Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKBPPPA) Hulu Sungai Selatan (HSS) menggelar pelatihan manajemen dan pencegahan kasus.
"Pelatihan terkait kasus kekerasan terhadap Perempuan (KtP), Kekerasan terhadap Anak (KtA), Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dan perkawinan anak," kata Kepala Dinas PPKBPPPA HSS, Dian Marliana, di Kandangan, Kamis.
Dijelaskan Dian, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih terjadi di HSS, di tahun 2023 sampai dengan Mei tercatat sudah ada 14 kasus, terdiri atas empat kasus perempuan dan 10 kasus anak.
Sementara di tahun 2022 ada 28 kasus yang terjadi di HSS, yang dilaporkan terdiri atas empat kasus perempuan dan 24 kasus anak.
Permasalahan kekerasan dan eksploitasi seksual terhadap anak selalu menjadi perbincangan serius, dan masih menjadi isu strategis dalam pembangunan bangsa Indonesia saat ini, dan bahkan menjadi sorotan internasional.
Baca juga: Dinas PPKBPPPA HSS dampingi korban penganiayaan
Dalam penanganan, tidak hanya oleh pemerintah pusat namun pemerintah daerah. sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintah Daerah.
"UU ini mengatur urusan perlindungan anak bukan hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat, melainkan pula menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten atau kota, melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA)," ujar Dian.
UPTD PPA memberikan layanan yang dibutuhkan bagi perempuan dan anak baik di tingkat daerah, provinsi maupun di tingkat daerah dalam melaksanakan tugasnya melayani pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan.
Sementara mediasi dan pendampingan korban, UPTD PPA tidak dapat melakukan tugasnya sendiri, sehingga membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, agar pelayanan terlaksana dengan baik.
"Bantuan tersebut seperti dari tenaga kesehatan, tenaga pengajar serta masyarakat yang sering bersentuhan langsung dengan korban kekerasan,” tutur Dian.
Tak lupa, Dian berharap pihaknya selalu mendapatkan dukungan penuh, baik dari pemerintah daerah serta masyarakat dalam melakukan tugas memberikan layanan dan memenuhi hak-hak perempuan dan anak.
Baca juga: Wabup HSS serahkan makanan tambahan balita terindikasi stunting
Asisten I Kamidi mengatakan kekerasan terhadap perempuan, anak dan tindak pidana perdagangan anak, perdagangan orang maupun perkawinan anak telah banyak terlihat di berbagai pemberitaan, dengan berbagai faktor pemicu.
Menurutnya, perlu peningkatan wawasan dan kemampuan melalui kegiatan pelatihan bagi pihak terkait, seperti untuk para kepala puskesmas, para guru bimbingan konseling, maupun anggota satgas perlindungan anak terpadu.
"Agar kita dapat memetakan kemungkinan sumber masalah dan potensi kerawanan yang mungkin terjadi, berdasarkan faktor pemicu yang ada," jelas Kamidi.
Ditambahkan Kamidi, untuk selanjutnya dapat dilakukan langkah-langkah antisipasi maupun intervensi yang dimungkinkan untuk dilakukan, tentunya sesuai dengan kondisi dan ketentuan yang berlaku.
Pelatihan dilaksanakan selama dua hari dari tanggal 11 hingga 12 Mei 2023, dan diikuti 36 orang yang terdiri dari kepala puskesmas, guru bimbingan dan konseling (BK) tingkat SMP dan SMA sederajat, serta satgas perlindungan anak terpadu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023
"Pelatihan terkait kasus kekerasan terhadap Perempuan (KtP), Kekerasan terhadap Anak (KtA), Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dan perkawinan anak," kata Kepala Dinas PPKBPPPA HSS, Dian Marliana, di Kandangan, Kamis.
Dijelaskan Dian, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih terjadi di HSS, di tahun 2023 sampai dengan Mei tercatat sudah ada 14 kasus, terdiri atas empat kasus perempuan dan 10 kasus anak.
Sementara di tahun 2022 ada 28 kasus yang terjadi di HSS, yang dilaporkan terdiri atas empat kasus perempuan dan 24 kasus anak.
Permasalahan kekerasan dan eksploitasi seksual terhadap anak selalu menjadi perbincangan serius, dan masih menjadi isu strategis dalam pembangunan bangsa Indonesia saat ini, dan bahkan menjadi sorotan internasional.
Baca juga: Dinas PPKBPPPA HSS dampingi korban penganiayaan
Dalam penanganan, tidak hanya oleh pemerintah pusat namun pemerintah daerah. sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintah Daerah.
"UU ini mengatur urusan perlindungan anak bukan hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat, melainkan pula menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten atau kota, melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA)," ujar Dian.
UPTD PPA memberikan layanan yang dibutuhkan bagi perempuan dan anak baik di tingkat daerah, provinsi maupun di tingkat daerah dalam melaksanakan tugasnya melayani pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan.
Sementara mediasi dan pendampingan korban, UPTD PPA tidak dapat melakukan tugasnya sendiri, sehingga membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, agar pelayanan terlaksana dengan baik.
"Bantuan tersebut seperti dari tenaga kesehatan, tenaga pengajar serta masyarakat yang sering bersentuhan langsung dengan korban kekerasan,” tutur Dian.
Tak lupa, Dian berharap pihaknya selalu mendapatkan dukungan penuh, baik dari pemerintah daerah serta masyarakat dalam melakukan tugas memberikan layanan dan memenuhi hak-hak perempuan dan anak.
Baca juga: Wabup HSS serahkan makanan tambahan balita terindikasi stunting
Asisten I Kamidi mengatakan kekerasan terhadap perempuan, anak dan tindak pidana perdagangan anak, perdagangan orang maupun perkawinan anak telah banyak terlihat di berbagai pemberitaan, dengan berbagai faktor pemicu.
Menurutnya, perlu peningkatan wawasan dan kemampuan melalui kegiatan pelatihan bagi pihak terkait, seperti untuk para kepala puskesmas, para guru bimbingan konseling, maupun anggota satgas perlindungan anak terpadu.
"Agar kita dapat memetakan kemungkinan sumber masalah dan potensi kerawanan yang mungkin terjadi, berdasarkan faktor pemicu yang ada," jelas Kamidi.
Ditambahkan Kamidi, untuk selanjutnya dapat dilakukan langkah-langkah antisipasi maupun intervensi yang dimungkinkan untuk dilakukan, tentunya sesuai dengan kondisi dan ketentuan yang berlaku.
Pelatihan dilaksanakan selama dua hari dari tanggal 11 hingga 12 Mei 2023, dan diikuti 36 orang yang terdiri dari kepala puskesmas, guru bimbingan dan konseling (BK) tingkat SMP dan SMA sederajat, serta satgas perlindungan anak terpadu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023