Kepala Seksi (Kasi) Infrastruktur, Kantor Pertanahan Nasional (BPN) Tri Ismanto, menyampaikan pemicu sengketa atau konflik agraria kalau dilihat dari unsur administrasi pertanahan, adanya tumpang tindih penggunaan tanah dan berubahnya pola pikir masyarakat terhadap penguasaan tanah bisa jadi pemicu konflik agraria.

Ia mengatakan, dahulu saat nilai tanah secara ekonomis kurang menggiurkan, namun saat ini misalnya adanya pemindahan ibukota negara ke Kalimantan Timur (Kaltim), sedangkan Kalimantan Selatan (Kalsel) adalah gerbangnya ibukota, maka secara otomatis akan dilirik oleh investor, mengingat nilai harga tanah akan naik.

"BPN membagi dua permasalahan, yaitu sengketa dan konflik, dilihat dari pengaruh perselisihan antar perseorangan, dan badan hukum atau lembaga yang dampaknya terhadap sosial politik besar atau kecil," katanya, dalam talkshow edukasi dan perlindungan kepada masyarakat dalam mengatasi konflik agraria di HSS. 

Baca juga: Pemkab HSS jalin kerjasama bidang pertanahan dengan Kanwil BPN Kalsel

Dijelaskan dia, kalau sengketa itu dampaknya kecil, hanya secara lokal saja, seperti permasalahan individu dengan individu, sedangkan konflik itu dampaknya besar, seperti badan hukum dengan masyarakat sekitar, apalagi terkait dengan perkebunan atau pertambangan. 

Mengantisipasi permasalahan tersebut, maka sebidang tanah harus terdaftar memiliki sertifikat. Adanya sertifikat tersebut, secara hukum administrasi tercatat oleh negara dan tingkatannya lebih tinggi dibandingkan bidang tanah yang belum terdaftar.

Pada mulanya penerbitannya ada beberapa tahapan, yaitu penetapan batas, sesuai yang ditunjuk oleh pemilik bidang tanah, dan disetujui oleh tetangga batasnya, aspek hukumnya mulai dari riwayat perolehan tanahnya, hingga akhirnya bisa diterbitkan sertifikat tersebut.

Baca juga: Bupati terima kunjungan BPN HSS

"Ada beberapa tahapan tersebut, untuk memastikan bahwa bidang tanah tersebut tidak ada sengketa dan merupakan hak yang benar-benar dimiliki dikuasi oleh pemilik bidang tanah tersebut," katanya, Selasa (30/6), di Kandangan.

Adapun peran BPN dalam pencegahan konflik agraria, dengan pendataan tanah, pensertifikatan tanah dengan terlebih dahulu dilakukan pengecekan status dan perolehan tanahnya, sehingga ada legalitas kepemilikan tanah yang meminimalisir sengketa di depannya.

Selanjutnya, BPN melaksanakan program penyertifikatan tanah ke desa-desa, sehingga masyarakt memiliki kepastian dan keamanan hukum di dalam kepemilikan tanah. Selain itu, kesadaran masyarakat masih perlu ditingkatkan agar lahan yang dimiliki mempunyai kejelasan status dan tidak tumpang tindih dengan orang lain.

Pewarta: Fathurrahman

Editor : Gunawan Wibisono


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020