Amuntai, (Antaranews Kalsel) - Alih fungsi lahan pertanian ke lahan nonpertanian akan mengancam program swasembada pangan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, kata pejabat setempat.
Kepala Bappeda Kabupaten Hulu Sungai Utara Fajeri Rifani di Amuntai, Rabu mengatakan tantangan terbesar pemerintah daerah adalah mempertahankan swasembada pangan ditengah maraknya alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi peruntukan non pertanian.
"Alih fungsi disebabkan tingginya kebutuhan lahan dan masih lemahnya penegakan hukum atas alih fungsi lahan pertanian," katanya.
Lambat laun jika tidak segera diatasi lahan pertanian produktif kian menyempit dan mengancam kelangsungan swasembada pangan di Hulu Sungai Utara yang telah draih dengan susah payah.
Fajeri menambahkan, Pemkab Hulu Sungai Utara berupaya meminimalkan alih fungsi lahan pertanian melalui penerbitan Peraturan daerah nomor 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten HSulu Sungai Utara 2012-2032 dengan pola ruang yang membagi Wilayah Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.
Lahan pertanian, terang Fajeri masuk dalam Kawasan Budidaya bersama lahan hutan produksi, perikanan, industri, pariwisata, permukiman dan lainnya.
"Diantara lahan pertanian terdapat lahan untuk budidaya tanaman pangan seluas 34.988 ha yang diantaranya ada terdapat lahan pertanian pangan berkelanjutan seluas 23.359 ha yang dikembangkan untuk menghasilkan pangan pokok bagi ketahanan pangan," paparnya dalam siaran pers.
Fajeri menuturkan tahun ini dilakukan identifikasi dan penyusunan rencana detil tata ruang kawasan pertanian yanh salah satunya lahan pertanian berkelanjutan ini.
Dijelaskan, kawasan pertanian tanaman pangan berkelanjutan merupakan kawasan pertanian pada watun dua dan tiga, terdiri lahan pertanian pangan berkelanjutan seluas 14.908 hektar dan cadangannya seluas 8.451 hektar.
"Terhadap wilayah ini akan kita terapkan peraturan zonasi dan ketentuan insentif serta disintensif," katanya.
Contoh pengaturan zonasi, terang Fajeri dikawasan pertanian diperbolehkan kegiatan wisata alam secara terbatas, sedangkan ketentuan insentif misalnya penghapusan semua retribusi yang diberlakukan dikawasan pertanian.
"Kalau ketentuan disinsentif misalnya tidak diberikan sarana dan prasarana pemukiman yang memungkinkan pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman atau kegiatan komersil," paparnya.
Jadi, katanya ketentuan insentif bertujuan merangsang kegiatan yang sesuai tujuan RTRW, sebaliknya ketentuan disinsentif bertujuan membatasi pertumbuhan kegiatan yang tidak sejalan dengan tata ruang wilayah.***1***
(T.I022/B/B015/B015) 20-05-2015 18:59:07