Banjarmasin (ANTARA) - Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D mengatakan banyak daerah belum memanfaatkan data surveilans COVID-19 secara optimal.
"Akibatnya banyak terjadi kesalahan dalam mendiagnosis bagaimana level situasi pandemi yang sedang terjadi dalam 14 hari terakhir," terang dia di Banjarmasin, Minggu.
Diketahui tim surveilans COVID-19 terdiri dari ahli di bidang epidemiologi, pengolahan data dan diseminasi informasi yang membantu menghasilkan prediksi perjalanan kasus, evaluasi dan rekomendasi kebijakan terkait penanganan COVID-19.
Menurut Taqin, daerah juga tidak menyiapkan langkah mitigasi potensi masuk dan menyebarnya varian berbahaya. Bahkan yang justru terjadi, ketika tingkat penularan sudah tinggi dengan tren menanjak, pemerintah daerah justru mengeluarkan kebijakan yang dapat mendorong semakin cepatnya penyebaran COVID-19 seperti pembelajaran tatap muka.
"Seperti kebijakan di Kota Banjarmasin, ibukota Kalimantan Selatan yang sempat membuka sekolah namun kemudian dihentikan lagi akibat meningkatnya kasus COVID-19 yang diiringi penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level IV," katanya.
Diungkapkan Taqin, pertumbuhan dan penyebaran COVID-19 di Kalimantan Selatan didorong oleh Banjarmasin. Dimana Banjarmasin wilayah padat populasinya serta merupakan pusat kegiatan ekonomi dan bisnis di Kalsel dan sebagian Kalimantan Tengah.
Karena itu, begitu tingkat penularan yang terjadi di Banjarmasin melonjak maka daerah sekitarnya seperti Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Barito Kuala dan Tanah Laut juga mengalami ledakan kasus terlebih dahulu hingga kemudian menyebar ke seluruh Kalsel.
"Dengan tingginya tingkat transmisi virus di masyarakat di mana pada 1 Juli jumlah pasien rawat inap di rumah sakit baru 395 orang dan per 31 Juli naik menjadi 1.383 pasien maka pemerintah daerah harus serius melakukan penanganan pandemi," paparnya.
Kemudian kualitas surveilans dan input data COVID-19 serta analisisnya menurut Taqin harus ditingkatkan agar tidak salah dalam melakukan asesmen situasi dan kebijakan mitigasi. Begitu pula edukasi dan perubahan perilaku masyarakat dengan berbagai pendekatan harus digencarkan dalam meningkatkan penerapan protokol kesehatan.
Situasi pandemi di Kalimantan Selatan pada bulan Juli 2021 berkembang dengan kecepatan transmisi virus yang sangat tinggi.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan selama 1-31 Juli jumlah penduduk yang dikonfirmasi positif 11.925 orang, sembuh 4.143 dan meninggal 285 orang. Artinya, selama Juli laju insidensi kasus konfirmasi mencapai 293, sembuh 102 dan meninggal 7 orang per 100 ribu penduduk.
Dibandingkan keadaan bulan Juni dan Mei kasus konfirmasi Kalsel pada bulan Juli naik 9,1 dan 6,6 kali lipat. Sedangkan kasus kematian melonjak 5,6 dan 3,9 kali lipat.
"Situasi ini menggambarkan keadaan di bulan Juli sudah mengalami pertumbuhan kasus secara eksponensial dengan waktu pelipatgandaan jumlah penduduk yang terinfeksi dan meninggal semakin pendek," tandas Taqin.