"Pasalnya tiap hari selalu ada aktivitas jual - beli sampah yang warga pilah dan pilih dari TPA Basirih tersebut, antara lain berupa plastik serta barang bekas lainnya," ujarnya kepada Antara Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin, Rabu
Ia berpendapat, dengan peredaran uang cukup tinggi untuk sekelas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) itu, berarti pula barang limbah tersebut masih bernilai ekonomi, walau berupa sampah.
Oleh karena itu, dia kurang sependapat kalau ada orang yang beranggapan sampah-sampai tersebut, seperti yang dibuang ke TPA Basirih tidak bermanfaat lagi atau tak punya nilai ekonomi.
"Contohnya banyak warga yang mengais pendapatan di TPA Basirih untuk kehidupan keluarga mereka," tutunya di sela-sela pemantauan/penilaian Tim Pemantau Adipura Tahun 2016.
Ia menerangkan, warga yang menekuni pekerjaan dengan memilah - memilih sampah di TPA Basirih tersebut pada awalnya cuma beberapa orang, tapi kini mencapai puluhan dan bahkan bisa lebih dari seratus orang.
"Kami belum melakukan pendataan terhadap mereka yang melakukan pekerjaan terkesan menjijikan, tapi mulia itu. Karena untuk sementara ini bagi kami yang terpenting tidak membuat keributan dan tetap menjaga aset TPA tersebut," katanya.
Pengertian pekerjaan mulia, karena mereka tidak mencuri atau melakukan hal-hal terlarang lainnya, tapi dengan cucur keringat mencari rupiah di TPA Basih, walaupun bertarung dengan bau yang kurang mengenakan.
"Silahkan mereka menjadikan TPA Basirih sebagai lahan usaha, asalkan secara bersama-sama menjaga keamanan dan ketertiban," demikian Muhyar.
Sementara itu, petugas TPA Basirih mengolah sampah basah menjadi kompos atau pupuk organik, yang tiap hari produknya mencapai satu kuintal (100 kilogram), pemanfaatannya selain untuk DKP sendiri, juga dijual kepada mereka yang memerlukan.