Jakarta (ANTARA) - Program Profesor Kelas Dunia yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memperkuat kualitas riset dan publikasi di Tanah Air.
"Ajang tahunan ini bertujuan untuk memfasilitasi dosen dari universitas di seluruh Indonesia untuk berinteraksi dengan profesor kelas dunia, " ujar Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
Selain itu, melalui ajang itu diharapkan dapat menghasilkan dampak berupa peningkatan kualitas performa dan produktivitas pendidikan tinggi di Indonesia sehingga dapat mendongkrak peringkat universitas Indonesia di World University Rankings.
Nadiem menambahkan Kemendikbudristek saat ini tengah mengupayakan kebijakan Kampus Merdeka bagi dosen dan institusi perguruan tinggi di Indonesia. Hal itu lantaran sistem yang ada saat ini kurang mendukung dosen untuk mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan tridarma perguruan tinggi, sehingga berdampak pada kualitas perguruan tinggi Indonesia. Selain itu, akreditasi dan sistem akreditasi dirasakan lebih berdasar kepada kepatuhan administrasi, bukan penilaian yang objektif atas kualitas kampus.
"Perubahan drastis perlu kita lakukan untuk mengubah sistem tersebut, dan itulah yang sekarang sedang sama-sama kita upayakan dengan kebijakan Kampus Merdeka. Dengan Kampus Merdeka, dosen berhak melakukan riset, menerbitkan karya ilmiah, memperdalam ilmu di dalam perusahaan, atau proyek riset di luar kampus,” tambah dia.
Lebih lanjut, Nadiem mengatakan dengan pelaksanaan World Class Professor itu dosen-dosen di Indonesia memiliki peluang yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas risetnya. Menurutnya, luaran wajib dari kegiatan yang berupa "joint publication" dengan profesor kelas dunia akan meningkatkan sitasi publikasi perguruan tinggi di Indonesia. Ditambah lagi dengan luaran tambahan seperti "capacity building", inisiasi "double degree" atau "joint degree", "joint supervision" atau "external examiner", serta pengembangan kurikulum yang lebih berorientasi pada DUDI (dunia usaha dunia industri) akan sangat membantu perguruan tinggi di Indonesia mendapatkan akreditasi internasional dan meningkatkan peringkat kampus di tingkat global.
Nadiem menegaskan kegiatan itu merupakan bukti nyata dan upaya untuk terus memberikan kesempatan kepada dosen-dosen di Indonesia untuk membangun jejaring internasional dan berkiprah di panggung global.
"Untuk itu, besar sekali harapan saya bagi semua yang terlibat dari kegiatan ini akan menjadi agen perubahan yang mendukung akselerasi peningkatan mutu SDM kita. Marilah kita terus bergerak serentak mewujudkan Merdeka Belajar Kampus Merdeka,” kata dia.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Nizam, menyampaikan bahwa saat ini Indonesia sangat membutuhkan inovasi-inovasi yang relevan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mendorong kemajuan di segala sektor yang menunjang kehidupan bangsa Indonesia di tengah pandemi. Untuk itu, melalui semangat Kampus Merdeka, Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek mendorong perguruan tinggi untuk bisa menghasilkan inovasi yang relevan dengan kebutuhan di masyarakat, industri, dan berbagai sektor lainnya.
Nizam juga memaparkan bahwa saat ini terdapat banyak sekali sumber kekuatan yang dapat menjadikan bangsa Indonesia terus bergerak membangun bangsa. Indonesia memiliki lebih dari 4.500 perguruan tinggi, lebih dari 300 ribu dosen dari mulai asisten hingga guru besar, serta 8,7 juta mahasiswa.
"Satu kekuatan yang maha dahsyat kalau itu kita gerakkan untuk membangun bangsa, membangun negara," katanya.
Saat ini ekonomi Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan pada sumber daya alam dan sumber daya manusia, melainkan harus bergerak pada ekonomi yang berbasiskan pada inovasi. Selanjutnya menurut Nizam, untuk membangun inovasi dibutuhkan kerja keras, kreativitas, dan pendanaan yang tidak sedikit. Meski diakui pendanaan riset di Indonesia masih sangat rendah, namun Nizam berharap produktivitas riset tak lantas ikut rendah.
Nizam pun mengapresiasi pencapaian yang signifikan dalam publikasi internasional yang dilakukan oleh pendidikan tinggi di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut tidak akan terjadi tanpa kerja keras dan kesungguhan dari para dosen di perguruan tinggi. Ia menyebut selama 5-6 tahun terakhir, produktivitas publikasi internasional Indonesia meningkat lebih dari 6 kali lipat. Dari yang tadinya sekitar 8.000 publikasi internasional per tahun, tahun ini sudah di atas 50 ribu.
"Dalam waktu 5 tahun peringkat Indonesia dalam publikasi, dari peringkat 54 dunia menjadi 21 dunia. Lompatan yang luar biasa sekali. Melompat dari 54 ke 21 itu tidak mungkin terjadi tanpa kerja keras, tanpa kesungguhan kita semua,” kata Nizam.
Pada kesempatan itu, Nizam juga mengucapkan selamat kepada profesor kelas dunia yang telah selama enam bulan bersama-sama membangun dan mengembangkan berbagai macam penelitian dan publikasi. Ia berharap kemajuan bangsa Indonesia dapat segera tercipta melalui inovasi yang relevan untuk masyarakat dan berdampak bagi masyarakat, tidak hanya masyarakat kampus, tetapi juga masyarakat luas.
Adapun jumlah perguruan tinggi penyelenggara WCP tahun 2021 sebanyak 40 perguruan tinggi yang terdiri dari 20 perguruan tinggi negeri dan 20 perguruan tinggi swasta. Sementara untuk jumlah professor yang diundang dalam program ini sebanyak 76 profesor yang berasal dari 26 negara meliputi Amerika Serikat, Australia, Austria, Belanda, Belgia, Belgium, China, Finlandia, Indonesia, Jerman, Malaysia, Mesir, Norwegia, Perancis, Rusia, Spanyol, Sweden, Swedia, Taiwan, Thailand, Inggris, Jepang, Unit Emirat Arab, Selandia Baru, Arab Saudi, dan Turki. Dari semua profesor yang diundang terdapat 11 orang yang berasal dari dalam negeri.***3***
Program profesor kelas dunia memperkuat kualitas riset dan publikasi
Sabtu, 11 Desember 2021 8:14 WIB