Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Banjarmasin akan menggalakkan program pilah sampah, yakni mengharuskan menyediakan dua kantong sampah di setiap rumah warga untuk sampah organik dan non-organik.
Kabid Kebersihan dan Pengelolaan Sampah DLH Kota Banjarmasi Marzuki di Banjarmasin, Kamis, mengatakan program pilah sampah dari rumah warga ini akan digalakkan pada 2020.
"Tahun depan kita gencarkan sosialisasinya," katanya.
Program pilah sampah organik dan non-organik sudah diterapkan di restoran dan perhotelan, dan cukup berhasil hingga sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Basirih tidak banyak lagi dari dua sektor produksi sampah ini.
Karenanya harus juga diterapkan diproduksi sampah yang lebih besar, yakni, sampah dari rumah tangga yang hampir 80 persen mendominasi sekitar 600 ton per harinya.
Baca juga: Habis sampah jadilah uang
Jack, panggilan akrabnya, mengatakan pihaknya tidak memberi sanksi terhadap program ini, tapi murni menghimbau agar masyarakat sadar akan pentingnya memilah sampah organik dan non-organik tersebut.
"Karena kalau kita beri sanksi, misalnya kita jamin adanya kantong plastik bagi setiap rumah, itu jadi tidak mendidik," tuturnya.
Jack mengatakan, harus ada tanggungjawab masing-masing rumah tangga untuk membantu penanganan sampah ini. Terlebih lagi sampah tersebut merupakan produksi dari mereka sendiri, yakni membantu pemilihannya.
Sehingga sampah dari rumah mereka itu masuk ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau Tempat Sampah Terpadu (TPST) sudah terpilah dengan baik, antara kantong sampah basah atau organik dan sampah kering atau non-organik.
"Bahkan kalau diambil pemulung, mereka sudah tahu mana kantong sampah bisa didaur ulang, hingga tidak mereka hamburkan setiap kantong sampah," ujarnya.
Karena sudah ada pemilihan sejak dari rumah warga ini, tentunya sampah organik, seperti sisa makanan atau sayuran bisa diolah langsung menjadi pupuk organik, sedangkan sampah non-organik seperti botol minuman plastik atau kertas, bisa dimanfaatkan lagi.
Baca juga: Menteri LHK libatkan ahli riset buktikan isu dioxin
"Pastinya, kalau ada tempat pengolahannya seperti bank sampah atau TPST, sampah yang terbuang ke TPA Basirih tinggal yang sedikit, paling bekas popok misalnya yang tidak mungkin didaur ulang lagi," tutur Jack.
Menurut dia, program pilah sampah dari rumah warga dengan dua kantong sampah organik dan non-organik ini bisa terlaksana 20 persen saja sudah sangat berarti bagi penanganan sampah di kota ini.
"Bahkan kita buat nanti satu atau dua titik wilayah sebagai daerah percontohan, hingga bisa memotivasi yang lain," katanya.
Alasannya, kalau tidak digalakkan seperti ini, penumpukan sampah di TPA Basirih akan terus terjadi, sementara lahan yang tersedia untuk itu sudah sangat sempit, diperkirakan tinggal lima tahun lagi sudah penuh.*
Baca juga: Daya tampung TPA Sampah Basirih tinggal 5 tahun habis
Baca juga: Mahasiswa keluhkan kebiasaan warga buang sampah ke sungai
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Kabid Kebersihan dan Pengelolaan Sampah DLH Kota Banjarmasi Marzuki di Banjarmasin, Kamis, mengatakan program pilah sampah dari rumah warga ini akan digalakkan pada 2020.
"Tahun depan kita gencarkan sosialisasinya," katanya.
Program pilah sampah organik dan non-organik sudah diterapkan di restoran dan perhotelan, dan cukup berhasil hingga sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Basirih tidak banyak lagi dari dua sektor produksi sampah ini.
Karenanya harus juga diterapkan diproduksi sampah yang lebih besar, yakni, sampah dari rumah tangga yang hampir 80 persen mendominasi sekitar 600 ton per harinya.
Baca juga: Habis sampah jadilah uang
Jack, panggilan akrabnya, mengatakan pihaknya tidak memberi sanksi terhadap program ini, tapi murni menghimbau agar masyarakat sadar akan pentingnya memilah sampah organik dan non-organik tersebut.
"Karena kalau kita beri sanksi, misalnya kita jamin adanya kantong plastik bagi setiap rumah, itu jadi tidak mendidik," tuturnya.
Jack mengatakan, harus ada tanggungjawab masing-masing rumah tangga untuk membantu penanganan sampah ini. Terlebih lagi sampah tersebut merupakan produksi dari mereka sendiri, yakni membantu pemilihannya.
Sehingga sampah dari rumah mereka itu masuk ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau Tempat Sampah Terpadu (TPST) sudah terpilah dengan baik, antara kantong sampah basah atau organik dan sampah kering atau non-organik.
"Bahkan kalau diambil pemulung, mereka sudah tahu mana kantong sampah bisa didaur ulang, hingga tidak mereka hamburkan setiap kantong sampah," ujarnya.
Karena sudah ada pemilihan sejak dari rumah warga ini, tentunya sampah organik, seperti sisa makanan atau sayuran bisa diolah langsung menjadi pupuk organik, sedangkan sampah non-organik seperti botol minuman plastik atau kertas, bisa dimanfaatkan lagi.
Baca juga: Menteri LHK libatkan ahli riset buktikan isu dioxin
"Pastinya, kalau ada tempat pengolahannya seperti bank sampah atau TPST, sampah yang terbuang ke TPA Basirih tinggal yang sedikit, paling bekas popok misalnya yang tidak mungkin didaur ulang lagi," tutur Jack.
Menurut dia, program pilah sampah dari rumah warga dengan dua kantong sampah organik dan non-organik ini bisa terlaksana 20 persen saja sudah sangat berarti bagi penanganan sampah di kota ini.
"Bahkan kita buat nanti satu atau dua titik wilayah sebagai daerah percontohan, hingga bisa memotivasi yang lain," katanya.
Alasannya, kalau tidak digalakkan seperti ini, penumpukan sampah di TPA Basirih akan terus terjadi, sementara lahan yang tersedia untuk itu sudah sangat sempit, diperkirakan tinggal lima tahun lagi sudah penuh.*
Baca juga: Daya tampung TPA Sampah Basirih tinggal 5 tahun habis
Baca juga: Mahasiswa keluhkan kebiasaan warga buang sampah ke sungai
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019