Seorang siswi Global Islamic Boarding School (GIBS) di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Yuniar Anggraini Zahra, baru saja selesai menjalani 14 hari masa karantina di sekolahnya sepulang dari perjalan hijrah dari Australia.

Ditemui Minggu pagi, Yuniar yang baru saja pulang ke rumahnya pada Sabtu (4/4) petang menceritakan, bila dia bersama 51 teman satu angkatannya, mendapatkan banyak pelajaran selama menjalani masa-masa karantina.  

"Banyak hikmah yang kami dapat selama di karantina, bagaimana hidup disiplin dalam menjaga kebersihan, pola hidup sehat dan lebih dari itu adalah, bagaimana menghadapi kesulitan dengan saling mendukung dan menguatkan," katanya.

Menurut dia, walaupun sejak 1,5 tahun lebih dia tinggal di asrama, namun sangat berbeda rasanya dibanding dengan menjalani masa-masa karantina.

Semuanya berawal, saat sekolah tempat dia menimba ilmu mengadakan program hijrah (Immersion Program) ke Australia, yang telah direncanakan sejak mereka kelas X.

Hijrah, merupakan program tetap SMA GIBS, untuk bisa belajar ke luar negeri, agar para siswa bisa mengenal proses belajar dan budaya bangsa lain. Program tersebut, merupakan progam yang paling ditunggu para siswa.

Namun, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, program tahun ini berjalan bertepatan dengan datangnya musibah COVID-19, yang diawali dari Wuhan, China.

Awalnya, saat keberangkatan tidak ada kekhawatiran apapun, karena memang di Indonesia saat itu belum terjadi apa-apa, atau terbilang masih aman.

Ketika para siswa berada Australia, tepatnya di wilayah Brisbane, kondisi juga masih kondusif. 

"Kami belajar dengan bahagia, tidak ada kekhawatiran apapun, walaupun ustadzah selalu mengingatkan kami untuk waspada, hingga kami kembali ke Tanah Air," katanya.

Selama dalam perjalanan pulang, Yuniar mengaku sangat bahagia, setelah lama tidak bertemu dengan kedua orangtua.

Walaupun saat tiba di Tanah Air, kata dia, pemeriksaan dilakukan dengan cukup ketat,namun tidak membuat dia dan teman-temannya khawatir.

Kekhawatiran justru timbul saat berada di karantina, saat itu seluruh rombongan ditetapkan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP).

"Bukan penetapan kami sebagai ODP yang membuat kami khawatir, atau perlakukan ketat dari asrama maupun tim medis yang membuat kami resah, tetapi informasi yang beredar di sosial media, di instagram, di Whatsapp group dan lainnya, membuat kami sangat sedih," katanya.

Warganet, kata dia, banyak yang menghujat dan menghakimi dengan kata-kata yang membikin sedih.

Tapi, tambah dia, para siswa merasa bersyukur, berkat dukungan ustad-ustadzah yang menenangkan dan memberikan pengertian, membuat seluruh siswa kembali bersemangat menjalani masa-masa karantina 14 hari.

"Kami selalu ditanamkan kata-kata, karantina ini bukan hanya untuk kepentingan kami, tetapi untuk kebaikan teman-teman, keluarga dan masyarakat, sehingga harus iklas menjalaninya," katanya.

Selalu ditanamkan moto : We stay at school for you,  We learn at school for you,  You stay at home for us, You learn at home for us, atau Kami tetap di sekolah untuk kalian, Kami belajar di sekolah untuk kalian, Kalian tetap di rumah untuk kami, Kalian belajar di rumah untuk kami.

Tekad tersebut dibuat, karena sebelum 55 anggota rombongan dari Australia kembali, GIBS harus memulangkan seluruh anggota asrama ke rumah masing-masing, karena lokasinya dimanfaatkan untuk karantina.
 
Moto itu, menjadi kekuatan bagi seluruh angota rombongan, yang harus menjalani karantina 14 hari dengan disiplin tinggi. 

"Kami menjalaninya dengan cukup ketat dan displin. Walaupun lokasi asrama sangat luas, namun pergerakan serba dibatasi, lokasi yang boleh didatangi hanya di sekitar tempat karantina. Namun kami menjalani dengan hati yang gembira," katanya.

Apalagi untuk mengurangi kejenuhan selama masa karantina, pihak SMA GIBS berusaha membuat hati siswa senang, dengan menyediakan alat permaian tradisional, peralatan olahraga, mendatangkan instruktur senam hingga hiburan stand up comedy.   

Hingga akhirnya masa 14 hari itu telah usai. Setelah diperiksa kembali oleh tim kesehatan, seluruh anggota rombongan dinyatakan sehat dengan hasil tes negatif.

"Kini kami sudah kembali ke pangkuan orangtua kami masing-masing, namun baru satu hari di rumah, rasanya sudah kangen masa-masa indah di karantina, saling mendukung dan menguatkan. Lebih dari itu, kami belajar untuk saling melindungi dengan mengendalikan ego dan kepentingan diri sendiri," katanya.

Pewarta: Sukarli

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020