Perkiraan itu menanggapi orasi/tuntutan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kalimantan Selatan (Kalsel) yang berunjuk rasa di DPRD provinsi di Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin, Rabu.
Aksi unjuk rasa PMII itu terkait kelangkaan dan melambungnya harga gas elpiji 3 kg dari harga eceran tertinggi (HET) pertabung Rp17.500 menjadi Rp30.000, bahkan sampai Rp40.000.
Pensiunan pegawai negeri sipil yang bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa itu menyangkal, kalau ada tuduhan maupun anggapan DPRD Kalsel tidak peka atau tanggap terhadap keluhan masyarakat di provinsinya mengenai permasalahan gas elpiji 3 kg.
"Begitu ada gejolak mengenai gas elpiji 3 kg yang peruntukannya bagi masyarakat miskin atau kelas ekonomi menengah ke bawah, Komisi II Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Kalsel langsung menelpon Pertamina," tutur wakil rakyat bergelar sarjana dan magister hukum itu.
"Alhamdulillah dari pembicaraan lewat telpon tersebut Kalsel mendapat tambahan gas elpiji 3 kg 18 persen dari jata," ujarnya didampingi Ketua Komisi II DPRD provinsi setempat, Suwardi Sarlan SAg dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Oleh sebab itu tidak benar kalau ada anggapan atau tuduhan DPRD tak responsif terhadap permasalahan masyarakatnya, lanjut alumnus Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin tersebut.
"Tetapi kalau permasalahannya pada distribusi, maka mari kita awasi atau pantua bersama, dan melaporkan hal tersebut kepada pihak berwenang jika terjadi penyimpangan peruntukan guna penindakan," ajak wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel I/Kota Banjarmasin itu.
"Oleh karena itu pula, kami mengapresiasi terhadap masukkan dari masyarakat, termasuk aksi unjuk rasa PMII, terlebih jika memberikan data atau fakta tertulis tentang terjadi penyimpangan peruntukan gas elpiji 3 kg tersebut," demikian Suripno.
Pendapat atau tanggapan serupa dari Ketua Komisi II DPRD Kalsel seraya menambahkan, bahwa berdasarkan perhitungan dari Pertamina, jatah gas elpiji 3 kg cukup untuk provinsinya yang kini berpenduduk mencapai empat juta jiwa.
"Namun seiring belum teratasinya masalah gas elpiji 3 kg tersebut, kami akan mengundang Pertamina dan pihak terkait," ujarnya yang juga didampingi anggotanya sama-sama Komisi II DPRD Kalsel Ir Danu Ismadi Saderi MS dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Dalam pertemuan dengan Pertamina itu, insya Allak kami juga akan mengundang sabahat-sahabat dari PMII, yang waktunya sesudah 25 Desember 2017. Karena sebelum tanggal tersebut sudah ada agenda kegiatan DPRD Kalsel," demikian Suwardi Sarlan.
Sementara dari pengunjuk rasa menduga masalah kelangkaan serta mahalnya harga gas elpiji 3 kg karena ada mapia/permainan terselubung dan rapi sehingga sulit membongkar atau untuk pembuktian.
Sebagai contoh ada orang pakai membeli gas elpiji 3 kg untuk masyarakat miskin di pangkalan, ujar para pengunjuk rasa itu yang mengaku melihat hal tersebut dengan "mata kepala" mereka sendiri.
Karenanya dalam berunjuk rasa organisasi kemahasiswaan itu membawa sejumlah spanduk dan poster bertuliskan antara lain "Gas Melon Haram Bagi Orang Kaya, Awasi Distribusi".
Selain itu, poster bertuliskan "Usut Tuntas Mapia Migas 3 kg, Jangan Dilepas Karena Selembar Kertas Rp100.000".
Pengunjuk rasa tersebut mengancam akan menurun massa lebih banyak lagi bila tuntutan mereka yang merupakan aspirasi rakyat kecil tidak segera terpenuhi.
Dari 55 anggota DPRD Kalsel hanya tiga di antaranya yang menerima pengunjuk rasa terkait masalah gas elpiji, karena sebagian belum kembali dari kunjungan kerja ke luar daerah.