Kotabaru (ANTARA) - Kalangan DPRD Kotabaru Kalimantan Selatan mengapresiai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat yang menggandeng PT Mubadala Energy menanam 10.000 bibit mangrove di pesisir Desa Tanjung Pangga Kecamatan Kelumpang Selatan.
"Penanaman ini adalah sebagai salah satu upaya perbaikan tanaman mangruf di pesisie,"kata Wakil Ketua DPRD Kotabaru M Arif di Kotabaru, Jumat.
M Arif menyampaikan, saat ini banyak pesisir yang mengalami kemunduran fingsi akibat dari penebangan yang di lakukan masyarakat dengan tujuan tertentu.
"Kami mengapresiasi jajaran DLH terus menanam bibit mangruf di beberapa wilayah di Kotabaru," ujarnya.
Kepala DLH Kabupaten Kotabaru Maulidiansyah di Kotabaru, Kamis, mengatakan krisis iklim menjadi isu lingkungan yang marak menjadi bahasan di dunia.
"Kita sebagai generasi penerus wajib ambil bagian dalam menjaga, memperbaiki dan melestarikan lingkungan, salah satu upaya yang dilakukan menjaga kelestarian ekosistem pesisir," kata Maulidiansyah.
Dia menuturkan ekosistem pesisir terutama mangrove sebagai penyangga untuk mengurangi ketinggian gelombang air laut, meminimalisir risiko banjir, menyerap karbon lima kali lebih baik dari hutan hujan tropis dan menyimpan 1/3 stok karbon pesisir secara global.
"Terlebih 78 persen wilayah Kabupaten Kotabaru merupakan kawasan pesisir yang melatarbelakangi muncul program Mangrove for Banua," tutur Maulidiansyah.
Program menanam mangrove tersebut telah berjalan selama empat tahun, sedangkan DLH Kabupaten Kotabaru dan pemangku kebijakan memfokuskan pada perbaikan ekosistem pesisir karena wilayah pesisir memiliki sumbangsih besar terhadap cadangan karbon, produksi oksigen, hingga pelestarian tempat hidup biota laut.
Maulidiansyah mengungkapkan penanaman pertama sebanyak 5.000 bibit mangrove dengan tingkat keberhasilan sekitar 50 persen setelah setahun menanam.
"Keberhasilan program Mangrove for Banua tidak terlepas dari usaha dan semangat seluruh pihak terutama Kelompok Tani Harapan Bersama dan warga Desa Tanjung Pangga yang juga menjaga ekosistem mangrove," ujarnya.
Maulidiansyah mengingatkan salah satu penyebab krisis iklim pemanasan global karena peningkatan suhu rata-rata bumi akibat efek gas rumah kaca, penggunaan bahan bakar fosil dan kurang bijak memanfaatkan sumber daya alam.
Dia menyatakan konsekuensi dari perubahan iklim tersebut, antara lain kekeringan hebat, kelangkaan air, kebakaran hebat, naiknya permukaan air laut, banjir, pencairan es kutub, badai dahsyat, dan penurunan keanekaragaman hayati.