Magelang, (Antaranews Kalsel) - Tren wisatawan mancanegara saat ini mencari objek wisata berkelanjutan berbasis masyarakat lokal atau desa karena menawarkan kedekatan personal dengan pengunjung, kata pelaku kepariwisataan berkelanjutan dari Yogyakarta Agung Satriya Wibowo.
"Kalau Indonesia (wisatawan nusantara) masih pariwisata massal, tetapi wisman terus mengarah kepada pariwisata berkelanjutan dengan jumlah personel yang sedikit dengan objek wisata yang ditampilkan lebih personal," kata Agung yang juga Chief Operating Officer CV Java Nira Nusantara Yogyakarta itu di Magelang, Minggu.
Ia mengatakan hal itu saat menghadiri kegiatan seni budaya dalam rangkaian HUT ke-4 Sanggar Bangun Budaya di Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di kawasan barat daya Gunung Merapi.
Ia menjelaskan tentang kedekatan personal wisatawan dengan objek wisata yang berbasis masyarakat lokal atau desa, melalui bentuk "live in" sehingga wisatawan merasakan sebagai warga setempat.
Ia menyebut wisatawan, terutama wisman, cenderung mencari objek dan aktivitas kepariwisataan yang unik, bukan sekadar datang ke suatu objek, melihat, lalu pulang.
"Tetapi, sekarang lebih mengarah untuk mereka ikut dengan gaya hidup warga desa, ikut menanam, menggunakan alat-alat perlengkapan desa, ikut membajak sawah, memanen hasil pertanian, ikut menari dengan warga desa, membuat produk kuliner, atau kerajinan," katanya.
Ia menyebut wisman berasal dari Eropa, Amerika Serikat, dan Australia cenderung menyukai kegiatan wisata berkelanjutan.
Akan tetapi, Agung juga mengemukakan pentingnya masyarakat lokal menguatkan pemahaman dan kesadaran atas tren wisman tersebut, sehingga bisa menangkap peluang untuk menjadikan desanya sebagai objek kunjungan turis.
"Harus memiliki kekuatan akar budaya supaya tidak terdampak negatif atas kunjungan wisatawan, terus melestarikan seni, tradisi, dan budayanya karena menjadi hal yang unik bagi wisman," katanya.
Masyarakat desa melalui komunitasnya, katanya, juga harus membangun jejaring dengan komunitas dan organisasi lainnya untuk mengembangkan potensi kepariwisataan dengan tetap mempertahankan suasana kehidupan yang harmoni antara sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan desa.
Ia mencontohkan tentang komunitas masyarakat yang tergabung dalam Sanggar Bangun Budaya pimpinan pemuda setempat, Untung Pribadi, yang mengembangkan olah seni dan budaya di kawasan Gunung Merapi, termasuk memfokuskan perhatian terhadap penanaman nilai-nilai seni, budaya, dan lingkungan alam setempat.
"Di Desa Sumber ini telah menjadi salah satu wujud kepariwisataan berkelanjutan dengan berbasis masyarakat desa," katanya.
Peringatan HUT ke-4 Sanggar Bangun Budaya (9-10 Mei 2015) tidak hanya dimeriahkan oleh kehadiran masyarakat desa-desa sekitar untuk menyaksikan berbagai kegiatan seni dan budaya, akan tetapi juga jejaringnya di berbagai kota dan luar negeri, termasuk wisatawan mancanegara.
Di antara mereka, selama beberapa hari terakhir menginap di desa setempat untuk mengikuti kegiatan seni dan budaya. Rangkaian kegiatan sanggar tersebut, antara lain pengajian, kenduri, kirab budaya, pentas kesenian tradisional dan kontemporer oleh kelompok-kelompok seniman setempat dan dari beberapa kota yang selama ini berjejaring dengan Sanggar Bangun Budaya.
Beberapa kelompok kesenian beranggotakan anak-anak dari beberapa grup di kawasan itu, juga mementaskan kesenian tradisional, antara lain tarian campur, cakar lele, kobra siswa, soreng, sedangkan para ibu mementaskan tarian jalantur.
