Penyelesaian pembangunan pabrik baja di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, hingga kini masih terkendala belum adanya akses jalan dari perusahaan menuju pelabuhan sepanjang dua kilometer.
Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin di Banjarmasin, Senin, mengatakan pembangunan pabrik baja di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Batulicin tersebut sudah hampir selesai.
"Kalau pembangunan fisik pabriknya hampir tidak ada masalah kini sudah selesai, tapi belum bisa di operasi kan karena belum adanya akses jalan menuju pelabuhan," katanya.
Hal tersebut antara lain di picu karena belum selesainya beberapa masalah ganti rugi lahan dengan masyarakat sekitar yang tinggal di lingkungan Kapet Batulicin.
Selain itu, operasional pabrik baja yang dikerjakan PT Meratus Jaya Iron Stell (MJIS) yang merupakan perusahaan konsorsium antara Aneka Tambang dan Krakatau Steel sejak April 2009 lalu itu, juga menghadapi kendala ketersediaan pelabuhan dan air bersih.
"Saat ini berbagai persoalan tersebut sedang dicarikan jalan keluarnya sehingga pabrik baja yang bakal menjadi kebanggaan warga Kalsel tersebut bisa segera beroperasi," katanya.
Sebelumnya, berdasarkan pertemuan tim monitoring Pemerintah Provinsi dengan manajemen Pabrik Baja Meratus Jaya Iron Steel (MJIS) di Batu Licin disebutkan awal 2012 dipastikan pabrik baja dibangun PT Meratus Jaya Iron Steel itu mulai berproduksi.
Ketua tim Pemprov Kalsel Hadi Susilo mengatakan saat ini pembangunan pabrik baja tersebut telah mencapai 95,2 persen.
Menurut Hadi, ada beberapa kendala dalam penyelesaian pabrik tersebut antara lain beberapa komponen alat power plan seperti broiler yang desain dari Jerman dan diproduksi di China ini terlambat datang.
Persoalan lain adalah, sebagian masyarakat menguasai lahan Kapet dengan mendirikan perumahan secara liar di lokasi yang berdekatan dengan pembangunan pabrik baja.
Sementara itu, menanggapi maraknya kasus konflik lahan di beberapa daerah di Indonesia termasuk di Kalsel anggota DPR-RI asal pemilihan Kalsel Gusti Iskandar Sukma Alamsyah berharap pemerintah daerah lebih tegas dalam menegakkan peraturan.
"Pemerintah harus benar-benar menegakkan peraturan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.
Bahkan bila perlu, perusahaan yang terlibat konflik agraria dengan masyarakat di stop dulu operasionalnya sampai persoalan yang terjadi benar-benar bisa dituntaskan dengan baik.
Perusahaan yang terlibat konflik agraria dengan masyarakat diminta berhenti beroperasi sementara, untuk menghindari terjadinya pertikaian atau kerusuhan di lapangan.
"Jika konflik lahan belum selesai dan perusahaan tetap dibiarkan beroperasi akan menjadi bahaya laten yang suatu saat akan meledak seperti Kasus Mesuji, Lampung atau Bima, NTB," katanya./B/D