Harga minyak anjlok hampir empat persen pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena penyebaran cepat virus corona di negara-negara di luar China menambah kekhawatiran investor tentang dampaknya terhadap permintaan minyak mentah.
Ekuitas global juga memperpanjang kerugian karena kekhawatiran tentang dampak virus meningkat, dengan jumlah kasus melonjak di Iran, Italia dan Korea Selatan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April turun 2,20 dolar AS atau 3,8 persen menjadi ditutup pada 56,30 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Baca juga: Belanda tak dukung pelarangan minyak sawit Indonesia
Minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April berakhir 1,95 dolar AS atau 3,7 persen lebih rendah menjadi 51,43 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange
"Laporan penyebaran virus corona meningkatkan kekhawatiran akan kehancuran permintaan," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago. "Ketika kami melihat pergerakan besar turun di pasar saham, pedagang minyak menjual duluan dan mengajukan pertanyaan kemudian."
Virus corona telah menginfeksi hampir 77.000 orang dan membunuh lebih dari 2.500 di China, kebanyakan dari mereka di Hubei.
Kota terbesar keempat Korea Selatan, Daegu, semakin terisolasi karena jumlah infeksi di sana meningkat dengan cepat.
Wabah terbesar di Eropa adalah di Italia, yang melaporkan kematian ketujuh dari virus seperti flu dan 220 infeksi.
Baca juga: Harga minyak naik
Kuwait, Bahrain, Oman, dan Irak pada Senin (24/2/2020) mencatat kasus virus corona baru pertama mereka, semuanya melibatkan orang-orang yang pernah berada di Iran, yang menambah jumlah korban tewas menjadi 12 orang dan 61 orang yang terinfeksi.
Afghanistan, Irak, Kuwait, Arab Saudi dan Turki memberlakukan pembatasan perjalanan dan imigrasi terhadap Iran.
Namun, kepala Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa menggunakan kata "pandemi" tidak sesuai dengan fakta.
"Kita harus fokus pada penahanan, sementara mempersiapkan pandemi potensial," katanya kepada wartawan di Jenewa, menambahkan bahwa dunia tidak menyaksikan penyebaran yang tidak terkendali atau kematian berskala besar.
Saudi Aramco memperkirakan dampak virus corona pada permintaan minyak akan berumur pendek dan konsumsi akan meningkat pada paruh kedua tahun ini, kata Kepala Eksekutif Amin Nasser kepada Reuters.
Pada Senin (24/2/2020), pejabat kesehatan setempat di China mengatakan bahwa empat provinsi telah menurunkan langkah-langkah tanggap darurat virus mereka.
Goldman Sachs mengatakan harga komoditas bisa turun tajam sebelum ada rebound di belakang upaya stimulus China.
"Janji stimulus telah membuat pasar komoditas bertindak seperti pasar ekuitas, membangun risiko koreksi tajam," kata bank dalam sebuah catatan.
Bank of America Global Research mempertahankan perkiraan 2020 untuk harga minyak mentah Brent stabil di 62 dolar AS per barel, mengutip penurunan sukarela dan tidak sukarela dalam pasokan OPEC dan ketahanan pasar terhadap guncangan geopolitik.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump telah memutuskan untuk meningkatkan kampanye sanksi terhadap sektor minyak Venezuela dan akan lebih agresif dalam menghukum orang dan perusahaan yang melanggarnya, kata utusan AS untuk negara Amerika Latin itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Ekuitas global juga memperpanjang kerugian karena kekhawatiran tentang dampak virus meningkat, dengan jumlah kasus melonjak di Iran, Italia dan Korea Selatan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April turun 2,20 dolar AS atau 3,8 persen menjadi ditutup pada 56,30 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Baca juga: Belanda tak dukung pelarangan minyak sawit Indonesia
Minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April berakhir 1,95 dolar AS atau 3,7 persen lebih rendah menjadi 51,43 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange
"Laporan penyebaran virus corona meningkatkan kekhawatiran akan kehancuran permintaan," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago. "Ketika kami melihat pergerakan besar turun di pasar saham, pedagang minyak menjual duluan dan mengajukan pertanyaan kemudian."
Virus corona telah menginfeksi hampir 77.000 orang dan membunuh lebih dari 2.500 di China, kebanyakan dari mereka di Hubei.
Kota terbesar keempat Korea Selatan, Daegu, semakin terisolasi karena jumlah infeksi di sana meningkat dengan cepat.
Wabah terbesar di Eropa adalah di Italia, yang melaporkan kematian ketujuh dari virus seperti flu dan 220 infeksi.
Baca juga: Harga minyak naik
Kuwait, Bahrain, Oman, dan Irak pada Senin (24/2/2020) mencatat kasus virus corona baru pertama mereka, semuanya melibatkan orang-orang yang pernah berada di Iran, yang menambah jumlah korban tewas menjadi 12 orang dan 61 orang yang terinfeksi.
Afghanistan, Irak, Kuwait, Arab Saudi dan Turki memberlakukan pembatasan perjalanan dan imigrasi terhadap Iran.
Namun, kepala Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa menggunakan kata "pandemi" tidak sesuai dengan fakta.
"Kita harus fokus pada penahanan, sementara mempersiapkan pandemi potensial," katanya kepada wartawan di Jenewa, menambahkan bahwa dunia tidak menyaksikan penyebaran yang tidak terkendali atau kematian berskala besar.
Saudi Aramco memperkirakan dampak virus corona pada permintaan minyak akan berumur pendek dan konsumsi akan meningkat pada paruh kedua tahun ini, kata Kepala Eksekutif Amin Nasser kepada Reuters.
Pada Senin (24/2/2020), pejabat kesehatan setempat di China mengatakan bahwa empat provinsi telah menurunkan langkah-langkah tanggap darurat virus mereka.
Goldman Sachs mengatakan harga komoditas bisa turun tajam sebelum ada rebound di belakang upaya stimulus China.
"Janji stimulus telah membuat pasar komoditas bertindak seperti pasar ekuitas, membangun risiko koreksi tajam," kata bank dalam sebuah catatan.
Bank of America Global Research mempertahankan perkiraan 2020 untuk harga minyak mentah Brent stabil di 62 dolar AS per barel, mengutip penurunan sukarela dan tidak sukarela dalam pasokan OPEC dan ketahanan pasar terhadap guncangan geopolitik.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump telah memutuskan untuk meningkatkan kampanye sanksi terhadap sektor minyak Venezuela dan akan lebih agresif dalam menghukum orang dan perusahaan yang melanggarnya, kata utusan AS untuk negara Amerika Latin itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020