalagi berada di daerah  yang sangat sulit sekali dan terpencil,” ucapnya.

Hasib mengatakan saat ini pemerintah sedang mengupayakan bertahap untuk penyesuaian, mungkin ada anggaran pelatihan-pelatihan, salah satunya pelatihan para guru untuk menyesuaikan kemampuan-kemampuan dalam memberikan pendidikan sesuai kurikulum merdeka yang mungkin membutuhkan anggaran tak sedikit.
Rombongan Komisi IV Bidang Kesra DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) saat kunjungan ke Ditjen PAUD Dikdasmen Kemendikbudristek di Jakarta, Senin (16/10/2023). (ANTARA/HO-Humas Setwan Kalsel)
Sementara itu, Plt Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbudristek Aswin Wihdiyanto, mengatakan, saat ini masih ada miskonsepsi terkait penerapan kurikulum merdeka di daerah.

“Ini memang masih menjadi isu yang berkembang bahwa implementasi kurikulum merdeka sesuatu yang mahal karena ada proyek-proyek atau rekreasi-rekreasi," ujar Aswin.

Menurut dia, hal tersebut sebenarnya bagaimana sekolah menerjemahkan, jadi kurikulum merdeka itu bukan hal yang mahal, tidak harus rekreasi atau kaji tiru.

"Terpenting bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan anggaran itu, tidak harus mahal, bisa memanfaatkan aset atau keunggulan daerah, untuk implementasi kurikulum merdeka yang mandiri berbagi, mandiri berubah, mandiri belajar," tutur Aswin.

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023