Ratusan orang yang terdiri dari para supir dan buruh yang selama ini bekerja di berbagai tambang galian C seperti pasir, batu gunung, batu kerikil dan tanah uruk memprotes besarnya pajak yang diberlakukan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Senin (31/1).
Puluhan mobil truk angkutan pun memadati titik-titik portal penarikan pajak seperti di jalan wilayah Desa Pagat Kecamatan Batu Benawa, Desa Rangas dan Desa Birayang Timur Kecamatan Batang Alai Selatan.
Pantauan di lapangan, mereka menuntut Pemkab HST agar menyamakan tarif pajak untuk semua angkutan, baik itu batu, tanah maupun pasir. "Tarif pajak ada yang mencapai Rp80 ribu/rit, ini tidak sesuai dengan biaya operasional kami," kata salah seorang supir truk yang ikut aksi Qamaruddin.
"Dibanding dengan Kabupaten lain, cuma di HST yang paling tinggi. Jadi, kami meminta tarifnya disamakan saja semua jenis angkutan galian C cukup Rp10 ribu saja per rit," tegasnya.
Diketahui, sesuai dengan Perda Kabupaten HST No 9 Tahun 2011 tentang pajak mineral bukan logam dan batuan yang berlaku sejak 12 Januari 2022, berbagai jenis angkutan tambang Galian C memang dibedakan.
Pajak material tanah merah dikenakan pajak Rp10 ribu/rit, batu gunung Rp40 ribu/rit, pasir batu (sirtu) Rp40 ribu/rit, tanah uruk Rp5 ribu/rit, pasir Rp 50 ribu/rit dan kerikil Rp80 ribu/rit.
Pihaknya juga meminta agar pemerintah daerah untuk sementara tidak menarik pajak dulu kepada semua angkutan yang lewat sebelum ada keputusan bersama dan mengakomodir tuntutan mereka.
"Kami juga meminta pemerintah membangun pos jaga atau menjaga jalan-jalan pintas atau alternatif melewati lokasi galian C, yang selama ini tidak terpantau seperti di Desa Kalibaru, Limpasu dan desa lainnya, agar tidak menimbulkan gesekan dan kecemburuan sosial. Karena sebelah sini ditarik pajaknya, sedangkan di sana terkesan dibiarkan," katanya.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Pajak dari Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kabupaten HST A Alipansyah saat menemui massa menyampaikan akan menelaah seluruh aspirasi dan tuntutan para pekerja tersebut.
Menurut dia, ia tidak berwenang untuk mengambil keputusan, karena perlu dikoordinasikan dulu dengan sejumlah pihak terutama pimpinan.
Terkait para pekerja minta tidak ditarik pajak dulu sebelum ada keputusan, Alipansyah enggan berkomentar banyak. "Seharusnya para pekerja tetap saja dulu mematuhi sesuai aturan dan bayar sesuai karcis, karena saat ini kita masih menelaah dan tidak bisa langsung mengambil keputusan," katanya.
"Seluruh aspirasi para pekerja ini kita terima serta kita tampung dulu dan akan kita sampaikan kepada pimpinan," katanya.
Aksi pun berlangsung damai dan mendapat pengamanan dari jajaran Polres Hulu Sungai Tengah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
Puluhan mobil truk angkutan pun memadati titik-titik portal penarikan pajak seperti di jalan wilayah Desa Pagat Kecamatan Batu Benawa, Desa Rangas dan Desa Birayang Timur Kecamatan Batang Alai Selatan.
Pantauan di lapangan, mereka menuntut Pemkab HST agar menyamakan tarif pajak untuk semua angkutan, baik itu batu, tanah maupun pasir. "Tarif pajak ada yang mencapai Rp80 ribu/rit, ini tidak sesuai dengan biaya operasional kami," kata salah seorang supir truk yang ikut aksi Qamaruddin.
"Dibanding dengan Kabupaten lain, cuma di HST yang paling tinggi. Jadi, kami meminta tarifnya disamakan saja semua jenis angkutan galian C cukup Rp10 ribu saja per rit," tegasnya.
Diketahui, sesuai dengan Perda Kabupaten HST No 9 Tahun 2011 tentang pajak mineral bukan logam dan batuan yang berlaku sejak 12 Januari 2022, berbagai jenis angkutan tambang Galian C memang dibedakan.
Pajak material tanah merah dikenakan pajak Rp10 ribu/rit, batu gunung Rp40 ribu/rit, pasir batu (sirtu) Rp40 ribu/rit, tanah uruk Rp5 ribu/rit, pasir Rp 50 ribu/rit dan kerikil Rp80 ribu/rit.
Pihaknya juga meminta agar pemerintah daerah untuk sementara tidak menarik pajak dulu kepada semua angkutan yang lewat sebelum ada keputusan bersama dan mengakomodir tuntutan mereka.
"Kami juga meminta pemerintah membangun pos jaga atau menjaga jalan-jalan pintas atau alternatif melewati lokasi galian C, yang selama ini tidak terpantau seperti di Desa Kalibaru, Limpasu dan desa lainnya, agar tidak menimbulkan gesekan dan kecemburuan sosial. Karena sebelah sini ditarik pajaknya, sedangkan di sana terkesan dibiarkan," katanya.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Pajak dari Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kabupaten HST A Alipansyah saat menemui massa menyampaikan akan menelaah seluruh aspirasi dan tuntutan para pekerja tersebut.
Menurut dia, ia tidak berwenang untuk mengambil keputusan, karena perlu dikoordinasikan dulu dengan sejumlah pihak terutama pimpinan.
Terkait para pekerja minta tidak ditarik pajak dulu sebelum ada keputusan, Alipansyah enggan berkomentar banyak. "Seharusnya para pekerja tetap saja dulu mematuhi sesuai aturan dan bayar sesuai karcis, karena saat ini kita masih menelaah dan tidak bisa langsung mengambil keputusan," katanya.
"Seluruh aspirasi para pekerja ini kita terima serta kita tampung dulu dan akan kita sampaikan kepada pimpinan," katanya.
Aksi pun berlangsung damai dan mendapat pengamanan dari jajaran Polres Hulu Sungai Tengah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022