Desa di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan berhasil menambah pemasukan pendapatan asli desa (PADes) melalui bisnis minyak dengan PT Pertamina.
Kepala Bidang Pengembangan Ekonomi Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan Iwan Satriansyah mengatakan sejak diresmikan 30 November 2021 lalu, sekarang usaha pertashop milik desa mampu menghasilkan untung.
"Sekarang pengelolaan mulai terlihat berjalan dengan maksimal. Serta selain membuka lapangan kerja di desa, saat ini sudah mampu hasilkan PADes yang signifikan bagi desa," ujarnya, Rabu kepada ANTARA di Banjarmasin.
Ada enam titik pertashop di Tapin, kata dia, untuk modal membangun pertashop tersebut ada yang dari badan usaha milik desa bersama (Bumdesma) dan ada juga desa yang berani bermodal sendiri melalui badan usaha milik desa (Bumdes).
Saat ini pun, kata dia, tiga desa di Kecamatan Bakarangan mencoba usaha yang lebih besar, yaitu stasiun pengisian bahan bakar unit milik desa (SPBBumdes).
Saat ini, kata Iwan, Bumdesma Bakarangan sudah menandatangani MOU dengan PT Ananda Arinda Arsindo selaku franchisor.
"Kita harapkan setelah dibangun dan dioperasikan semakin meningkatkan jumlah Bumdes yang menghasilkan PADes," ujarnya.
Melirik untung serta manfaat bagi masyarakat dan desa, beberapa daerah pun tertarik untuk mengkaji konsep pembangunan ekonomi desa melalui kerjasama bisnis dengan Pertamina itu.
"Sepengetahuan kami baru Tapin yang melaksanakan untuk di Kalsel. Bahkan kemarin ada studi banding pemerintah daerah dari Kalimantan Tengah dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah untuk bisnis pertashop ini," ujarnya.
Manager Keuangan Pertashop Bumdes Mitra Usaha Kecamatan Salam Babaris Zainal Arifin dihitung mulai 1 April lalu setelah harga Pertamax naik ke Rp12.750, pemasukan untuk PADes per bulan bisa mencapai Rp5 juta.
"Untuk pertashop kami masih aman. Lancar, sebulan tembus aja 28.000 liter sampai 30.000 liter dengan nilai laba kotor sekitar Rp20 jutaan," ujarnya, Rabu.
Walaupun kenaikan harga tersebut mempengaruhi daya beli masyarakat karena punya selisih harga sebesar Rp5.100 dengan Pertalite, kata Zainal, saat ini masih menguntungkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
Kepala Bidang Pengembangan Ekonomi Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan Iwan Satriansyah mengatakan sejak diresmikan 30 November 2021 lalu, sekarang usaha pertashop milik desa mampu menghasilkan untung.
"Sekarang pengelolaan mulai terlihat berjalan dengan maksimal. Serta selain membuka lapangan kerja di desa, saat ini sudah mampu hasilkan PADes yang signifikan bagi desa," ujarnya, Rabu kepada ANTARA di Banjarmasin.
Ada enam titik pertashop di Tapin, kata dia, untuk modal membangun pertashop tersebut ada yang dari badan usaha milik desa bersama (Bumdesma) dan ada juga desa yang berani bermodal sendiri melalui badan usaha milik desa (Bumdes).
Saat ini pun, kata dia, tiga desa di Kecamatan Bakarangan mencoba usaha yang lebih besar, yaitu stasiun pengisian bahan bakar unit milik desa (SPBBumdes).
Saat ini, kata Iwan, Bumdesma Bakarangan sudah menandatangani MOU dengan PT Ananda Arinda Arsindo selaku franchisor.
"Kita harapkan setelah dibangun dan dioperasikan semakin meningkatkan jumlah Bumdes yang menghasilkan PADes," ujarnya.
Melirik untung serta manfaat bagi masyarakat dan desa, beberapa daerah pun tertarik untuk mengkaji konsep pembangunan ekonomi desa melalui kerjasama bisnis dengan Pertamina itu.
"Sepengetahuan kami baru Tapin yang melaksanakan untuk di Kalsel. Bahkan kemarin ada studi banding pemerintah daerah dari Kalimantan Tengah dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah untuk bisnis pertashop ini," ujarnya.
Manager Keuangan Pertashop Bumdes Mitra Usaha Kecamatan Salam Babaris Zainal Arifin dihitung mulai 1 April lalu setelah harga Pertamax naik ke Rp12.750, pemasukan untuk PADes per bulan bisa mencapai Rp5 juta.
"Untuk pertashop kami masih aman. Lancar, sebulan tembus aja 28.000 liter sampai 30.000 liter dengan nilai laba kotor sekitar Rp20 jutaan," ujarnya, Rabu.
Walaupun kenaikan harga tersebut mempengaruhi daya beli masyarakat karena punya selisih harga sebesar Rp5.100 dengan Pertalite, kata Zainal, saat ini masih menguntungkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022