Petani itu bernama Aliansyah (45) yang saat ditemui dikedimannya, Rabu (13/3) di Desa Jatuh mengaku setelah viral di media sosial karena ada temannya yang mengupload, Dia kebanjiran pesanan paung (bibit) dari berbagai daerah di Kalimantan.
Selain itu, juga banyak warga yang penasaran mendatanginya. Karena padi varietas PIM 1 itu tergolong baru dan unik di Kabupaten HST. Untuk wilayah Kecamatan Pandawan baru Aliansyah yang mencoba menanamnya.
"Kami mencoba menanannya dulu cuma sekitar Dua borongan lebih di lahan sawah dengan bibit sebanyak Satu kilogram yang harganya Rp 50 Ribu. Saya berencana memanennya pada hari Sabtu (16/3) ini," kata petani yang sudah punya anak Dua itu.
Dia tertarik mengembangkan padi itu setelah membaca di google yang menyatakan bahwa di lahan seluas Setengah hektar mampu menghasilkan padi sebanyak 5 ton.
"Untuk pemeliharaan dan perawatannya, tidak jauh beda dengan jenis-jenis padi lain pada umumnya, baik sejak persemaian, bercocok tanam hingga pemupukan. Kita dulu bercocok tanam sejak 16 Desember 2018 dan alhamdulillah sebentar lagi akan panen," katanya.
Menurutnya, walaupun ada sedikit masalah karena mungkin terlalu tinggi batang padi PIM 1, hingga jika angin ribut dan hujan bisa rebah. Jadi terpaksa harus dibuat penahan menggunakan bambu.
"Namun kami berencana akan tetap menanamnya untuk kedua kalinya, karena terlihat hasilnya juga sangat memuaskan," katanya.
Penyuluh Pertanian desa tersebut, Hj Murhaniah SP juga mengungkapkan, bahwa prospek pengembangan jenis padi PIM 1 itu sangat menjanjikan dan menguntungkan.
Varietas padi itu juga diklaim sebagai padi yang tahan akan serangan hama penyakit. Umur padi tergolong singkat dan sudah bisa panen sekitar 120 hari.
Batangnya memang sangat tinggi dibandingkan jenis padi lain, yaitu sekitar 155 hingga 195 cm. Hasil nyata jumlah bulir sekitar 400-500 per malai dan hasilnya bisa mencapai 9,1 ton per hektar.
"Memang ada sedikit masalah yaitu karena batang terlalu tinggi hingga mudah rebah jika ditimpa angin ribut, namun bisa disiasati dengan meletakan penahan kayu di setiap batangnya," kata wanita yang pernah masuk dalam tiga besar terbaik se-Kalsel sebagai penyuluh pertanian itu.
Dikutip dari detik.com padi raksasa itu dinamakan dengan varietas Padi Indonesia Menggugat yang disingkat dengan PIM 1. Kenapa dinamakan Padi Indonesia Menggugat? Ternyata merupakan suatu bentuk kritikan terhadap regulasi di bidang pertanian yang dinilai menghambat peningkatan kesejahteraan petani.
Bibit padi itu juga sengaja tidak disertifikasi. Padahal dari balai benih pernah menawar Rp 600 juta, tapi ditolak. Sampai Rp 1 miliar juga tetap ditolak.
Kalau disertifikasi, dikhawatirkan bibit PIM 1 jadi mahal. Padahal tujuan penciptaan varietas ini agar petani bisa meraup keuntungan lebih.
Adalah sosok Boing Kristiawan, petugas penyuluh lapangan (PPL) yang ikut melakukan uji coba padi PIM 1 tersebut.
Menurutnya, PIM 1 itu hasil riset sejak 2002 - 2012. Kemudian 2012 - 2014 mulai ditanam di greenhouse. Tahun 2015 mulai ditanam oleh petani. Baginya yang juga petani, produktivitas dan rasa adalah 2 hal yang menjadi visi.
Walaupun uji coba PIM 1 telah berhasil panen dan rasa padinya enak, Boing menyatakan uji coba itu belum selesai dan prosesnya masih panjang.
Sekarang ini, Dia juga mulai uji coba PIM2 dan PIM3. Risetnya lama dan dengan dana swadaya murni sendiri.
Memang, proses uji coba sebuah varietas padi baru sangat lama. Juga butuh biaya tak sedikit. Karena itu, timnya memanfaatkan alat seadanya. Misalnya untuk memisahkan DNA, tim menggunakan cara manual.