Banjarbaru (ANTARA) - Tim Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat (ULM) mengajarkan metode rakit apung untuk meningkatkan produktivitas Cabai Hiyung yang dibudidayakan masyarakat Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
"Metode rakit apung lebih efektif untuk budidaya cabai Hiyung dibandingkan metode sorjan, terlebih pada musim hujan," kata Dosen S1 Teknologi Industri Pertanian ULM Dr. Febriani Purba di Banjarbaru, Jumat.
Baca juga: Banjarmasin bangun penguatan investasi pendidikan di bidang SDM
Febriani mengatakan pengenalan pada metode rakit apung bertujuan agar pohon dan akar cabai tidak terendam air apabila memasuki musim hujan.
Akar cabai yang terkena air terlalu lama dapat menimbulkan penyakit busuk akar dan berpotensi menyebabkan kematian, sehingga dapat menurunkan tingkat produktivitas.
Perubahan metode menanam itu dirasa penting mengingat selama ini masalah produktivitas Cabai Hiyung menjadi perhatian utama, terutama saat musim penghujan.
Hal ini disebabkan oleh kondisi lahan rawa pasang surut yang ada di desa tersebut.
Kondisi ini cenderung mempengaruhi produktivitas tanaman Cabai Hiyung secara negatif.
Baca juga: Ibnu Sina jadi "Guest Speaker" Seminar TEMA 2024
Febriani menyebut rawa pasang surut memiliki karakteristik tanah yang mudah tergenang air selama musim penghujan, sehingga menyebabkan akumulasi air berlebihan dan kurangnya drainase yang efektif.
Akibatnya, tanaman Cabai Hiyung menjadi rentan terhadap penyakit akar dan busuk akar yang dapat mengurangi hasil panen secara signifikan.
Selain itu, penggunaan lahan yang kurang maksimal juga menjadi masalah serius di Desa Hiyung.
Penduduk desa menggunakan sistem sorjan untuk menaikkan ketinggian lahan dengan melibatkan pengambilan tanah dari sekitarnya untuk dibangun menjadi tanggul atau peninggian lahan.
Namun, penggunaan sistem sorjan ini tidak hanya memakan biaya yang besar tetapi juga mengakibatkan kerusakan lingkungan, terutama degradasi lahan dan erosi tanah.
Mengajarkan metode rakit apung kepada petani Cabai Hiyung tersebut merupakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) oleh dosen dan mahasiswa Fakultas Pertanian ULM dari Prodi Agroekoteknologi dan Teknologi Industri Pertanian.
Baca juga: Adaro kucurkan Rp11,26 miliar beasiswa 100 mahasiswa ULM pada 2024
PKM ini berasal dari pembiayaan hibah BIMA, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2024.
Adapun Ketua Program Novianti Adi Rohmanna, S.TP., M.T dengan anggota Dr. Febriani Purba S.TP., M.Si, Riza Adrianoor Saputra, S.P., M.P dan Zuliyan Agus M.M., S.TP., M.T.
Kemudian mahasiswa yang dilibatkan M. Abral Kasthalani, Muhamad Karim Abdillah Hakim, Nugraha Anthoni Najwa dan Joni Yogo Prayogo.
Mendorong optimalisasi pengembangan Cabai Hiyung sebagai produk unggulan Kalimantan Selatan itu juga dilakukan tim ULM dengan mengajarkan inovasi pengemasan hingga pemasaran kepada 27 orang anggota Kelompok Tani Karya Baru dan masyarakat Desa Hiyung yang menjadi mitra sasaran penyuluhan.
Novianti menjelaskan inovasi kemasan menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan banyaknya penjualan produk.
Selama ini, produk dikemas dalam kemasan besar sehingga harga jual juga menjadi sangat tinggi.
Baca juga: Adaro dan ULM kolaborasi cetak pemimpin masa depan
Dengan melakukan inovasi dan pengembangan kemasan produk dalam bentuk saset, dimungkinkan untuk meningkatkan jumlah penjualan produk karena kemasan saset lebih mudah dalam menjangkau konsumen dengan harga jual lebih murah dan lebih praktis.
Novianti mengungkapkan kelompok tani mengolah Cabai Hiyung menjadi produk saos, sambal, dan bubuk cabai dalam kemasan botol, sehingga harga jual mencapai sekitar Rp20.000.
"Agar dapat menjangkau konsumen lebih luas lagi, maka perlu dilakukan inovasi kemasan sachet serta pengenalan berbagai macam platform e-commerce dan strategi marketing," ujarnya.
Cabai Hiyung menjadi salah satu jenis cabai terpedas di dunia.
Hasil penelitian dari Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen milik Kementerian Pertanian, kadar capsaicin pada Cabai Hiyung 2333,05 ppm dan angka tersebut memiliki tingkat kepedasan setara dengan 17 kali lipat dari cabai biasa.
Baca juga: Ratusan mahasiswa ULM terima beasiswa IBFL dari Adaro Nyalakan Ilmu