Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyiapkan sejumlah prosedur untuk menjaga produksi sawit dalam menghadapi potensi musim kekeringan panjang akibat fenomena El Nino.
"Kami sudah mempunyai standar operasional prosedur (SOP) untuk mencegah El Nino di kebun dan sekitar kebun, bahkan kami terus melakukan audiensi dengan pemerintah," ujar Ketua Umum GAPKI Eddy Martono dalam pemaparan di Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Ia menjelaskan salah satu prosedur pencegahan tersebut adalah dengan melakukan modifikasi cuaca untuk menurunkan hujan, berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Baca juga: Mentan RI minta Kalsel penuhi target tanam sawit 10 ribu hektare
Selain itu, lanjut dia, usaha preventif lainnya adalah menyiapkan proses penanaman sawit sesuai tata kelola, termasuk dalam melaksanakan pemupukan agar produksi tidak terjun bebas.
"Kami juga tidak melakukan penyemprotan gulma karena bisa menyebabkan kebakaran. Jadi sebelum terjadi El Nino, kami merawat tanaman agar dampaknya tidak drastis," ujarnya.
Meski demikian, Eddy memastikan bahwa fenomena El Nino pada 2023 tidak akan seperti peristiwa serupa pada 2015 dan 2019 yang sempat mengganggu produksi sawit hampir selama dua tahun.
"Prediksinya tidak seperti 2019 yang panjang, artinya bahwa seharusnya kalau benar prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dampaknya tidak seperti periode 2015-2019," ujarnya.
Baca juga: Kemenperin: Hilirisasi industri kelapa sawit tingkatkan nilai tambah
Sebelumnya, fenomena El Nino diperkirakan dapat memangkas produksi sejumlah produk pertanian di Indonesia seperti padi dan sawit pada 2023 seiring dengan adanya gelombang panas ekstrem pada paruh kedua.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) bahkan memproyeksikan potensi penurunan produksi padi di Indonesia akibat fenomena kekeringan ini mencapai 1,13 juta ton-1,89 juta ton, dengan penurunan pendapatan petani hingga 20 persen.
BMKG juga telah memberikan imbauan bahwa fenomena El Nino akan berlangsung cukup panjang sehingga perlu mitigasi agar tidak terjadi kelangkaan air, potensi kebakaran hutan dan lahan, serta penurunan produktivitas pangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023
"Kami sudah mempunyai standar operasional prosedur (SOP) untuk mencegah El Nino di kebun dan sekitar kebun, bahkan kami terus melakukan audiensi dengan pemerintah," ujar Ketua Umum GAPKI Eddy Martono dalam pemaparan di Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Ia menjelaskan salah satu prosedur pencegahan tersebut adalah dengan melakukan modifikasi cuaca untuk menurunkan hujan, berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Baca juga: Mentan RI minta Kalsel penuhi target tanam sawit 10 ribu hektare
Selain itu, lanjut dia, usaha preventif lainnya adalah menyiapkan proses penanaman sawit sesuai tata kelola, termasuk dalam melaksanakan pemupukan agar produksi tidak terjun bebas.
"Kami juga tidak melakukan penyemprotan gulma karena bisa menyebabkan kebakaran. Jadi sebelum terjadi El Nino, kami merawat tanaman agar dampaknya tidak drastis," ujarnya.
Meski demikian, Eddy memastikan bahwa fenomena El Nino pada 2023 tidak akan seperti peristiwa serupa pada 2015 dan 2019 yang sempat mengganggu produksi sawit hampir selama dua tahun.
"Prediksinya tidak seperti 2019 yang panjang, artinya bahwa seharusnya kalau benar prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dampaknya tidak seperti periode 2015-2019," ujarnya.
Baca juga: Kemenperin: Hilirisasi industri kelapa sawit tingkatkan nilai tambah
Sebelumnya, fenomena El Nino diperkirakan dapat memangkas produksi sejumlah produk pertanian di Indonesia seperti padi dan sawit pada 2023 seiring dengan adanya gelombang panas ekstrem pada paruh kedua.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) bahkan memproyeksikan potensi penurunan produksi padi di Indonesia akibat fenomena kekeringan ini mencapai 1,13 juta ton-1,89 juta ton, dengan penurunan pendapatan petani hingga 20 persen.
BMKG juga telah memberikan imbauan bahwa fenomena El Nino akan berlangsung cukup panjang sehingga perlu mitigasi agar tidak terjadi kelangkaan air, potensi kebakaran hutan dan lahan, serta penurunan produktivitas pangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023