Jelang pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2020 yang tinggal 11 Hari lagi, akan banyak praktik-praktik politik uang. Mewaspadai hal tersebut, Bawaslu kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) mulai intensif memaksimalkan pengawasan.

Bawaslu Kabupaten HST menggelar Rapat Dalam Kantor (RDK) khusus bersama jajaran Divisi Hukum, Penindakan Pelanggaran dan Penanganan Sengketa (HPPS) seluruh Panwascam Se-Kabupaten HST, Jum'at (27/11) di Barabai.

Turut hadir memberikan arahan Koordiv Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kalsel, Azhar Ridhanie dan Kabag Penanganan Pelanggaran, Penyelesaian Sengketa Proses dan Hukum Bawaslu Kalsel.

Koordiv HPPS bawaslu HST, Ahmad Zulfadhli menyampaikan, beberapa upaya telah dilakukan guna melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap praktek-praktek politik uang yang kemungkinan akan terjadi jelang Pemungutan Suara 9 Desember mendatang.

Pihaknya juga menggelar sosialisasi-sosialisasi partisipatif yang melibatkan beberapa tokoh masyarakat, agama, pemuda dan perempuan serta stakeholder agar bersama-sama melakukan pengawasan.

"Spanduk-spanduk himbauan terkait larangan politik uang dan netralitas ASN juga sudah kami pasang di seluruh desa dan kecamatan di HST. Sedangkan pengawas TPS juga sudah dibentuk. Mereka juga telah dibimtek dan siap memaksimalkan pengawasan terhadap praktik-praktik kecurangan Pilkada jelang pemungutan suara hingga 9 Desember nanti," tukasnya.

Koordiv Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kalsel, Azhar Ridhanie turut mengingatkan, terkait politik uang, bahwa tidak hanya pelaku yang mendapatkan sanksi. Penerima politik uang pun juga dikenakan sanksi yang serupa.

"Ingat, tidak hanya pelaku yang mendapatkan sanksi. Penerima politik uang pun juga dikenakan sanksi yang serupa. Khusus untuk pasangan calon akan dikenakan sanksi diskualifikasi jika terbukti melakukan politik uang," tegasnya.

Bawaslu menegaskan, pihaknya tidak akan mentoleransi adanya praktik politik uang dalam Pilkada 2020 mendatang.

Menurut dia, sesuai Undang-undang Pilkada nomor 10 tahun 2016 secara jelas telah mengatur perihal praktik politik uang. Jadi, bukan hanya mereka yang memberikan imbalan, namun siapapun yang menerima imbalan akan ada sanksi hukumnya.

"Pemberi dan penerima politik uang, dapat dijatuhi sanksi pidana minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan ataupun denda, paling sedikit Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar," katanya.

Azhar Ridhanie yang akrab dipanggil Bang Aldo ini menjelaskan, sanksi dalam politik uang tersebut diatur dalam pasal 187 a ayat 2.

Dimana setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menjanjikan atau memberikan uang atau materia lain sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia secara langsung ataupun tidak langsung.

Tujuannya untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih dengan cara tertentu, sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu, maka dapat dipidana.

Namun aturan ini, dijelaskan Aldo, hanya diberlakukan pada Pilkada. Artinya, tidak berlaku dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden kemarin.

"Pada sisa waktu 11 hari ini, kami Bawaslu Kalsel hingga ke tingkat bawah akan memperkuat pengetahuan dan memaksimalkan terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadi politik uang," tuntasnya.

Pewarta: M. Taupik Rahman

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020