Penyakit kutu air atau dalam bahasa Banjar disebut lancat paling banyak dikeluhkan oleh warga Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) pascabanjir melanda beberapa waktu yang lalu.
"Hampir lima hari rumah kami terendam banjir dan kesana kemari berjalan tidak menggunakan sendal untuk mengambil logistik, jadi penyakit lancat ini sangat perih dan hampir semua keluarga, anak dan istri saya juga kena lancat," kata Warga Barabai, Dillah, Rabu (26/1).
Dari data Dinas Kesehatan tertanggal 16 sampai 26 Januari 2021, tercatat penyakit alergi kutu air atau gatal-gatal mencapai 453 orang. Angka tersebut dihitung dari warga yang datang berobat gratis ke posko kesehatan penanganan banjir di Kabupaten HST.
Belum lagi yang melakukan pengobatan sendiri, kemungkinan mencapai ribuan orang terkena penyakit kutu air.
Selanjutnya, posisi kedua terbanyak penyakit yang dikeluhkan warga pascabanjir adalah ISPA yaitu sebanyak 375 orang disusul penyakit RA/MYALGIA atau nyeri otot sebanyak 179 orang.
Untuk penanganan, Pemkab HST melalui Dinas Kesehatan membuka posko di beberapa titik pengungsian dan di sejumlah kecamatan yang terdampak banjir.
Kutu air atau tinea pedis adalah infeksi jamur pada kulit kaki. Infeksi jamur ini biasanya bermula dari sela jari kaki kemudian menyebar ke semua area kaki. Kondisi ini dapat terjadi pada semua golongan usia.
Kutu air dikenal juga dengan istilah athlete’s foot atau kurap kaki. Kutu air rentan terjadi pada kaki yang sering basah atau lembab akibat berkeringat atau menggunakan sepatu ketat.
Keluhan yang biasanya dirasakan saat seseorang mengalami kutu air adalah kulit kaki yang terasa gatal, bersisik, dan kemerahan.
Baca juga: Kerusakan lahan pertanian akibat banjir HST mencapai 11.231 hektare
Baca juga: Gabungan relawan Anwaha HST, Tabalong dan Balangan bersihkan sampah di Barabai
Baca juga: DPRD soroti penanganan pascabanjir di HST, dari masalah PDAM hingga keringanan kredit di bank
Baca juga: Motif pembunuhan, pelaku tidak terima temannya ditampar korban
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
"Hampir lima hari rumah kami terendam banjir dan kesana kemari berjalan tidak menggunakan sendal untuk mengambil logistik, jadi penyakit lancat ini sangat perih dan hampir semua keluarga, anak dan istri saya juga kena lancat," kata Warga Barabai, Dillah, Rabu (26/1).
Dari data Dinas Kesehatan tertanggal 16 sampai 26 Januari 2021, tercatat penyakit alergi kutu air atau gatal-gatal mencapai 453 orang. Angka tersebut dihitung dari warga yang datang berobat gratis ke posko kesehatan penanganan banjir di Kabupaten HST.
Belum lagi yang melakukan pengobatan sendiri, kemungkinan mencapai ribuan orang terkena penyakit kutu air.
Selanjutnya, posisi kedua terbanyak penyakit yang dikeluhkan warga pascabanjir adalah ISPA yaitu sebanyak 375 orang disusul penyakit RA/MYALGIA atau nyeri otot sebanyak 179 orang.
Untuk penanganan, Pemkab HST melalui Dinas Kesehatan membuka posko di beberapa titik pengungsian dan di sejumlah kecamatan yang terdampak banjir.
Kutu air atau tinea pedis adalah infeksi jamur pada kulit kaki. Infeksi jamur ini biasanya bermula dari sela jari kaki kemudian menyebar ke semua area kaki. Kondisi ini dapat terjadi pada semua golongan usia.
Kutu air dikenal juga dengan istilah athlete’s foot atau kurap kaki. Kutu air rentan terjadi pada kaki yang sering basah atau lembab akibat berkeringat atau menggunakan sepatu ketat.
Keluhan yang biasanya dirasakan saat seseorang mengalami kutu air adalah kulit kaki yang terasa gatal, bersisik, dan kemerahan.
Baca juga: Kerusakan lahan pertanian akibat banjir HST mencapai 11.231 hektare
Baca juga: Gabungan relawan Anwaha HST, Tabalong dan Balangan bersihkan sampah di Barabai
Baca juga: DPRD soroti penanganan pascabanjir di HST, dari masalah PDAM hingga keringanan kredit di bank
Baca juga: Motif pembunuhan, pelaku tidak terima temannya ditampar korban
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021