"Kanas Tamban" salah satu jenis nenas (nanas, pineapple) yang rasanya manis, banyak mengandung air dan tanpa terasa kecut, perkebunannya terdapat di Kabupaten Barito Kuala atau Batola, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Berbeda dengan buah nenas madu yang banyak terdapat di tanah air - Indonesia pada dataran tinggi atau lahan juga manis, tetapi masih ada rasa kecutnya.
Sama halnya dengan nenas paun yang bisa berbuah besar atau beratnya terkadang lebih lima kilogram, juga manis namun tingkat kekecutan melebihi nenas madu.
Oleh sebab itu, pada umumnya orang menjadikan buah nenas paun sebagai bahan baku pembuatan selai, karena mempunyai serat yang banyak.
Begitu pula buah kanas Tamban dengan stektur daging/seratnya, sebagaimana nenas paun, selain untuk rujak (pancuk = dalam bahasa Banjar Kalsel) juga sebagai bahan baku membuat selai.
"Kanas" sebutan dalam bahasa daerah Banjar Kalsel terhadap tanaman/buah nenas yang sudah ada di negeri ini - nusantara Indonesia sejak lama atau berabad-abad silam.
Bagaimana halnya dengan Kanas Tamban? Jenis Kanas Tamban itu bermula dari varietas nenas bangka.
Sedangkan Tamban nama sebuah kawasan permukiman transmigrasi awal tahun 1950-an yang dulu masuk wilayah Kabupaten Banjar, Kalsel dan kini menjadi bagian Batola.
Produksi kanas Tamban mulai "boming" di pasaran buah-buahan Banjarmasin ataupun Kalsel Tahun 1960-an yang ketika itu masih satu Kotamadya dan sembilan kabupaten.
Pada mulanya warga transmigrasi Tamban (sekitar 40 kilometer barat Banjarmasin) menanam kanas merupakan tanaman sela dalam membuka lahan usaha pertanian mereka.
Kemudian awal tahun 1960-an, warga eks transmigran itu bersama warga masyarakat setempat dan lainnya menjadikan perkebunan nenas tersebut sebagai ladang usaha.
Oleh sebab itu, sejak tahun 1960-an hingga sekarang banyak terdapat hamparan kebun nenas yang membentang luas di "Bumi Salidah" Batola atau daerah pertanian pasang surut tersebut.
Salidah adalah motto daerah Batola yang berdiri sendiri atau pemekaran dari Kabupaten Banjar pada pertengahan tahun 1950-an. Pengertian atau makna dari kata Salidah itu sendiri kebersamaan dalam membangun daerah Batola yang ketika itu baru berdiri sendiri.
Salidah sama dengan satu lidah yang dalam bahasa Indonesia sebutannya "selidah" (dalam bahasa daerah Banjar Kalsel hampir tidak mengenal huruf e, yang dominan huruf a) maksudnya satu kata/kebersamaan.
Alasan menggunakan Salidah sebagai motto daerah, antara lain untuk membangun dan memajukan daerah serta masyarakat Batola mustahil tanpa kebersamaan.
Pasalnya penduduk Batola yang merupakan kabupaten paling barat Kalsel atau berbatasan dengan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng) itu cukup majemuk, berbagai etnis, suku dan agama, sehingga memerlukan kebersamaan dalam membangun dan memajukan daerah mereka.
Sebuah nama
Seorang mantan anggota Komisi II Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Kalsel Drs Hasan Mahlan mengatakan, kanas Tamban tersebut hanya sebuah nama dari jenis nenas bangka yang sejak lama atau puluhan tahun masyarakat Batola kebunkan.
Bahkan, menurut mantan wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel III/Kabupaten Batola itu, hamparan kebun kanas Tamban yang luas dan banyak bukan di wilayah Kecamatan Tamban tersebut.
"Hamparan kebun kanas Tamban yang banyak dan luas terdapat di wilayah Kecamatan Mekarsari (pemekaran dari Kecamatan Tamban)," ujar politikus senior Partai Golkar tersebut yang menyatakan mau menekuni usaha perkebunan nenas.
Bahkan Hasan Mahlan yang juga pegiat serikat pekerja di "Bumi Perjuangan Pangeran Antasari" Kalsel itu mau menjadikan perkebunan kanasnya sebagai kawasan agrowisata dengan menambah tanaman holtikultura lainnya.
Ia berkeyakinan, dengan menjadikan perkebunan kanasnya sebagai kawasan agrowisata akan mendatangkan banyak nilai tambah, baik bagi daerah maupun keluarga/pribadinya sendiri.
"Para pengunjung atau wisatawan dapat menikmati kanas Tamban yang sudah melegenda tersebut sepuasnya, bukan cuma sekedar ceritera dari mulut ke mulut, yang dalam peribahasa daerah Banjar - 'jangan tamakan habar' (sekedar dengar omongan orang)," demikian Hasan Mahlan.
