Sydney (ANTARA) - Australia telah mengabaikan target untuk memvaksin hampir semua dari 26 juta penduduknya pada akhir 2021 karena ada saran agar orang yang berusia di bawah 50 tahun lebih memilih vaksin COVID-19 Pfizer daripada AstraZeneca.
Australia, yang telah mengandalkan vaksin AstraZeneca dalam sebagian besar pelaksanaan imunisasi, tidak berencana menetapkan target baru untuk menyelesaikan program vaksinasi, kata Perdana Menteri Scott Morrison melalui Facebook, Minggu sore (11/2).
"Walaupun kami menginginkan dosis-dosis ini diselesaikan sebelum akhir tahun, tidak mungkin untuk menetapkan target seperti itu mengingat ada banyak ketidakpastian," kata Morrison.
Pihak berwenang di Canberra pada Kamis (8/4) mengubah rekomendasi tentang suntikan Pfizer bagi orang di bawah usia 50 pada setelah regulator Eropa menekankan kembali kemungkinan hubungan antara suntikan AstraZeneca dan laporan kasus pembekuan darah yang jarang terjadi.
Australia, yang pekan lalu bergegas untuk melipatgandakan pasokan vaksin Pfizer, pada awalnya merencanakan agar pada akhir Oktober seluruh penduduk di negara itu sudah divaksin.
Aturan keras Australia dalam penanganan wabah COVID-19 sebagian besar berhasil menghentikan penularan viru corona di masyarakat.
Namun, gerakan vaksinasi telah menjadi topik politik yang hangat.
Baca juga: Australia kekurangan 3.000.000 dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca
Vaksinasi juga menjadi sumber gesekan antara Morrison dan para pemimpin negara bagian dan teritori --setelah negara itu pada akhir Maret baru melaksanakan vaksinasi pada sebagian kecil dari targetnya yang berjumlah sekitar empat juta orang.
Hinggi kini, Australia telah menyuntikkan sekitar 1,16 juta dosis COVID-19, Morrison menambahkan.
Ia menyebut kecepatan program vaksinasi Australia sejalan dengan negara-negara lain, termasuk Jerman dan Prancis, juga lebih maju daripada Kanada dan Jepang.
Dibandingkan negara-negara lain, Australia memulai vaksinasi lebih lambat, sebagian karena jumlah infeksi yang rendah.
Sejak pandemi COVID-19 mulai muncul, negara itu hanya mengalami 29.400 kasus infeksi dan 909 kematian.
Sumber: Reuters