Banjarmasin (ANTARA) - Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif Abdul Wahid menyatakan menerima putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang memvonis dirinya 8 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Setelah berdiskusi dengan terdakwa, telah diambil keputusan untuk tidak mengajukan banding alias menerima putusan majelis hakim," kata penasihat hukum terdakwa Abdul Wahid, Fadli Nasution di Banjarmasin, Selasa.
Keputusan terdakwa itu berbeda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengambil langkah hukum banding.
Fadli mengaku menghormati proses hukum termasuk hak banding yang diambil Jaksa Penuntut Umum KPK.
"Kami akan tunggu apa isi memori bandingnya dan akan kami jawab nanti dalam kontra memori banding," ujarnya.
Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin Aris Bawono Langgeng mengatakan berkas permohonan banding disampaikan KPK melalui JPU Titto Jaelani pada Senin (22/8).
Langkah banding yang diajukan KPK itu berarti perkara bernomor 17/Pid.Sus-TPK/2022/PN yang menyeret Abdul Wahid belum inkrah. Nasibnya masih akan ditentukan pada persidangan banding yang dilaksanakan di Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan alasan banding dari Tim Penuntut Umum dikarenakan tidak dijatuhkannya putusan hakim terkait pembebanan kewajiban uang pengganti sebesar Rp26 miliar.
Padahal, KPK dalam surat tuntutannya telah menguraikan berbagai penerimaan terdakwa yang kemudian juga diubah bentuk menjadi berbagai aset bernilai ekonomis tinggi.
Tuntutan tersebut dimaksudkan sebagai efek jera terhadap para koruptor, dimana KPK tidak hanya memenjarakan pelakunya namun upaya pemulihan aset melalui tuntutan uang pengganti dan perampasan asetnya menjadi fokus KPK saat ini.