Harga kanas Tamban cukup bersaing atau bahkan mungkin relatif murah dari nenas madu dan nenas paun. Pasaran kanas Tamban sekarang per biji sekitar Rp8.000 yang ukuran besaran jauh lebih besar dari nenas madu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Berbeda dengan buah nenas madu yang banyak terdapat di tanah air - Indonesia pada dataran tinggi atau lahan juga manis, tetapi masih ada rasa kecutnya.
Sama halnya dengan nenas paun yang bisa berbuah besar atau beratnya terkadang lebih lima kilogram, juga manis namun tingkat kekecutan melebihi nenas madu.
Oleh sebab itu, pada umumnya orang menjadikan buah nenas paun sebagai bahan baku pembuatan selai, karena mempunyai serat yang banyak.
Begitu pula buah kanas Tamban dengan stektur daging/seratnya, sebagaimana nenas paun, selain untuk rujak (pancuk = dalam bahasa Banjar Kalsel) juga sebagai bahan baku membuat selai.
"Kanas" sebutan dalam bahasa daerah Banjar Kalsel terhadap tanaman/buah nenas yang sudah ada di negeri ini - nusantara Indonesia sejak lama atau berabad-abad silam.
Bagaimana halnya dengan Kanas Tamban? Jenis Kanas Tamban itu bermula dari varietas nenas bangka.
Sedangkan Tamban nama sebuah kawasan permukiman transmigrasi awal tahun 1950-an yang dulu masuk wilayah Kabupaten Banjar, Kalsel dan kini menjadi bagian Batola.
Produksi kanas Tamban mulai "boming" di pasaran buah-buahan Banjarmasin ataupun Kalsel Tahun 1960-an yang ketika itu masih satu Kotamadya dan sembilan kabupaten.
Pada mulanya warga transmigrasi Tamban (sekitar 40 kilometer barat Banjarmasin) menanam kanas merupakan tanaman sela dalam membuka lahan usaha pertanian mereka.
Kemudian awal tahun 1960-an, warga eks transmigran itu bersama warga masyarakat setempat dan lainnya menjadikan perkebunan nenas tersebut sebagai ladang usaha.
Oleh sebab itu, sejak tahun 1960-an hingga sekarang banyak terdapat hamparan kebun nenas yang membentang luas di "Bumi Salidah" Batola atau daerah pertanian pasang surut tersebut.
Salidah adalah motto daerah Batola yang berdiri sendiri atau pemekaran dari Kabupaten Banjar pada pertengahan tahun 1950-an. Pengertian atau makna dari kata Salidah itu sendiri kebersamaan dalam membangun daerah Batola yang ketika itu baru berdiri sendiri.
Salidah sama dengan satu lidah yang dalam bahasa Indonesia sebutannya "selidah" (dalam bahasa daerah Banjar Kalsel hampir tidak mengenal huruf e, yang dominan huruf a) maksudnya satu kata/kebersamaan.
Alasan menggunakan Salidah sebagai motto daerah, antara lain untuk membangun dan memajukan daerah serta masyarakat Batola mustahil tanpa kebersamaan.
Pasalnya penduduk Batola yang merupakan kabupaten paling barat Kalsel atau berbatasan dengan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng) itu cukup majemuk, berbagai etnis, suku dan agama, sehingga memerlukan kebersamaan dalam membangun dan memajukan daerah mereka.
Sebuah nama
Seorang mantan anggota Komisi II Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Kalsel Drs Hasan Mahlan mengatakan, kanas Tamban tersebut hanya sebuah nama dari jenis nenas bangka yang sejak lama atau puluhan tahun masyarakat Batola kebunkan.
Bahkan, menurut mantan wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel III/Kabupaten Batola itu, hamparan kebun kanas Tamban yang luas dan banyak bukan di wilayah Kecamatan Tamban tersebut.
"Hamparan kebun kanas Tamban yang banyak dan luas terdapat di wilayah Kecamatan Mekarsari (pemekaran dari Kecamatan Tamban)," ujar politikus senior Partai Golkar tersebut yang menyatakan mau menekuni usaha perkebunan nenas.
Bahkan Hasan Mahlan yang juga pegiat serikat pekerja di "Bumi Perjuangan Pangeran Antasari" Kalsel itu mau menjadikan perkebunan kanasnya sebagai kawasan agrowisata dengan menambah tanaman holtikultura lainnya.
Ia berkeyakinan, dengan menjadikan perkebunan kanasnya sebagai kawasan agrowisata akan mendatangkan banyak nilai tambah, baik bagi daerah maupun keluarga/pribadinya sendiri.
"Para pengunjung atau wisatawan dapat menikmati kanas Tamban yang sudah melegenda tersebut sepuasnya, bukan cuma sekedar ceritera dari mulut ke mulut, yang dalam peribahasa daerah Banjar - 'jangan tamakan habar' (sekedar dengar omongan orang)," demikian Hasan Mahlan.
Harga kanas Tamban cukup bersaing atau bahkan mungkin relatif murah dari nenas madu dan nenas paun. Pasaran kanas Tamban sekarang per biji sekitar Rp8.000 yang ukuran besaran jauh lebih besar dari nenas madu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019