"Sangat Elok," demikian komantar Mdnoh Rahidin, wisatawan Malaysia ketika mengunjungi Kota Banjarmasin, ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan, belum lama.


Ketika ditanya apa yang membuat wisatawan "susur galur" (mencari juriat) tersebut terpesona terhadap kota berpenduduk sekitar 800.000 jiwa dengan luas hanya sekitar 92 kilometer persegi tersebut.

Ia mengaku melihat begitu banyak sungai yang melingkar-lingkar yang membelah kota paling selatan pulau terbesar di Indonesia itu.

"Tidak ada daerah lain memiliki sebanyak sungai seperti di Banjarmasin ini. Jika sungai-sungai ini lebih ditata, kota Banjarmasin akan mengalahkan kota wisata sungai Malaysia, Malaka," kata wisatawan yang membawa empat saudaranya mencari keluarga yang terpisah, puluhan, bahkan mungkin ratusan tahun tersebut.

Pernyataan wisatawan keturunan Suku Banjar yang sejak datuk (atok) berada di Malaysia tersebut, satu di antara pernyataan "kagum" dari puluhan, bahkan ratusan pengunjung ke kota berjuluk "kota seribu sungai" (City of Thousand Rivers) Banjarmasin ini atas keberadaan sungai-sungai di kota tersebut.

Kepala Badan Perencanaan Kota (Bappeko) Banjarmasin Ir. Fajar Desira mengakui wilayah ini dialiri banyak sungai, baik sungai besar seperti Sungai Barito dan Sungai Martapura maupun sungai kecil, ditambah anak-anak sungai dan kanal.

Hanya saja keberadaan sungai-sungai yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat setempat itu kini mulai rusak, tercemar gulma, tercemar sampah, pendangkalan yang hebat, bahkan penyembitan akibat perkembangan kota dan permukiman.

"Dahulu sungai di Banjarmasin jumlahnya mencapai 150 buah. Namun, hasil inventarisasi belakangan tinggal 102 buah. Sungai itu mati akibat pendangkalan dan berubah fungsi menjadi permukiman dan perkembangan kota lainnya," kata perencana yang dikenal sebagai perancang Kota Banjarmasin tersebut.

Menurut dia, panjang sungai yang membelah dan mengaliri kota yang dikenal dengan wisata sungai "pasar terapung" tersebut mencapai 185.000 meter.

Melihat kenyataan tersebut, kata mantan Kepala Dinas PU Kota Banjarmasin itu, wajar jika arah pembangunan kota wisata sungai ini berorientasi bagaimana sungai-sungai tersebut menjadi penggerak perekonomian masyarakat.

Selain itu, sungai dikembalikan fungsinya sebagai drainase, sebagai alat transportasi, dan sarana komunikasi, terutama sebagai sarana kepariwisataan pada masa mendatang.

Untuk menjurus sebagai kota wisata tersebut, sejak 10 tahun terakhir ini sudah banyak yang dilakukan pemerintah setempat, di antaranya pembangunan siring sebagai lokai "water front City" (kota bantaran sungai), ratusan miliar rupiah sudah dikeluarkan guna mewujudkan sarana tersebut.

Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Drainase (SDA) Banjarmasin Ir. Muryanta mengatakan bahwa kota ini tidak memiliki sumber daya alam, seperti hutan dan tambang, maka pilihan penggerak ekonomi masyarakat adalah sungai-sungai tersebut.

Oleh karena itu, dibangun siring sekitar 3 kilometer dari 5 kilometer yang direncanakan di lokasi tersebut akan tersedia fasilitas taman, tempat bermain, wisata kuliner, patung bekantan, pasar terapung, kedai terapung, menara pandang (pantau), dan pusat cendera mata.

"Siring yang sedang diselesaikan menjadi 5 kilometer itu, ada wisata kuliner di kampung ketupat, ada wisata cendera mata di kampung sasirangan, ada wisata ikan di tempat pelelangan ikan," katanya.

Muryanta menjelaskan pembangunan siring tersebut memperoleh dukungan pemerintah provinsi dan pusat seperti dari Balai Sungai Kementerian PU.

Untuk mendukung wisata sungai tersebut, kini sudah dibangun sejumlah dermaga angkutan sungai, seperti kelotok (perahu bermotor), spead boat, dan sampan (jukung), untuk memudahkan perjalanan wisata susur sungai.

Bahkan, kata Muryanta, ratusan jembatan dibuat melengkung agar di bawahnya bisa dilalui oleh perahu-perahu wisata tersebut.