Anak-anak setempat juga mengikuti pembelajaran membatik gaya kontemporer, menggunakan bahan tepung terigu untuk pembuatan motif, sedangkan pewarnaan dengan cara penyemprotan. Kegiatan mereka dibimbing oleh seniman Australia, Ely Kent, yang pada kesempatan itu datang ke Sanggar Bangun Budaya bersama keluarganya./e
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015
"Kalau Indonesia (wisatawan nusantara) masih pariwisata massal, tetapi wisman terus mengarah kepada pariwisata berkelanjutan dengan jumlah personel yang sedikit dengan objek wisata yang ditampilkan lebih personal," kata Agung yang juga Chief Operating Officer CV Java Nira Nusantara Yogyakarta itu di Magelang, Minggu.
Ia mengatakan hal itu saat menghadiri kegiatan seni budaya dalam rangkaian HUT ke-4 Sanggar Bangun Budaya di Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di kawasan barat daya Gunung Merapi.
Ia menjelaskan tentang kedekatan personal wisatawan dengan objek wisata yang berbasis masyarakat lokal atau desa, melalui bentuk "live in" sehingga wisatawan merasakan sebagai warga setempat.
Ia menyebut wisatawan, terutama wisman, cenderung mencari objek dan aktivitas kepariwisataan yang unik, bukan sekadar datang ke suatu objek, melihat, lalu pulang.
"Tetapi, sekarang lebih mengarah untuk mereka ikut dengan gaya hidup warga desa, ikut menanam, menggunakan alat-alat perlengkapan desa, ikut membajak sawah, memanen hasil pertanian, ikut menari dengan warga desa, membuat produk kuliner, atau kerajinan," katanya.
Ia menyebut wisman berasal dari Eropa, Amerika Serikat, dan Australia cenderung menyukai kegiatan wisata berkelanjutan.
Akan tetapi, Agung juga mengemukakan pentingnya masyarakat lokal menguatkan pemahaman dan kesadaran atas tren wisman tersebut, sehingga bisa menangkap peluang untuk menjadikan desanya sebagai objek kunjungan turis.
"Harus memiliki kekuatan akar budaya supaya tidak terdampak negatif atas kunjungan wisatawan, terus melestarikan seni, tradisi, dan budayanya karena menjadi hal yang unik bagi wisman," katanya.
Masyarakat desa melalui komunitasnya, katanya, juga harus membangun jejaring dengan komunitas dan organisasi lainnya untuk mengembangkan potensi kepariwisataan dengan tetap mempertahankan suasana kehidupan yang harmoni antara sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan desa.
Ia mencontohkan tentang komunitas masyarakat yang tergabung dalam Sanggar Bangun Budaya pimpinan pemuda setempat, Untung Pribadi, yang mengembangkan olah seni dan budaya di kawasan Gunung Merapi, termasuk memfokuskan perhatian terhadap penanaman nilai-nilai seni, budaya, dan lingkungan alam setempat.
"Di Desa Sumber ini telah menjadi salah satu wujud kepariwisataan berkelanjutan dengan berbasis masyarakat desa," katanya.
Peringatan HUT ke-4 Sanggar Bangun Budaya (9-10 Mei 2015) tidak hanya dimeriahkan oleh kehadiran masyarakat desa-desa sekitar untuk menyaksikan berbagai kegiatan seni dan budaya, akan tetapi juga jejaringnya di berbagai kota dan luar negeri, termasuk wisatawan mancanegara.
Di antara mereka, selama beberapa hari terakhir menginap di desa setempat untuk mengikuti kegiatan seni dan budaya. Rangkaian kegiatan sanggar tersebut, antara lain pengajian, kenduri, kirab budaya, pentas kesenian tradisional dan kontemporer oleh kelompok-kelompok seniman setempat dan dari beberapa kota yang selama ini berjejaring dengan Sanggar Bangun Budaya.
Beberapa kelompok kesenian beranggotakan anak-anak dari beberapa grup di kawasan itu, juga mementaskan kesenian tradisional, antara lain tarian campur, cakar lele, kobra siswa, soreng, sedangkan para ibu mementaskan tarian jalantur.
Anak-anak setempat juga mengikuti pembelajaran membatik gaya kontemporer, menggunakan bahan tepung terigu untuk pembuatan motif, sedangkan pewarnaan dengan cara penyemprotan. Kegiatan mereka dibimbing oleh seniman Australia, Ely Kent, yang pada kesempatan itu datang ke Sanggar Bangun Budaya bersama keluarganya./e
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015