Makassar, (Antaranews Kalsel) - Ketua Badan Pengurus Lembaga Amil Zakat Infak dan Shodaqoh Muhammadiyah (Lazismu) Hajriyanto Y Tohari mengemukakan potensi Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dalam setahun mencapai Rp525 miliar.
"Berdasarkan kapasitas AUM serta kemampuan mengeluarkan dana sosial, setidaknya terdapat potensi sekitar lebih dari Rp525 miliar dana filantropi yang bisa digali dan dimanfaatkan setiap tahunnya," ujar Hajriyanto di Makassar, Sulsel, Kamis.
Dia mengatakan, potensi dari warga Muhammadiyah sendiri adalah Rp525 miliar per tahun. Jumlah tersebut diproyeksikan dari 2 persen jumlah warga Muhammadiyah.
Warga Muhammadiyah yang sudah memiliki Kartu Tanda Anggota atau Nomor Baku Muhammadiyah (KTA/NBM) yang mencapai 1,5 juta orang. Angka itu didapatkan dari sumbangan Rp30 ribu orang.
Menurut dia, angka ini masih akan bertambah bila asumsi jumlah warga berubah sesuai dengan cara pengambilan perhitungannya, misalnya dengan estimasi jumlah warga Muhammadiyah yang diasumsikan mencapai 30 juta orang.
"Filantropi ini sudah sejak lama dipraktikkan dan ini sesuai dengan ajaran agama kita. Kebiasaan Filantropi menjadi cikal bakal di Indonesia dan terbukti menjadi gerakan Islam modernis Muhammadiyah," katanya.
Dia mengatakan, ribuan amal usaha kini telah berdiri dan berkembang di berbagai pelosok Indonesia. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-47, Muhammadiyah mencanangkan penguatan dakwah Islam melalui peningkatan aktivitas filantropi.
Perilaku umum berderma dari warga Muhammadiyah sebagai warga kelas menengah Muslim Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas pengeluaran zakat, infak dan sedekah sebanding dengan tingkat pendapatan mereka dan berada pada kisaran 2,5 persen dari pendapatan.
Meski demikian, penelitian ini menemukan bahwa pendapatan yang tinggi ternyata tidak menjamin berdermanya juga tinggi dan begitu pun sebaliknya, yang berpendapatan rendah nominal berdermanya ada yang di atas 10 persen dari total pendapatannya.
Hajriyanto menyebutkan, sekitar 41,2 persen warga Muhammadiyah menyalurkan zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) melalui dua lembaga. Dan hanya sekitar 22,3 persen saja yang melalui kepada satu lembaga saja.
Meski demikian, warga yang menyalurkan donasinya langsung kepada Mustahiq juga tergolong masih cukup besar yaitu sekitar 30,8 persen. 81 persen warga Muhammadiyah mengaku menyalurkan ZIS dengan cara tunai.
Sedangkan yang menggunakan metode jemput layanan ZIS dan transfer belum dimanfaatkan oleh warga Muhammadiyah. Selain itu, kecenderungan mayoritas warga yang lebih suka menyalurkan donasinya dengan mengantarkan sendiri kepada Lembaga Amil Zakat.
"Dengan demikian warga yang menyalurkan sendiri kepada muztahiq juga masih tinggi yaitu sekitar 28,44 persen dari potensi filantropi warga dan amal usaha," katanya.
Menurut Hajriyanto, AUM merepresentasikan lembaga profesional yang mandiri dan juga memiliki fungsi profit.
Tingkat kapasitas dan besar pendapatan AUM yang menjadi bagian dari penelitian ini berbeda-beda, mulai dari yang berpenghasilan kurang dari Rp500 juta perbulan sampai di atas Rp5 miliar perbulan. /e
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015
"Berdasarkan kapasitas AUM serta kemampuan mengeluarkan dana sosial, setidaknya terdapat potensi sekitar lebih dari Rp525 miliar dana filantropi yang bisa digali dan dimanfaatkan setiap tahunnya," ujar Hajriyanto di Makassar, Sulsel, Kamis.
Dia mengatakan, potensi dari warga Muhammadiyah sendiri adalah Rp525 miliar per tahun. Jumlah tersebut diproyeksikan dari 2 persen jumlah warga Muhammadiyah.
Warga Muhammadiyah yang sudah memiliki Kartu Tanda Anggota atau Nomor Baku Muhammadiyah (KTA/NBM) yang mencapai 1,5 juta orang. Angka itu didapatkan dari sumbangan Rp30 ribu orang.
Menurut dia, angka ini masih akan bertambah bila asumsi jumlah warga berubah sesuai dengan cara pengambilan perhitungannya, misalnya dengan estimasi jumlah warga Muhammadiyah yang diasumsikan mencapai 30 juta orang.
"Filantropi ini sudah sejak lama dipraktikkan dan ini sesuai dengan ajaran agama kita. Kebiasaan Filantropi menjadi cikal bakal di Indonesia dan terbukti menjadi gerakan Islam modernis Muhammadiyah," katanya.
Dia mengatakan, ribuan amal usaha kini telah berdiri dan berkembang di berbagai pelosok Indonesia. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-47, Muhammadiyah mencanangkan penguatan dakwah Islam melalui peningkatan aktivitas filantropi.
Perilaku umum berderma dari warga Muhammadiyah sebagai warga kelas menengah Muslim Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas pengeluaran zakat, infak dan sedekah sebanding dengan tingkat pendapatan mereka dan berada pada kisaran 2,5 persen dari pendapatan.
Meski demikian, penelitian ini menemukan bahwa pendapatan yang tinggi ternyata tidak menjamin berdermanya juga tinggi dan begitu pun sebaliknya, yang berpendapatan rendah nominal berdermanya ada yang di atas 10 persen dari total pendapatannya.
Hajriyanto menyebutkan, sekitar 41,2 persen warga Muhammadiyah menyalurkan zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) melalui dua lembaga. Dan hanya sekitar 22,3 persen saja yang melalui kepada satu lembaga saja.
Meski demikian, warga yang menyalurkan donasinya langsung kepada Mustahiq juga tergolong masih cukup besar yaitu sekitar 30,8 persen. 81 persen warga Muhammadiyah mengaku menyalurkan ZIS dengan cara tunai.
Sedangkan yang menggunakan metode jemput layanan ZIS dan transfer belum dimanfaatkan oleh warga Muhammadiyah. Selain itu, kecenderungan mayoritas warga yang lebih suka menyalurkan donasinya dengan mengantarkan sendiri kepada Lembaga Amil Zakat.
"Dengan demikian warga yang menyalurkan sendiri kepada muztahiq juga masih tinggi yaitu sekitar 28,44 persen dari potensi filantropi warga dan amal usaha," katanya.
Menurut Hajriyanto, AUM merepresentasikan lembaga profesional yang mandiri dan juga memiliki fungsi profit.
Tingkat kapasitas dan besar pendapatan AUM yang menjadi bagian dari penelitian ini berbeda-beda, mulai dari yang berpenghasilan kurang dari Rp500 juta perbulan sampai di atas Rp5 miliar perbulan. /e
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015