Ia menilai keinginan kuat pemerintah untuk mewujudkan Kota Banjarmnasin sebagai kota wisata itu akan terwujud jika adanya dukungan seluruh masyarakat, apalagi adanya keinginan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang didukung Kementerian Pekerjaan Umum, yakni "Kemitraan Habitat," untuk menjadikan kota ini bagaikan kota air yang terkenal, seperti di Venesia Italia.



Melingai



Untuk mewujudkan keinginan kuat pemerintah mewujudkan Kota Banjarmasin sebagai kota air, dengan segala persoalan tersebut di atas, maka diperlukan partisipasi yang nyata pula di tengah masyarakat. Pasalnya, jika keinginan tersebut tidak melibatkan masyarakat secara luas, keinginan tersebut tak bakalan tercapai.

Oleh karena itulah, sejumlah organisasi masyarakat yang berorientasi lingkungan mencoba berhimpun dalam satu wadah yang mengkhususkan diri terhadap pelestarian sungai yang disebut "Melingai".

Dinamakan "Melingai" karena itu sebuah singkatan Masyarakat Peduli Sungai. Akan tetapi, arti harfiah dari melingai itu sendiri dalam bahasa lokal (Banjar) artinya membersihkan.

Pendirian organisasi masyarakat tersebut kumpulan dari banyak organisasi masyarakat, seperti Masyarakat Pencinta Pohon, Forum Komunitas Hijau, Pena Hijau, Sahabat Bekantan Indonesia, dan organisasi lainnya, termasuk Satuan Polisi Air (Sapol Air) Banjarmasin yang pada tanggal 19 Agustus 2015 mengadakan pertemuan pertama sekaligus pembentukan pengurus yang diketuai Ferry Husain, kemudian dibantu tiga wakil ketua serta bidang-bidang.

Setelah pembentukan organisasi tersebut, langsung membuka jejaring sosial atau melalui, seperti Facebook, Twitter, dan wibe site, untuk mengimpun sukarelawan yang ingin berpartisipasi dalam pelestarian sungai tersebut.

Ternyata organisasi ini memperoleh respons positif masyarakat sehingga banyak yang menyatakan bersedia bergabung menjadi sukarelawan, yang tugasnya nanti antaranya memberikan edukasi kepada masyarakat dengan menanam pohon penghijauan di pinggir sungai, pembersihan sampah di sungai, pelepasliaran bibit ikan, penghapusan budaya jamban, dan memberikan pengertian dampak negatif perumahan yang mengancam keberadaan sungai.

Tugas lainnya Melingai adalah memberikan pengertian begitu vitalnya daerah resapan air di Pegunungan Meratus yang selama ini menjadi "Tandon Air Tawar Raksasa" yang merupakan hulu dari sungai-sungai di Banjarmasin yang harus diselamatkan dan direhabilitasi.

Aksi lapangan pertama yang dilakukan puluhan anggota Melingai pada tanggal 30 Agustus, yakni melakukan pembersihan sungai dari tumpukan sampah yang mengapung di air, sampah yang berada di daratan kawasan Pasar Terapung kompleks wisata Siring Jalan Pire Tendean.

Berdasarkan pemantauan aksi tersebut ternyata memberikan dampak positif di lokasi yang selalu memperoleh ribuan pengunjung setiap hari libur tersebut karena lokasi tersebut menjadi bersih dari sampah.

"Biasanya di lokasi ini bertaburan sampah. Akan tetapi, setelah aksi Melingai, alhamdulillah lokasi sini menjadi bersih karena para pedagang dan pengunjung dengan merasa malu sendiri tak membuang sampah secara sembarangan setelah melihat aksi Melingai," kata Ruslan, pengunjung.

Ruslan berharap pengelola lokasi siring itu untuk menempatkan lebih banyak bak-bak sampah penampungan agar masyarakat dan pedagang tidak susah mencari bak sampah. Apalagi, bak sampah yang ada sekarang ini tidak memadai jika dibandingkan dengan luasnya lokasi tersebut.

Menurut Ferry Husain, melihat respons positif tersebut maka aksi akan terus dijadwalkan secara berkala ke berbagai sasaran dengan melibatkan lebih banyak sukarelawan. Jadwal terdekat pada tanggal 27 September 2015, pusat tetap di Siring Tendean, tetapi untuk pembersihan sampah sungai dan tempat lain untuk penanaman penghijauan pinggir sungai dan pelepasliaran bibit ikan.

  Ia berharap dengan kian banyak sukarelawan, kian banyak yang akan termotivasi melestarikan sungai sehingga ke depan kota ini benar-benar menjadi kota wisata, kota budaya, dan kota perdagangan yang berbasis sungai untuk memperkuat julukan "Kota dengan Seribu Sungai.   

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015