Seorang petani di Kabupaten Ulanhot, Provinsi Mongolia Dalam, China, mampu meraup keuntungan bersih hingga 3 juta yuan atau sekitar Rp5,9 miliar per tahun dengan mengumpulkan jerami dari para petani.
"Waktu menjadi petani padi dulu, saya hanya bisa meraih pendapatan 100 ribu yuan (Rp198,8 juta) per tahun," kata Bao Tianxi, petani di Desa Xingfu, Kabupaten Ulanhot, Kamis (24/10).
Ia merintis usaha mengumpulkan jerami tersebut sejak 2015. Sampai saat ini ada sekitar 4.000 petani di kabupaten yang berjarak sekitar 1.250 kilometer dari Ibu Kota Provinsi Mongolia Dalam di Hohhot tersebut yang menyetorkan jerami kepadanya.
Baca juga: Petani Desa Kambitin keluhkan harga karet menurun
Dengan menggunakan alat pemotong dan penggulung, jerami para petani yang sudah berbentuk gelondongan diolah menjadi semacam tablet di pabrik penggilingan milik keluarga Bao di Desa Xingfu.
"Dalam satu tahun saya bisa menghasilkan 30.000 ton tablet," kata petani pria berusia 38 tahun saat ditemui di sela-sela kesibukan di pabrik penggilingan milik keluarganya yang diberi nama Zhennong itu.
Kemudian tablet yang merupakan hasil pemadatan jerami tersebut disetorkan ke pabrik pengolahan pupuk organik di pinggiran Ulanhot.
"Para petani yang menjual atau menyetorkan jerami kepada saya tadi mendapatkan potongan harga pembelian pupuk organik sebesar 20 persen," ujar Bao yang memiliki mobil sedan merek Audi.
Rata-rata pendapatan bersih tahunan para petani padi di daerah yang banyak dihuni etnis minoritas Mongol itu 20.000 - 50.000 yuan (Rp39 juta-Rp99 juta).
Industri pupuk organik dari jerami yang diberi nama Biochar tersebut mendapatkan perhatian serius dari Bank Pembangunan Asia (ADB) karena dianggap mampu mereduksi emisi karbon.
Baca juga: Masih banyak petani bakar lahan sawah bekas panen
"Mereka tidak membakar jerami di tengah sawah, tapi diolah dengan cara dipadatkan dan digiling menjadi tablet. Selanjutnya dijadikan arang di pabrik yang lebih besar lagi sebelum menjadi pupuk organik, baik dalam bentuk padat maupun cair," kata Spesialis Senior Lingkungan Divisi Asia Timur ADB Zhou Yun.
Beberapa industri kecil dan menengah yang tersebar di enam provinsi atau kota setingkat provinsi di wilayah utara dan timurlaut China mendapatkan skema pinjaman lunak dari ADB untuk mengurangi emisi karbon.
Prof Pan Genxing dari Nanjing Agricultural University (NAU) mengatakan bahwa pupuk Biochar mampu meningkatkan produktivitas pertanian hingga 20 persen.
"Pupuk ini bisa digunakan di lahan apa pun, termasuk lahan kering yang juga terdapat di beberapa wilayah di Indonesa," kata penemu teknologi Biochar yang juga mengajar beberapa mahasiswa asal Indonesia di NAU Provinsi Jiangsu itu.
Baca juga: Petani Palestina diusir dari kebun zaitun mereka
Baca juga: Pemerintah harus wujudkan ketahanan pangan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
"Waktu menjadi petani padi dulu, saya hanya bisa meraih pendapatan 100 ribu yuan (Rp198,8 juta) per tahun," kata Bao Tianxi, petani di Desa Xingfu, Kabupaten Ulanhot, Kamis (24/10).
Ia merintis usaha mengumpulkan jerami tersebut sejak 2015. Sampai saat ini ada sekitar 4.000 petani di kabupaten yang berjarak sekitar 1.250 kilometer dari Ibu Kota Provinsi Mongolia Dalam di Hohhot tersebut yang menyetorkan jerami kepadanya.
Baca juga: Petani Desa Kambitin keluhkan harga karet menurun
Dengan menggunakan alat pemotong dan penggulung, jerami para petani yang sudah berbentuk gelondongan diolah menjadi semacam tablet di pabrik penggilingan milik keluarga Bao di Desa Xingfu.
"Dalam satu tahun saya bisa menghasilkan 30.000 ton tablet," kata petani pria berusia 38 tahun saat ditemui di sela-sela kesibukan di pabrik penggilingan milik keluarganya yang diberi nama Zhennong itu.
Kemudian tablet yang merupakan hasil pemadatan jerami tersebut disetorkan ke pabrik pengolahan pupuk organik di pinggiran Ulanhot.
"Para petani yang menjual atau menyetorkan jerami kepada saya tadi mendapatkan potongan harga pembelian pupuk organik sebesar 20 persen," ujar Bao yang memiliki mobil sedan merek Audi.
Rata-rata pendapatan bersih tahunan para petani padi di daerah yang banyak dihuni etnis minoritas Mongol itu 20.000 - 50.000 yuan (Rp39 juta-Rp99 juta).
Industri pupuk organik dari jerami yang diberi nama Biochar tersebut mendapatkan perhatian serius dari Bank Pembangunan Asia (ADB) karena dianggap mampu mereduksi emisi karbon.
Baca juga: Masih banyak petani bakar lahan sawah bekas panen
"Mereka tidak membakar jerami di tengah sawah, tapi diolah dengan cara dipadatkan dan digiling menjadi tablet. Selanjutnya dijadikan arang di pabrik yang lebih besar lagi sebelum menjadi pupuk organik, baik dalam bentuk padat maupun cair," kata Spesialis Senior Lingkungan Divisi Asia Timur ADB Zhou Yun.
Beberapa industri kecil dan menengah yang tersebar di enam provinsi atau kota setingkat provinsi di wilayah utara dan timurlaut China mendapatkan skema pinjaman lunak dari ADB untuk mengurangi emisi karbon.
Prof Pan Genxing dari Nanjing Agricultural University (NAU) mengatakan bahwa pupuk Biochar mampu meningkatkan produktivitas pertanian hingga 20 persen.
"Pupuk ini bisa digunakan di lahan apa pun, termasuk lahan kering yang juga terdapat di beberapa wilayah di Indonesa," kata penemu teknologi Biochar yang juga mengajar beberapa mahasiswa asal Indonesia di NAU Provinsi Jiangsu itu.
Baca juga: Petani Palestina diusir dari kebun zaitun mereka
Baca juga: Pemerintah harus wujudkan ketahanan pangan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019