Banjarmasin (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan memberikan perlakuan khusus kepada cabai rawit hiyung yang saat ini dikabarkan menjadi cabai rawit terpedas di Indonesia.
"Pengembangan cabai rawit hiyung diprogramkan per tahun ada peluasan tanam sebanyak 25 hektare," ujar Kepala Dinas Pertanian Tapin Wagimin, Sabtu, kepada ANTARA.
Dengan demikian, lahan produktif untuk media tanam cabai rawit hiyung yang saat ini mencapai 148 hektar, akan terus berkembang setiap tahun.
Pada 2019, kata dia, ada 102 hektare. Sejak itu, melalui APBD program untuk perluasan lahan dan pengembangan media tanam dicanangkan pemerintah daerah secara berkala.
Pertimbangan program tersebut, kata dia, untuk mengoptimalkan lahan rawa lebak yang memiliki keasaman tanah yang tidak produktif untuk usaha tani padi.
"Dioptimalkan untuk pengembangan cabai rawit hiyung yang sangat cocok pertumbuhannya dan produksinya hingga mampu meningkatkan perekonomian di pedesaan," ujarnya.
Target Tapin, kata dia, secara bertahap di lahan rawa lebak di Desa Hiyung tersebut adalah membuka lahan potensial untuk media tanam cabai rawit hiyung.
Setelah hadir dan berkembangnya pertanian cabai rawit unik tersebut, kata Wagimin, sekarang sudah bisa bermanfaat untuk perekonomian masyarakat di desa dan sekitarnya. Baik dari untung penjualan buah segar, bibit ataupun produk olahan.
Dampak manfaat tersebut lah, kata dia, cabai rawit hiyung dan petaninya diberikan perlakuan khusus.
Ketua Kelompok Tani Karya Baru Junaidi, mengatakan baru ini musim panen telah tiba, mahalnya harga cabai rawit di pasaran berdampak kepada keuntungan 250 petani.
"Saat ini lebih untung, karena harga cabai rawit di pasaran lokal mahal," ujarnya mengabarkan.
Saat ini, kata dia, harga pasaran cabai rawit di lokal Kalsel mencapai Rp100 ribu hingga Rp120 ribu per kg. Harga sebelumnya antara Rp60 ribu-Rp70 ribu.
"Harga jual di petani kita sekarang di kisaran Rp90 ribu-Rp100 ribu. Tahun lalu harganya Rp35 ribu per kg," ujarnya.
Cabai rawit hiyung, yang sejak beberapa tahun silam dinobatkan sebagai cabai rawit terpedas di Indonesia itu, kata dia, cuma punya selisih harga sekitar Rp10 ribu di pasaran.
"Para pembeli datang langsung ke sini. Mereka dari berbagai daerah di Kalsel," ujarnya.
Dari 148 hektare, kata dia, akan dipanen secara bertahap sesuai umur tanam dan buah yang dihasilkan.
Dia memperkirakan, tahun ini apabila kondisi alam bagus bisa panen sampai 20 kali hingga Desember mendatang.
"Baru 25 persen lahan yang dipanen," ujarnya.
Setiap satu hektar, kata Junaidi, petani bisa mendapatkan 35 kg cabai rawit hiyung segar.
Tingginya harga cabai rawit di Kalsel, kata dia, adalah momentum petani untuk meraup untung.
Namun, apabila harga anjlok, misalnya di bawah harga Rp 30 ribu. Kata dia, produk turunannya sudah siap menanti.
Produk tersebut misalnya abon cabai rawit hiyung, diolah di rumah industri milik kelompok tani di Desa Hiyung.
Sebagai cadangan untuk kebutuhan rumah industri, kata dia, sudah dialokasikan sebanyak satu ton cabai rawit hiyung segar.
Secara historis, cabai rawit hiyung telah diakui dan terdaftar resmi sebagai varietas tanaman lokal khas Tapin dengan nomor pendaftaran 09/PLV/2012 April 2012.
Cabai rawit hiyung (Capsicum Frutescens L), menurut penelitian dari laboratorium pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Kementerian Pertanian hanya bisa tumbuh maksimal di rawa lebak tersebut dan memiliki tingkat kepedasan hingga 94.500 ppm.
Tingkat kepedasan itu, disebut setara 17 kali lipat dari cabai biasa. Hasil penelitian juga menyebutkan kadar capsaicin pada cabai rawit hiyung mencapai 699,87-2333, 05 ppm.
Sedangkan untuk produk olahan cabai rawit hiyung sudah dilengkapi dengan izin edar pangan olahan dari BPOM dengan nomor merk dagang (MD) 255616001074.
Baca juga: Kenaikan harga untungkan petani cabai rawit hiyung
Baca juga: Dirjen Hortikultura Kementan RI puji pengolahan cabai rawit hiyung Tapin