Pasca aksi protes yang dilakukan oleh para sopir dan pekerja Galian C pada Senin (31/1) di lokasi portal penarikan pajak jasa angkutan, saat ini para sopir memilih enggan melakukan pembayaran pajak sampai ada keputusan Pemerintah Daerah yang mau mengakomodir aspirasi mereka.
Sampai hari ini, Rabu (2/2) para sopir masih bebas lewat membawa angkutan galian C seperti tanah dan pasir tanpa mau membayar pajak. "Pendapatan dari sektor pajak angkutan galian C itu per harinya diperkirakan dari tujuh hingga sepuluh juta masuk Pendapatan Asli Daerah (PAD)," kata Pj Sekda HST Muhammad Yani di Barabai, Rabu (2/2).
Tuntutan para sopir saat itu adalah agar Pemkab HST menyamakan tarif pajak untuk semua angkutan, baik itu batu, tanah maupun pasir, semuanya cukup Rp10 ribu/rit.
Sedangkan sesuai dengan Perda Kabupaten HST No 9 Tahun 2011 tentang pajak mineral bukan logam dan batuan yang berlaku sejak 12 Januari 2022, berbagai jenis angkutan tambang Galian C memang dibedakan.
Pemkab HST menarik pajak untuk material tanah merah dikenakan pajak Rp10 ribu/rit, batu gunung Rp40 ribu/rit, pasir batu (sirtu) Rp40 ribu/rit, tanah uruk Rp5 ribu/rit, pasir Rp 50 ribu/rit dan krikil Rp80 ribu/rit.
Para sopir merasa keberatan dengan tarif tersebut karena tidak sesuai dengan biaya operasional. "Tarif pajak ada yang mencapai Rp80 ribu/rit, ini tidak sesuai dengan biaya operasional kami," tegas salah seorang supir truk yang ikut aksi sebelumnya, Qamaruddin.
Selain itu, mereka juga menuntut untuk sementara agar dibebaskan dari pajak sebelum aspirasi mereka diakomodir atau ada keputusan bersama dari Pemkab HST.
Salah seorang penjaga portal Pos pajak angkutan, Ilham pada Selasa (1/2) menuturkan, sebelum ada kepastian soal turunnya biaya pajak, para sopir tidak mau bayar.
"Akibatnya, tidak ada pemasukan uang pajak angkutan galian C sampai siang ini, tapi kami tetap diminta untuk menjaga pos, biar tidak kosong," tukasnya.
Menyikapi hal itu, Pj Sekda HST Muhammad Yani menyatakan masih melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak termasuk jajaran Unsur Forkopimda.
"Kita juga masih meng-inventalisir angkutan-angkutan mana yang tidak mau bayar, karena juga masih ada beberapa angkutan yang masih meninggalkan bon terutang pajak pada Pemerintah Daerah," kata Yani.
Namun, aspirasi para sopir juga akan dipertimbangkan dan pengambilan keputusan nantinya tidak ada yang saling dirugikan.
"Dalam waktu dekat ini secepatnya akan kita putuskan sikap apa yang akan diambil Pemerintah daerah dan aspirasi para sopir dapat diakomodir," tutupnya.
Baca juga: Sempat buron lima bulan, pengedar narkoba ditangkap saat sembunyi di Kayu Bawang
Baca juga: Pesona belantara Meratus di Rampah Lingkaran Sawa
Baca juga: Sopir truk protes tingginya pajak angkutan galian C Pemkab HST
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
Sampai hari ini, Rabu (2/2) para sopir masih bebas lewat membawa angkutan galian C seperti tanah dan pasir tanpa mau membayar pajak. "Pendapatan dari sektor pajak angkutan galian C itu per harinya diperkirakan dari tujuh hingga sepuluh juta masuk Pendapatan Asli Daerah (PAD)," kata Pj Sekda HST Muhammad Yani di Barabai, Rabu (2/2).
Tuntutan para sopir saat itu adalah agar Pemkab HST menyamakan tarif pajak untuk semua angkutan, baik itu batu, tanah maupun pasir, semuanya cukup Rp10 ribu/rit.
Sedangkan sesuai dengan Perda Kabupaten HST No 9 Tahun 2011 tentang pajak mineral bukan logam dan batuan yang berlaku sejak 12 Januari 2022, berbagai jenis angkutan tambang Galian C memang dibedakan.
Pemkab HST menarik pajak untuk material tanah merah dikenakan pajak Rp10 ribu/rit, batu gunung Rp40 ribu/rit, pasir batu (sirtu) Rp40 ribu/rit, tanah uruk Rp5 ribu/rit, pasir Rp 50 ribu/rit dan krikil Rp80 ribu/rit.
Para sopir merasa keberatan dengan tarif tersebut karena tidak sesuai dengan biaya operasional. "Tarif pajak ada yang mencapai Rp80 ribu/rit, ini tidak sesuai dengan biaya operasional kami," tegas salah seorang supir truk yang ikut aksi sebelumnya, Qamaruddin.
Selain itu, mereka juga menuntut untuk sementara agar dibebaskan dari pajak sebelum aspirasi mereka diakomodir atau ada keputusan bersama dari Pemkab HST.
Salah seorang penjaga portal Pos pajak angkutan, Ilham pada Selasa (1/2) menuturkan, sebelum ada kepastian soal turunnya biaya pajak, para sopir tidak mau bayar.
"Akibatnya, tidak ada pemasukan uang pajak angkutan galian C sampai siang ini, tapi kami tetap diminta untuk menjaga pos, biar tidak kosong," tukasnya.
Menyikapi hal itu, Pj Sekda HST Muhammad Yani menyatakan masih melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak termasuk jajaran Unsur Forkopimda.
"Kita juga masih meng-inventalisir angkutan-angkutan mana yang tidak mau bayar, karena juga masih ada beberapa angkutan yang masih meninggalkan bon terutang pajak pada Pemerintah Daerah," kata Yani.
Namun, aspirasi para sopir juga akan dipertimbangkan dan pengambilan keputusan nantinya tidak ada yang saling dirugikan.
"Dalam waktu dekat ini secepatnya akan kita putuskan sikap apa yang akan diambil Pemerintah daerah dan aspirasi para sopir dapat diakomodir," tutupnya.
Baca juga: Sempat buron lima bulan, pengedar narkoba ditangkap saat sembunyi di Kayu Bawang
Baca juga: Pesona belantara Meratus di Rampah Lingkaran Sawa
Baca juga: Sopir truk protes tingginya pajak angkutan galian C Pemkab HST
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022